Tingkat kepuasan atas kinerja Jokowi-Ma'ruf turun, Indikator: Harus bunyikan alarm

Burhanuddin bilang, presiden-wapres harus waspada dan bunyikan alarm karena kepuasan terhadap keduanya turun dibanding April.

Jokowi-Ma'ruf sebelum Pilpres 2019/Foto Antara

Survei nasional Indikator Politik Indonesia menyatakan tingkat kepuasan terhadap kinerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengalami penurunan 5% dari survei terakhir pada April 2021. Penurunan kepuasan terhadap Jokowi ini sangat dipengaruhi oleh pemberlakuan penerapan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).

Survei dengan menggunakan wawancara tatap muka ini dilakukan pada 30 Juni sampai 4 Agustus 2021. Survei dilakukan dengan 1.220 responden yang dipilih secara acak dengan tingkat kepercayaan 95% dan margin of error 2,9%.

"Ada tren penurunan kepuasan terhadap Pak Jokowi. Saat survei dilakukan, itu dalam kondisi pemberlakuan PPKM. Jadi ada dampak PPKM terhadap penurunan kepuasan terhadap kinerja Presiden," kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi dalam rilis daring, Rabu (25/8).

Burhanuddin menjelaskan, secara umum tingkat kepuasan terhadap Presiden Jokowi sebesar 52% dan angka jumlah responden yang menyatakan tidak puas sebesar 31,4%. Menariknya, dalam survei yang sama tingkat kepuasan terhadap kinerja Wakil Presiden Ma'ruf Amin sangat rendah. Berbeda dengan Jokowi yang masih di atas angka 50%, kepuasan publik terhadap Ma'ruf Amin hanya sebesar 43, % dan jumlah ketidakpuasan sebesar 38,6%.

"Bagaimanapun, untuk Wapres ini kepuasannya sudah di bawah 50%. Ada pola di mana kepuasan terhadap Presiden lebih tinggi daripada Wapres. Ini masukan baik dari publik ya, mungkin publik minta agar Wapres lebih aktif lagi membantu Presiden. Saya kira Pak Ma'ruf Amin sudah bekerja tapi mungkin dari sisi frekuensi ataupun sosialisasi lebih banyak dilakukan lagi agar masyarakat tahu," ungkap Burhanuddin.

Di sisi lain, meski tingkat kepuasan terhadap Jokowi masih di atas 50%, namun mantan Wali Kota Solo itu harus tetap membunyikan alarm tanda bahaya. Pasalnya, kata Burhanuddin, angka 50% merupakan angka psikologis. Jika kepercayaan masyarakat berada di bawah itu, siapa pun presiden harus waspada.