Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) menyebut kebutuhan batu bara untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Indonesia baik untuk Independent Power Producer (IPP) dan PT PLN (Persero) secara total mencapai sekitar 11 juta per bulan. Atau jika ditotal mencapai 130-an juta ton per tahun.
Ketua APLSI Arthur Simatupang menjelaskan dari sisi IPP kapasitas terpasangnya mencapai sekitar 17 giga watt (GW). Jika diterjemahkan dalam kebutuhan batu bara per tahun mencapai sekitar 51 juta ton, atau 4,2 juta ton per bulan.
Sementara kebutuhan PLN dengan kapasitas terpasang sekitar 17,5 GW, membutuhkan batu bara sekitar 68 juta ton per tahun. Atau sekitar 5,7 juta ton per bulannya.
"Kalau di total kebutuhan batu bara untuk listrik dalam negeri itu sekitar 11 juta ton per bulan, belum ditambah kebutuhan pembangkit industri yang sifatnya captive," ucapnya dalam program acara Energy Corner, Senin (10/1).
Jika ditotal secara nasional kebutuhan batu bara nasional selama satu tahun mencapai 130 juta ton atau 11 juta ton per bulan, ini untuk inventory aman 15-20 hari operasi (HOP).
"Desember, Januari, terjadi beberapa PLTU di bawah dari jumlah hari yang dibutuhkan untuk pastikan tidak ada pemadaman," jelasnya
Stok batu bara di PLTU menurutnya ada yang sampai 5 hari dan mendekati 10 hari. Beberapa faktor yang mempengaruhi menurutnya seperti cuaca dan realisasi produksi batu bara nasional 2021 yang tidak mencapai target.
"Memang kita butuhkan koordinasi yang lebih ketat antara demand yang sifatnya jangka pendek dan panjang," lanjutnya.
Berdasarkan data Minerba One Data Indonesia (MODI) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dikutip hari ini, Senin (10/1) produksi batu bara nasional sepanjang tahun 2021 hanya mencapai 606,5 juta ton atau 97,04% dari target 625 juta ton.
Sementara untuk Domestic Market Obligation (DMO) tahun 2021 hanya mencapai 63,47 juta ton atau 46,16% dari target 137,5 juta ton.