sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Core: Sudah 23 tahun, Indonesia masih di kelompok pendapatan menengah

Jika tidak diprioritaskan maka Indonesia akan sama seperti negara lain yang terjebak di negara pendapatan menengah selama 50 tahun.

Soraya Novika
Soraya Novika Selasa, 09 Apr 2019 19:03 WIB
Core: Sudah 23 tahun, Indonesia masih di kelompok pendapatan menengah

Center of Reform on Economics (Core) Indonesia menilai revitalisasi industri manufaktur sebagai kunci utama pendorong pertumbuhan ekonomi RI agar tidak terjebak dalam middle income trap.

"Jika pertumbuhan ekonomi Indonesia tertahan pada pertumbuhan 5% saja, maka Indonesia akan masuk ke dalam jebakan kelas menengah atau middle income trap, untuk menghindarinya Indonesia harus mendorong pertumbuhan ekonomi minimal 7% per tahun, yaitu dengan sektor industri manufaktur yang kuat," ujar Direktur Eksekutif Core Indonesia Mohammad Faisal di Hong Kong Cafe, Jakarta Pusat, Selasa (9/4).

Jika tidak diprioritaskan maka Indonesia akan sama seperti negara lain yang terjebak di negara pendapatan menengah selama 50 tahun.

"Kita (Indonesia) sudah selama 23 tahun ini berada di kelompok pendapatan menengah-bawah, jadi sektor ini harus diprioritaskan mengingat kita masih menikmati bonus demografi," katanya.

Di sisi lain Faisal menerangkan, faktor utama stagnasi pertumbuhan ekonomi RI selama ini, karena terjadinya ketimpangan ekonomi antar wilayah di Indonesia.

"Ketimpangan ekonomi antar wilayah di Indonesia selama 20 tahun terakhir masih tetap lebar, di mana distribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa masih yang terbesar dibanding pulau lainnya yaitu, mencapai hingga 59% kepada PDB nasional, kemudian Sumatera 21%, Kalimantan 8%, Sulawesi 6%, Bali dan Nusa Tenggara 3%, Maluku dan Papua 3%, jadi tidak ada perubahan, tidak ada shifting," tuturnya.

Untuk itu, dua kandidat calon presiden dan wakil presiden pilpres harus dapat lebih mengelaborasi revitalisasi industri manufaktur dalam lima tahun masa jabatannya ke depan seperti apa.

"Bagaimana program masing-masing capres dan cawapres ini dalam revitalisasi industri manufaktur harus dipaparkan secara rinci demi pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depannya, harus jadi agenda utama mereka, apalagi harga komoditas ekspor kita ke depan outlook-nya cenderung turun, baik CPO, gas, batu bara, dan tembaga," ucapnya.

Sponsored

Faisal menjabarkan upaya yang dapat ditempuh pemerintahan dalam mensukseskan revitalisasi industri tersebut, salah satunya lewat pembangunan industri hilir.

"Membangun industri hilir ini, bisa melalui industri turunan kayu sebab kita mempunyai bahan dasar banyak sekali, barang modal untuk industri ini pun besar sekali. Apalagi selama ini kita adalah salah satu eksportir terbesar kayu di dunia, kita nomor satu, loh," katanya.

Upaya lainnya ialah dengan mendorong higher value added industri manufaktur.

"Mencontoh Vietnam saja, mereka sejak 10 tahun terakhir sudah mengekspor manufaktur bernilai lebih, sedangkan kita masih yang nilainya medium," ujarnya.

Selain industri hilir, membangun industri hulu juga diperlukan. Dalam hal ini, Faisal mencontohkan terhadap kasus kebijakan TKDN untuk industri telepon seluler 4G LTE pada 2015. Saat itu, Indonesia gencar mengimpor industri tersebut yang akhirnya menguntungkan bagi penarikan investasi asing sehingga mampu memproduksi barang sendiri.

Selain itu, pemimpin nantinya juga harus fokus pada industri 4.0. Salah satunya ialah untuk mendorong daya saing RI dengan negara lain.

"Industri 4.0 perlu dioptimalkan lagi dan disesuaikan dengan serapan tenaga kerja dalam negeri, tenaga kerja sektor manufaktur sejak beberapa tahun ini menurun. Demikian juga dengan penyerapan tenaga kerja formal dan informal, sebagaian besarnya masih di sektor formal, industri 4.0 nantinya harus bisa menjawab tantangan ini," ucapnya.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid