Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Cindy Monica mendorong pemerintah menstabilkan harga beras di tingkat konsumen. Pasalnya, harga beras di berbagai daerah meningkat meskipun cadangan beras nasional diklaim dalam kondisi sangat mencukupi.
Data per 10 Juni 2025 menunjukkan harga beras medium telah menembus Rp13.772 per kilogram (kg), melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET) sebesar Rp12.500 per kg. Sementara, beras premium mencapai Rp15.725 per kg, melebihi HET Rp14.900 per kg. Lebih dari 133 kabupaten/kota terdampak, bahkan di beberapa wilayah, harga beras dilaporkan telah menyentuh angka Rp50.000 per kg.
“Ini adalah anomali yang tidak bisa dibiarkan. Ketika stok cadangan beras pemerintah (CBP) sudah mencapai 4 juta ton, maka kenaikan harga ini jelas menunjukkan adanya masalah serius dalam distribusi," kata Cindy, baru-baru ini.
Cindy bilang, pemerintah harus segera turun tangan. Tidak hanya menghitung stok, tapi memastikan beras benar-benar sampai ke masyarakat dengan harga terjangkau.
Dia mendesak pemerintah, terutama melalui Perum Bulog untuk segera memperluas dan mempercepat pelaksanaan program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). Operasi pasar harus dilakukan secara terukur, cepat, dan tepat sasaran, demi menahan laju inflasi pangan, serta menjaga daya beli masyarakat, terutama kelompok rentan.
“Yang dibutuhkan saat ini adalah kecepatan dan ketepatan distribusi. Jangan sampai masyarakat kecil menjadi korban dari kelambanan antisipasi dan lemahnya koordinasi,” lanjut Politisi Fraksi Partai Nasdem ini.
Dia juga menekankan fenomena itu bertentangan dengan hukum dasar ekonomi supply and demand.
“Jika stok melimpah, harga seharusnya turun atau setidaknya stabil. Ini jelas menunjukkan adanya bottleneck di sistem distribusi kita. Bisa jadi ada inefisiensi, penumpukan stok, atau bahkan potensi penimbunan," ujar politisi asal Sumatera Barat ini.
Dia mendorong pemerintah mengambil langkah konkret dalam dua tahap, yakni jangka pendek, segera melakukan bantuan langsung kepada kelompok rentan, baik di pedesaan maupun perkotaan agar mereka tidak semakin tertekan untuk memenuhi kebutuhan pokok. "Percepat pula operasi pasar sebagai langkah antisipatif, bukan reaktif," ujarnya.
Adapun untuk jangka menengah, diperlukan evaluasi menyeluruh terhadap rantai distribusi beras, identifikasi titik-titik inefisiensi dan hambatan, serta modernisasi alat distribusi agar beras bisa lebih cepat dan efisien sampai ke tangan konsumen.
“Surplus produksi beras tidak akan membanggakan bila rakyat tidak ikut merasakan surplus itu di dompet dan di meja makan mereka. Apa gunanya gudang penuh jika perut anak-anak kita tetap kosong,” tegas Cindy.