sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

BUMN Karya: Di antara utang jumbo, korupsi dan rencana konsolidasi

BUMN Karya dengan proyek yang besar menimbulkan beban utang yang tinggi dan godaan korupsi.

Qonita Azzahra
Qonita Azzahra Minggu, 14 Mei 2023 17:37 WIB
BUMN Karya: Di antara utang jumbo, korupsi dan rencana konsolidasi

Hingga saat ini, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Karya masih saja bergelut dengan dua masalah serius; jeratan kasus korupsi dan utang yang menggunung. Soal korupsi, akhir bulan lalu Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Direktur Utama PT Waskita Karya (Persero) Tbk. Destiawan Soewardjono sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyimpangan atau penyelewengan penggunaan dana anak usaha Waskita Karya PT Waskita Beton Precast pada 2016-2020. Dari kasus ini, negara diperkirakan mengalami kerugian sebesar Rp2,5 triliun.

Belum selesai kasus Waskita, pada Kamis (11/5), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur Utama (Dirut) dan Direktur Keuangan PT Amarta Karya (Persero) Catur Prabowo dan Trisna Sutisna sebagai tersangka dalam kasus korupsi subkontraktor fiktif sejak tahun 2018-2020. Pada kasus ini, KPK menduga ada sekitar 60 proyek pengadaan perusahaan dengan kode saham AMKA ini yang disubkontraktorkan secara fiktif.

“Akibat perbuatan kedua tersangka tersebut, diduga mengakibatkan kerugian negara sejumlah sekitar Rp46 miliar,” kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dalam konferensi pers, Kamis (11/5).

Menanggapi dua kasus korupsi anyar ini, Associate Partner Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Research Group Lembaga Management Universitas Indonesia (LMUI) Toto Pranoto bilang, salah satu penyebab terjadinya korupsi pada tubuh BUMN Karya ialah besarnya beban kerja perusahaan-perusahaan konstruksi milik negara itu. Bagaimana tidak, selain harus menghasilkan untung dari proyek investasi milik sendiri, perusahaan BUMN konstruksi juga diwajibkan menggarap proyek infrastruktur dari pemerintah.

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak (tengah) mengumumkan dua tersangka pada kasus dugaan korupsi terkait proyek pengadaan subkontraktor fiktif di PT Amarta Karya Persero 2018-2020. Alinea.id/Gempita Surya.

Dengan kondisi modal kerja (ekuitas) terbatas, manajemen perusahaan BUMN Karya pun mau tak mau harus mencari sumber pembiayaan alternatif. Cara yang paling banyak dilakukan adalah dengan skema utang, baik utang langsung kepada perbankan maupun melalui penerbitan surat utang (obligasi).

“Semakin tinggi nilai suatu proyek yang dijalankan oleh suatu perusahaan BUMN karya, semakin besar juga godaan para direksi untuk melakukan penyalahgunaan wewenang. Meskipun modal yang didapat dari utang,” kata Toto, saat dihubungi Alinea.id, Rabu (10/5).

Oleh karenanya, untuk menghindari fraud pada perusahaan BUMN konstruksi, pengawasan internal dan eksternal menjadi hal terpenting agar perseroan tetap bisa menjalankan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) dengan optimal. Kata Pengamat BUMN itu, setidaknya ada beberapa lapis pengawasan kepada perusahaan BUMN. 

Sponsored

Pertama, pengawasan dari dewan komisaris melalui dewan komite audit sebagai pengawas internal, selanjutnya pengawasan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai pengawas eksternal. Namun, dengan korupsi yang telah berlangsung sejak bertahun-tahun lalu, Toto menyangsikan adanya pengawasan ketat, terutama dari pengawas internal pada dua BUMN Karya yang kini tengah terlilit kasus korupsi, Waskita Karya dan Amarta Karya. 

“Soal pengawasan eksternal, bisa jadi BPK sudah mengendus adanya fraud pada BUMN Karya ini, tapi kembali lagi, apakah sudah dilakukan atau belum kita juga tidak tahu karena buktinya korupsi masih terjadi sampai berlarut-larut,” ujarnya.

Utang jumbo

Sementara itu, selain membuka ruang korupsi bagi para direksi, proyek-proyek besar BUMN konstruksi juga menyisakan utang jumbo bagi perusahaan. Dari empat BUMN konstruksi besar yang melantai di Bursa Efek Indonesia yaitu Waskita Karya, PT PP, Wijaya Karya, dan  Adhi Karya, tercatat memiliki utang mencapai Rp214,23 triliun pada kuartal-I 2023. Sedangkan di sepanjang tahun 2022, total utang lima perusahaan konstruksi pelat merah yang meliputi Waskita Karya, PT PP, Wijaya Karya, Adhi Karya, dan Hutama Karya mencapai Rp287,03 triliun.

Dari total utang hingga akhir kuartal-I 2023, paling besar disumbang oleh Waskita Karya. Merujuk laporan keuangan perseroan, liabilitas perusahaan dengan kode saham WSKT ini tercatat sebesar Rp84,37 triliun, jumlah ini lebih besar dari utang yang harus ditanggung perusahaan di sepanjang 2022, yakni senilai Rp83,98 triliun.

Perusahaan BUMN kontraktor selanjutnya yang memiliki tanggungan utang jumbo ialah Wijaya Karya, dengan nilai total Rp55,8 triliun. Jumlah ini hanya selisih tipis dari total liabilitas perseroan pada tahun 2022, yakni Rp57,57 triliun. Tidak hanya itu, jumlah utang emiten berkode saham WIKA ini pada tiga bulan pertama 2023 juga telah mencapai 76,7% dari total asetnya yang sebesar Rp72,7 triliun.

Kemudian, total utang PT PP per 31 Maret 2023 adalah sebesar Rp43,81 triliun, setara 74,7% dari total asetnya yang berjumlah Rp58,7 triliun. Sementara itu, liabilitas Adhi Karya pada periode yang sama mencapai Rp30,29 triliun, lebih rendah dari utang yang tercatat hingga 31 Desember 2022 yang senilai Rp31,16 triliun. Selain itu, utang Hutama Karya di sepanjang 2022 tercatat mencapai Rp71,53 triliun, menjadikannya perusahaan BUMN konstruksi yang memiliki utang jumbo setelah WSKT.

“Dari total utang itu, utang terbesar BUMN karya bukan ke subkontraktor, tapi ke bank,” jelas Direktur Eksekutif Sinergi BUMN Institute Achmad Yunus, kepada Alinea.id, Kamis (11/5).

Waskita Karya misalnya, jika melihat laporan keuangan perseroan, komponen liabilitas WSKT paling besar adalah utang bank jangka panjang dari pihak berelasi, yang mencapai Rp28,06 triliun. Sementara itu, outstanding utang obligasi neto jangka pendek Rp5,2 triliun, utang obligasi neto jangka panjang Rp5,46 triliun, dan obligasi jangka menengah sebesar Rp725 miliar.

Ilustrasi salah satu proyek Waskita Karya. Facebook Waskita Karya.


Sama halnya dengan WSKT, utang bank Hutama Karya pun menjadi yang terbesar di antara komponen liabilitas perseroan lainnya. Di mana menurut laporan keuangan perusahaan, utang jangka pendek bank mencapai Rp843,91 miliar dan utang bank jangka panjang sebesar Rp27,37 triliun. Kemudian ada pula utang obligasi jangka panjang Rp7,32 triliun dan utang sukuk mudharabah Rp809,23 miliar.

Dengan beberapa perusahaan tengah mengalami masalah hukum dan gelembung utang yang kian besar, penyehatan BUMN karya semakin mendesak untuk dilakukan. Sebab, jika upaya penyehatan tidak segera dilakukan, kinerja keuangan perusahaan akan semakin babak belur.

Menyembuhkan BUMN Karya

Sebagai langkah penyehatan perusahaan-perusahaan pelat merah konstruksi ini, Kementerian BUMN pun tengah bersiap merombak BUMN-BUMN karya yang 'sakit'. Rencananya, proses konsolidasi bagi perusahaan BUMN berskala kecil yang memiliki kinerja keuangan buruk akan diserahkan kepada PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) dan Danareksa.

"Konsolidasi (BUMN) karya dipastikan akan terjadi, yang mana belum jadi keputusan. Akan tetapi, framework sepertinya yang ada di PPA-Danareksa karena yang kecil-kecil, dimerger," kata Menteri BUMN Erick Thohir, di Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (3/5).

Sedangkan BUMN konstruksi dengan skala besar juga akan dikonsolidasikan sendiri, dengan sistem kepemilikan. Rencananya, PT Hutama Karya (Persero) akan digabungkan dengan PT Waskita Karya (Persero) dan PT PP (Persero) digabungkan dengan PT Wijaya Karya (Persero).

"Seperti Bank Mandiri punya BSI (Bank Syariah Indonesia) padahal di bawahnya merger," imbuhnya.

Meski begitu, Erick menegaskan, rencana konsolidasi BUMN karya ini masih belum pasti dan masih akan dibahas lebih lanjut lagi. Namun yang pasti, konsolidasi perusahaan konstruksi pelat merah ini dilakukan dengan tujuan untuk menyehatkan kondisi keuangan perseroan yang saat ini kompak dalam keadaan amblas.

Selain itu, konsolidasi juga dimaksudkan agar perusahaan-perusahaan BUMN karya yang ada nantinya dapat memiliki keahlian masing-masing. "Kita tetap melakukan konsolidasi sesuai dengan buku biru dua tahun lalu, itu dibangun Boston Consulting Group. Kita sudah review, sebaiknya karya-karya ini dari 9 jadi 4," ujarnya.

Laba (Rugi) beberapa BUMN Karya 2018-2023 (Rp triliun)

BUMN Karya

2018

2019

2020

2021

2022

Q1 2023

Pendapatan

Laba/Rugi

Pendapatan

Laba/Rugi

Pendapatan

Laba/Rugi

Pendapatan

Laba/Rugi

Pendapatan

Laba/Rugi

Pendapatan

Laba/Rugi

PT Adhi Karya

15,66

0,64

15,31

0,66

10,83

0,02

11,53

0,06

13,55

0,08

2,66

0,008

PT Amarta Karya (Persero)

0,75

0,009

0,55

0,004

0,32

(0,01)

-

-

-

-

-

-

PT Brantas Abipraya (Persero)

4,72

0,36

3,64

0,28

2,44

0,034

2,66

0,058

-

-

-

-

PT Hutama Karya (Persero)

26,75

2,29

26,39

1,82

23,40

(2,06)

20,48

(2,45)

24,20

(1,37)

-

-

PT Nindya Karya (Persero)

6,23

0,27

5,78

0,22

3,62

0,04

4,42

0,07

-

-

-

-

PT PP (Persero) Tbk

25,11

1,95

24,65

1,2

15,83

0,16

16,76

0,27

18,92

0,27

4,36

0,034

PT Wijaya Karya (Persero) Tbk

31,15

1,73

27,77

2,51

16,53

0,19

17,81

0,12

21,48

(0,06)

4,35

(0,53)

PT Waskita Karya (Persero) Tbk

48,78

3,96

31,38

0,94

16,19

(7,36)

12,24

(1,09)

15,30

(1,1)

2,73

(0,38)

Keterangan:

Pada tahun 2022, Nindya Karya digabungkan dengan 9 BUMN lain menjadi Holding Danareksa

Sumber: Laporan Keuangan Masing-Masing Perusahaan

Sementara itu, pada kesempatan terpisah, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengungkapkan, perbaikan BUMN karya sudah mulai dilakukan pada WSKT, yakni melalui restrukturisasi utang baik dari perbankan maupun pemilik obligasi. Oleh karenanya, perlakuan setara (equal treatment) jadi langkah yang diambil kepada para pemberi pinjaman. Restrukturisasi ini dilakukan menyusul gelembung utang WSKT yang kian membesar sejak Pandemi Covid-19.

"Mereka dulu terlalu agresif, kemudian enggak menyangka kalau Corona terjadi. Setelah itu, ternyata target-target mereka, jalan tol yang mereka punya (harapannya) bisa terjual, sehingga pengembalian terhadap target mereka enggak tercapai. Makanya kita melakukan restrukturisasi," jelas Arya saat ditemui di Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (8/5).

Sementara terkait konsolidasi BUMN karya, anggota komite eksekutif Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) ini bilang, sampai saat ini belum ada konsep pasti bagaimana peleburan perusahaan-perusahaan konstruksi pelat merah ini akan dilakukan. Namun yang pasti, kini pihaknya terus mempelajari dan memperhatikan arus kas (cash flow) dari masing-masing BUMN karya.

"Nanti kalau merger, setelah permodalan dan sebagainya makin baik, kita bisa saja tidak di Danareksa-PPA untuk yang kecil-kecil. Tapi semua belum pasti," tuturnya.

Direktur Eksekutif Sinergi BUMN Institute Achmad Yunus bilang, tak masalah pemerintah akan menggunakan cara apa untuk merekonstruksi BUMN karya. Sebab, baik merger atau holding adalah upaya serupa untuk mengkonsolidasikan BUMN konstruksi.

Lagi pula, selama ini pun pemerintah memberikan perlakuan hampir sama antara perusahaan konstruksi pelat merah dengan perusahaan konstruksi swasta. Pembedanya hanya terletak pada penugasan-penugasan atau kemudahan berupa biaya yang dapat dikompensasikan.

“Mau seperti apapun bentuk konsolidasi BUMN Karya, yang penting pemerintah harus mengembalikan BUMN Karya sebagai BUMN Konstruksi. Tidak dibebani investasi pembiayaan infrastruktur juga seperti hari ini,” katanya, saat dihubungi Alinea.id, Kamis (11/5).

Menurut Achmad, salah satu hal yang membuat BUMN karya kompak merugi sampai hari ini adalah tuntutan pemerintah agar perusahaan pelat merah tidak hanya sekadar mengerjakan infrastruktur nasional saja, tapi juga melakukan investasi dalam pembiayaannya. Belum lagi, proyek-proyek yang dikerjakan oleh perusahaan BUMN konstruksi pun terkadang juga kurang fisibel, sementara tidak ada insentif dana penugasan yang diberikan pemerintah.

Seorang pekerja berdiri di lokasi proyek tol Balikpapan-Samarinda di Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur. Foto Reuters/Willy Kurniawan.

Di sisi lain, antara satu BUMN karya dengan yang lainnya juga masih harus saling bersaing untuk mendapatkan tender konstruksi yang bernilai tinggi. Penyebabnya, adalah nihilnya pembagian ruang lingkup proyek yang bisa digarap antar perusahaan BUMN konstruksi.

“Misal, PP yang spesialis bangunan gedung, saat ini disaingi juga oleh Wika. Brantas Abipraya yang spesialis infrastruktur sumber daya air disaingi juga oleh Waskita. Akhirnya, pada proyek-proyek yang sama, masing-masing BUMN saling rebutan,” jelasnya.

Oleh karena itu, Achmad menyarankan, apapun bentuk konsolidasi BUMN karya nantinya, pemerintah harus dapat membuat batasan yang jelas pada proyek yang dapat dikerjakan oleh masing-masing BUMN konstruksi. Selain itu, masalah lain yang patut menjadi perhatian adalah terkait penanganan utang dari masing-masing BUMN karya.

Bagaimana tidak, ketika BUMN karya dimerger atau dilakukan pembenahan dengan bentuk konsolidasi lainnya, tidak akan serta merta menghapus utang yang ada. “Kecuali ada skema penghapusan piutang yang disepakati. Misal, untuk utang-utang ke BUMN, ada skema lain yang disiapkan oleh pemerintah,” imbuh dia.

Penghapusan piutang pun, lanjut Achmad hanya bisa berlaku jika krediturnya adalah sesama BUMN juga, dalam hal ini adalah bank-bank pelat merah seperti Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BRI, atau Bank BTN. Namun, langkah ini hanya bisa dilakukan jika ada kebijakan dari pemerintah saja.

“Kalau arah pembenahan perusahaan BUMN karya adalah untuk penyehatan, yang bisa dilakukan hanya dengan merestrukturisasi utang. Karena tambahan PMN (Penyertaan Modal Negara) tidak bisa dibuat bayar utang,” tegas Achmad. 

Hal ini pun diamini Associate Partner Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Research Group Lembaga Management Universitas Indonesia (LMUI) Toto Pranoto. Menurutnya, sebelum melakukan konsolidasi pada badan BUMN konstruksi, hal yang pertama dilakukan adalah perbaikan struktur utang perusahaan.

Selain melalui restrukturisasi, langkah paling memungkinkan untuk mengurangi total utang BUMN karya adalah dengan menjual aset yang sudah diselesaikan oleh masing-masing perusahaan. “Langkah lain, dengan mencari investasi dari beberapa lembaga investasi, seperti LPI (Lembaga Pengelola Investasi),” kepada Alinea.id, Rabu (10/5).
Ilustrasi Alinea.id/Aisya Kurnia.

Berita Lainnya
×
tekid