Menimbang urgensi RUU Perlindungan Ulama

RUU Perlindungan Ulama sempat diwacanakan elite politik PKS pada kampanye Pilpres 2019.

Sejumlah mahasiswa dari berbagai kampus dan organisasi masyarakat di Kendari melakukan long march dengan membawa atribut saat aksi damai bela ulama dan mahasiswa di depan kantor DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara, Kendari, Sulawesi Tenggara, Jumat (25/10). /Antara Foto

Rencana Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengusulkan RUU Perlindungan Ulama, Tokoh Agama, dan Simbol Keagamaan, mendapatkan respons dari sejumlah pihak. Mereka menilai tidak ada urgensi memiliki undang-undang seperti itu.

Wakil Sekretaris Jenderal DPP PPP Achmad Baidowi mempertanyakan urgensi memiliki undang-undang untuk melindungi pemuka agama. Apalagi Indonesia sudah memiliki Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

"Kita jangan terlalu banyak membentuk UU. Soal kriminalisasi ulama itu, lihat apa persoalnnya," kata Baidowi kepada Alinea.id di Jakarta, Selasa (19/11).

Kendati hanya sebagai sebuah usulan, tetapi Awiek, sapaan akrabnya, mengatakan harus tetap melihat substansi RUU, jangan sampai masyarakat terjebak oleh judul.

"Kayak kasus Habib Bahar kemarin. Apakah masuk pidana, kriminaliasi ulama, atau pidana? Jangan sampai nanti dia menggunakan ulama untuk membungkus perilakunya," ujar Awiek.