Pemerintah diminta mewaspadai potensi perang asimetris 

Pemerintah diminta menyusun legislasi komprehensif guna mencegah perang asimetris.

Direktur Ekstekutif CISS Ngasiman Djojonegoro (kiri), Ketua Puskopal Firman Jaya (tengah kiri), dan anggota Komisi I DPR RI Bobby Aditya (tengah kanan) dalam diskusi publik bertajuk 'Ancaman Keamanan Nasional di Tengah Perang Asimetris' di Kantor KNPI, Menteng, Jakarta, Rabu(24/7). Alinea.id/Kudus Purnomo Wahidin

Anggota Komisi I DPR RI Fraksi Golkar Bobby Aditya Rizaldy, menilai perang asimetris potensial terjadi di Indonesia. Tak lagi mengandalkan senjata, menurut Bobby, musuh bisa mengancam Indonesia dengan menyebarkan gagasan-gagasan untuk melemahkan stabilitas nasional. 

Perang asimetris, lanjut Bobby, terbukti terjadi di sejumlah negara di Timur Tengah semisal Libia dan Irak. Perang asimetris digelar melalui tiga tahapan. Pada tahap pertama, lewat penyebarluasan isu kesenjangan untuk menimbulkan kesan ketidakadilan pemimpin negara terhadap rakyat.

"Ini arahnya agar rakyat itu distrust terhadap pemimpinnya. Jika ini telah berhasil, maka itu bisa memicu ke hal lain," ujarnya dalam sebuah diskusi di kantor Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), Menteng, Jakarta, Rabu (24/7).

Setelah itu, isu diarahkan menjadi wacana penggulingan pemimpin yang menjadi tarrget. "Dengan cara mobilisasi di media sosial dengan narasi yang bersifat menjatuhkan pemimpin yang ditarget. Ini seperti yang dialami oleh Moammar Khadafi di Libia," jelas dia. 

Pada tahapan selanjutnya, dalang perang asimetris kemudian menyusun skema penguasaan sumber daya di negara yang telah dikuasai untuk diprivatisasi. "Nah, itu yang terjadi sama Khadafi. Jadi, saat Khadafi itu jatuh, kilang minyak dikuasai sama Amerika," ujarnya.