KPK bantah mendukung pemilu tak langsung

Sebanyak 122 perkara korupsi DPRD yang ditangani KPK jadi indikasi, korupsi selalu berkelindan dengan persoalan anggaran dan wewenang.

Ilustrasi seorang warga yang menyalurkan hak pilihnya dalam pemilihan umum yang bersifat langsung./ Garudayaksa

“Tidak tepat jika kita mengkambinghitamkan sistem pilkada langsung yang sudah kita pilih sebelumnya, sebagai salah satubentuk proses demokrasi di Indonesia seolah menjadi penyebab korupsi,” kata juru bicara KPK, Febri Ardiansyah, Selasa (10/4).

Meski ia tak memungkiri, kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah acap kali terjadi. Sejak awal 2018 saja, telah muncul delapan kasus korupsi yang menyeret kepala daerah. Beberapa di antaranya bahkan ada yang menjadi pesakitan KPK kendati masih berstatus sebagai pemimpin aktif. Terakhir tadi malam (9/4) Gubernur Zumi Zola ditetapkan sebagai tahanan KPK, usai menjalani pemeriksaan sejak pukul 10.00.

Tak hanya pemimpin daerah, belakangan ini KPK mengumumkan 38 nama DPRD Sumatera Utara yang ditetapkan sebagai tersangka. Sampai saat ini KPK masih terus melakukan pemeriksaan saksi terkait.

Persoalan tersebut membuat Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengusulkan agar kepala daerah dipilih oleh DPRD. Kementerian Dalam Negeri pun sepakat dengan DPR untuk mengevaluasi pelaksanaan pilkada langsung seperti dilansir Antara.

Febri lantas membantah tegas jika lembaga antirasuah ini disebut-sebut menjadi motor yang mengusulkan pemilihan tak langsung.