Hoaks ancam proses demokrasi Indonesia

Di tahun politik, sejumlah isu dikapitalisasi menjadi bahan ujaran kebencian dan hoaks. Pengamat menilai, itu bisa mengancam demokrasi kita.

Diskusi soal aktor-aktor hoaks di Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (14/3). (Robi/Alinea)

Ujaran kebencian dan hoaks sudah terbukti menyebabkan konflik antar kelompok. Bahkan bisa memicu krisis kepercayaan yang mengancam kualitas demokrasi Indonesia mendatang. Jika terus direproduksi di masyarakat, hoaks pada akhirnya dikhawatirkan mempertajam jurang perpecahan.

Ada sejumlah aktor pencipta dan penyebar hoaks dewasa ini. Kepala Departemen Ilmu Komunikasi (FISIP UGM), Kuskridho Ambardi menginventarisir tiga golongan yang menjadi aktor hoaks yaitu, mereka yang memiliki tujuan politik, pihak yang mempunyai tujuan komersil, dan kelompok avonturir.

Kelompok satu dan dua, ditengarai dari reproduksi yang tinggi dan sistematis karena bertujuan meraup keuntungan. Sedangkan kelompok avonturir umumnya bersifat individual dan sporadis, sehingga informasi yang mereka buat pun cenderung sekadarnya.

Mengantisipasi maraknya kemunculan aktor hoaks, ia menegaskan fungsi produksi informasi yang benar, akurat, dan sehat. Sebab, kala informasi tidak betul, maka keputusan politik yang diambil kerap dibuat dengan opsi yang keliru. Alhasil, nilai demokrasi pun jadi pertaruhan di sini.

"Keputusan yang benar selalu berdasarkan informasi yang akurat," katanya dalam diskusi bertajuk 'Mengungkap Aktor-Aktor Politik Hoaks di Tahun Politik", yang dihelat Digital Culture Syndicate, di Bakel Koffie, Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (14/3).