Sikapi UU KPK, Jokowi dianggap pilih berkomplot dengan DPR

Saat ini hal yang menjadi prioritas utama Jokowi adalah mempertahankan kekuasaannya.

Presiden Joko Widodo (kedua kanan) mengikuti sesi pleno KTT ke-35 ASEAN di Bangkok, Thailand. Antara Foto

Pengamat politik dari Exposit Strategic, Arif Sutanto, mengatakan sikap Presiden Joko Widodo yang menolak menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan ia merupakan tawanan politik.

Pasalnya, Arif menilai, saat ini hal yang menjadi prioritas utama bekas Gubernur DKI Jakarta itu mempertahankan kekuasaannya. Karena itu, Jokowi disebutnya bersekongkol dengan sejumlah elite untuk kepentingannya tersebut. Sebagai imbalannya, Jokowi lantas bersedia mengakomodasi kepentingan-kepentingan khusus para elite tersebut.

Menurut Arif, para elite saat ini sebetulnya berbeda pendapat terkait kekuasaan yang berada di tangan Jokowi. Namun demikian, mereka satu suara ketika melakukan upaya pelemahan terhadap KPK dengan merevisi  UU Nomor 30 Tahun 2002. 

Jokowi, kata Arif, sebetulnya menyadari risiko kecaman dari publik ketika menyetujui revisi UU KPK. Namun demikian, Jokowi berpandangan kecaman publik dinilai lebih mudah dihadapi dari dibandingkan dengan tekanan elite politik dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI)

“Karena itu, dia memilih bersama DPR untuk menyandera negara,” kata Arif Sutando dalam sebuah diskusi di Jakarta pada Senin (4/11).