Mulyanto sebut pembahasan RUU EBT berpotensi cacat hukum

Pemerintah dipandang tidak serius membahas RUU EBT.

Ilustrasi, pemerintah akan membangun pembangkit listrik berbasis EBT dengan total kapasitas mencapai 22 GigaWatt (GW) yang diperkirakan menghabiskan biaya cukup besar. Foto PLN

Anggota Komisi VII DPR, Mulyanto, menilai pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBT) berpeluang cacat hukum karena prosedur administrasinya tidak sesuai dengan ketentuan pembentukan perundang-undangan.

Mulyanto menyebut, sejak awal prosedur pembahasan RUU EBT ini bermasalah. Sebab, surat presiden kepada DPR terkait pembahasan RUU EBT tidak disertakan dengan daftar inventarisasi masalah (DIM).

Padahal, kata dia, sesuai ketentuan undang-undang, presiden harus menjawab surat DPR terkait usulan pembahasan RUU paling lambat 60 hari sejak surat dikirimkan. Dalam waktu 2 bulan tersebut sudah harus dikirimkan surat presiden lengkap dengan DIM terkait materi pembahasan.

"Tapi faktanya sampai 120 hari presiden belum mengirimkan DIM untuk dibahas. Dalam rapat kerja Komisi VII DPR RI dengan Pemerintah, Menteri ESDM menyampaikan DIM akan disampaikan menyusul. Kalau tanpa DIM terus apa yang mau dibahas?" ujar Mulyanto kepada wartawan, Kamis (15/12).

Wakil Ketua FPKS DPR itu menilai, pemerintah tidak serius membahas RUU EBT. Padahal, dalam konferensi G20 belum lama ini, pemerintah terkesan sungguh-sungguh menyiapkan peta jalan pemanfaatan energi bersih. Ironisnya, kata dia, untuk membahas RUU EBT saja pemerintah malah asal-asalan.