Pengamat: Survei politik jadi ajang kampanye terselubung, rusak demokrasi

Maraknya lembaga survei abal-abal tak lepas dari politik transaksional.

Sejumlah bendera partai politik nasional yang dipasang di jembatan Pantee Pirak, Kota Banda Aceh, tahun 2019/Antara Foto.

Pemerhati politik dan kebangsan, Rizal Fadillah menyebut kehadiran lembaga survei menjelang perhelatan pemilihan umum (pemilu) bisa merusak demokrasi. Rizal berujar, survei yang tidak kredibel justru menjadi sumber hoaks dan penggiringan opini.

"Karena itu perlu dikritisi, lembaga survei ini perlu diawasi, kalau tidak dia jadi lembaga hoaks, penggiring opini. Jadi itu perusak demokrasi. Mencari aspirasi publik tapi sebenarnya sedang merusak demokrasi," kata Rizal dalam webinar, Selasa (15/6).

Rizal mengatakan, munculnya lembaga survei abal-abal tak lepas dari politik transaksional yang kuat di Tanah Air. Padahal, kata dia, demokrasi harus dibangun berdasarkan kedaulatan rakyat, di mana suara didapat secara obyektif, sehingga tidak muncul bias.

Menurutnya, meski survei merupakan salah satu cara untuk mencari suara sebagian dari masyarakat, namun faktor biasnya juga cukup besar. "Survei itu kampanye terselubung, kalau lembaganya tidak kredibel, tidak punya integritas, dia bisa melakukan transaksi tadi, karena memang politik kita transaksional," ujar Rizal.

Oleh karena itu, Rizal mendorong agar survei politik diatur dalam regulasi, termasuk membentuk lembaga pengawasan dan diaudit seluruh transaksi keuangannya. "Nah, publik juga harus dimotivasi untuk membentuk lembaga pemantau survei," jelasnya.