Wacana 3 periode, eks Ketua MK bicara tafsir Pasal 7 UUD 45

Norma teks dalam Pasal 7 UUD 45 tentang masa jabatan presiden tak bisa ditafsirkan lain.

Mantan Ketua Mahakamah Konstitusi periode 2013-2015, Hamdan Zoelva saat diwawancara wartawan sebelum pandemi/Alinea.id

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2013-2015, Hamdan Zoelva menyatakan, penafsiran Pasal 7 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 tentang Masa Jabatan Presiden mentok atau tidak ada tafsiran lain.

“Nah, Pasal 7 ini, untuk mengubah menjadi tiga periode atau tiga setengah periode ‘mentok’, sudah tidak bisa diapa-apain,” ujar Hamdan Zoelva pada kuliah umum yang disiarkan secara virtual via Salam Radio, Selasa (11/9).

Ini disampaikan Hamdan Zoelva menyusul banyaknya tafsiran atas pasal tersebut. Ia melanjutkan, saat dirumuskan oleh Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), masa jabatan presiden disebutkan hanya lima tahun.

Ia menambahkan, pemaknaan pasal itu dalam praktik tata negara diartikan secara luas. Bahkan, melalui Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPRS) 1963 berdasarkan Pasal 7 tersebut, dapat menetapkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup.

“Saya tidak melihat itu salah atau benar, tapi itu praktik tata negara kita yang berdasarkan teks konstitusi yang berlaku saat itu,” ujar Hamdan Zoelva.