sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kembalinya drive-in cinema, inovasi bisnis bioskop kala pandemi

Penutupan bioskop selama pandemi mendorong perubahan pola konsumen dalam menonton film.

Syah Deva Ammurabi
Syah Deva Ammurabi Rabu, 24 Jun 2020 18:09 WIB
Kembalinya drive-in cinema, inovasi bisnis bioskop kala pandemi

Menjelang sang surya kembali ke peraduannya, suasana Meikarta District 1, Lippo Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, semakin ramai. Beberapa pengunjung hilir mudik di pusat perbelanjaan. Yah, meskipun kedatangan pengunjung ini tak seramai sebelum pandemi Covid-19.

Sebagian pengunjung memarkirkan mobil seraya menonton film yang ditayangkan pada layar LED (Light Emitting Diode) raksasa di hadapannya. Mereka adalah pengunjung Meikarta Drive-Thru Dine-In yang ingin menikmati layanan teater kendara (Drive-In Cinema) dengan sajian kuliner dari berbagai gerai di Meikarta District 1. 

Ketika mobil masuk, petugas keamanan melakukan berbagai protokol kesehatan pandemi Covid-19, seperti pengecekan suhu tubuh, pemberian cairan penyanitasi tangan, dan pemeriksaan kapasitas penumpang. Kemudian pengunjung diarahkan untuk memesan makanan di pos selanjutnya sebelum memakirkan mobil di tempat yang disediakan. 

Model bioskop drive-in cinema ini memang sudah terdengar sejak beberapa waktu lalu. Pemberitaan aktivitas leisure economy ini bahkan viral di dunia maya. Salah seorang pengunjung, Alya, mengaku tertarik mendatangi bioskop terbuka itu. Ia bersama suami dan kedua anaknya langsung mendatangi Meikarta District 1.

“Viralnya aja kali ya. Kayaknya seru gitu. Penasaran aja,” ujar warga Bekasi tersebut dari dalam mobil, ketika ditemui Alinea.id Selasa (23/6).

Suasana Drive-Thru Dine-In Meikarta District 1, Lippo Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (23/6). Alinea.id/Syah Deva Ammurabi.

Dia mengaku keluarganya butuh hiburan lantaran bioskop konvensional masih ditutup akibat pagebluk. Sambil menonton, mereka melahap makanan yang mereka pesan. “Saya baru pertama kali ke sini,” kata wanita berusia kepala tiga ini.

Di masa pandemi, tak hanya PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK) yang terjun ke bisnis tersebut. Langkah serupa juga diambil PT A2Z Ergo Pratama (Ergo and Co), sebuah perusahaan penyelenggara acara (Event Organizer/EO). 

Sponsored

Ergo and Co berencana membuka drive-in cinema seluas 2,5 hektare di Kavling Tapal Kuda Edutown 2, Bumi Serpong Damai, Tangerang Selatan, pada minggu kedua Juli jika izin dari pemerintah sudah keluar. Perusahaan tersebut telah mempromosikan teater kendara mereka sejak Mei silam melalui akun instagram @ergoandco dan @driveincinemajkt. 

Drive-in cinema belakangan memang kembali marak saat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta. Dikutip dari berbagai sumber, cara menonton film seperti ini pertama kali tercatat dalam sejarah sekitar tahun 1915 di Meksiko. Ada pula yang menyebut bioskop kendara ini muncul pertama kali tahun 1933 di Amerika Serikat.

Indonesia sendiri pernah mempunyai drive-in cinema di kawasan Ancol pada era 1970 sampai 1980-an. Teater Kendara Pantai Binaria (sekarang bernama Ancol) di Jakarta adalah yang pertama di Indonesia dan bahkan di Asia Tenggara. Bioskop terbuka tersebut mulai dibuka pada 1970 atas prakarsa Ciputra, seorang konglomerat Indonesia yang wafat tahun lalu.

Namun, eksistensi teater kendara tak lagi terendus seiring perkembangan zaman. Kini, tak hanya di Indonesia, teater kendara juga mulai kembali populer di Amerika Serikat, Jerman, Korea Selatan.

Strategi bisnis baru

Kepala Hubungan Masyarakat Lippo Cikarang Jeffrey Rawis mengatakan, ide untuk mendirikan teater kendara ini sesungguhnya sudah ada sejak lebih dari enam bulan yang lalu. Kemudian, ide tersebut diwujudkan pada masa pandemi Covid-19 di area parkir Distrik 1 Meikarta tanpa adanya kegiatan peluncuran maupun ekspose. Menurutnya, konsep drive-thru yang dikembangkan perusahaannya dapat menjadi solusi alternatif untuk menonton film.

“Kita awalnya pertama heboh dari tiktok, twitter, instagram. Kita enggak pasang plang besar-besar, kita enggak kasih tahu dimana-mana,” ungkapnya ketika ditemui di Meikarta District 1, Selasa (23/6).

Menurutnya, keberadaan teater tersebut intinya bertujuan untuk mendongkrak penjualan gerai-gerai kuliner yang ada di Meikarta District 1 yang selama ini lesu terdampak pandemi Covid-19 sejak Maret silam. 

 Pelayan gerai kuliner Meikarta District 1 mengirimkan pesanan makanan kepada salah satu pengunjung, Selasa (23/6). Alinea.id/Syah Deva Ammurabi.

Berkat bioskop ini, dia mengklaim adanya kenaikan pengunjung sebesar 100% pasca dibukanya Drive-Thru Dine-In. Meski belum tentu semuanya datang belanja atau berkuliner, hanya 'kepo' dengan 'drive-in'.

“Pas 5 Juni dibuka, pengunjung memang membludak. Semuanya gratis,” ujarnya.

Kini, khusus di hari tertentu dan week end pihaknya akan menyajikan film pilihan. Namun, kali ini pihak Meikarta akan memasang tarif sebesar Rp100.000. Tarif itu dibayar untuk menonton film yang ditayangkan sekaligus mendapat paket makanan. Biaya tersebut berlaku untuk satu mobil, terlepas dari berapapun jumlah penumpangnya.

“Mereka cuma bayar untuk pesan makan, tapi itu wajib, terutama di film-film top tuh. Artinya mereka gratis menonton, tapi timbal baliknya pesan lah,” katanya.

Tiap satu kali penayangan, area teater kendara tersebut mampu menampung 100 mobil dan kerap penuh pada akhir pekan. Pada hari kerja, jumlah mobil yang datang dapat mencapai 30-40 buah tiap penayangan. Jeffrey mengungkapkan pengunjung tak hanya berasal dari Jabodetabek, tapi juga dari berbagai kota di Jawa Barat seperti Bandung dan Cirebon. 

“Ada pos pemeriksaan bahwa dia memenuhi syarat untuk masuk dan tidak melanggar protokol Covid-19,” katanya.

Dalam mengoperasikan teater kendaraan, pihaknya bekerjasama dengan sebuah perusahaan EO, Accoustic. Jasa penyelenggara ini menyediakan layar dan sistem suara (sound system), mengatur pemarkiran mobil, serta film yang akan ditayangkan.

Jeffrey mengaku pihaknya merogoh biaya operasional yang mencapai jutaan rupiah tiap harinya. Pengeluaran ini berasal dari layar LED dan sound system.

“Di Ancol drive-in zaman nenek moyang kita, buka kaca baru dengar suaranya, tarik kabel masuk dalam mobil ada speaker-nya. Kalau ini enggak, kita sudah buka channel radio. Kita buka 90.10 FM, keluarlah suara dari film itu,” ungkapnya.

Tiap hari, teater kendara Meikarta memutar tiga hingga empat film. Penayangan dilakukan pukul 14.00, 16.00, 19.00, dan 21.00 WIB. Film yang ditayangkan berasal dari dalam dan luar negeri. Adapun jadwal film yang ditayangkan dapat dilihat pada akun instagram @district1.meikarta.official. 

Jeffrey menjamin semua film yang ditayangkannya dapat ditonton oleh segala usia. Adapun soal hak tayang film juga menjadi komponen biaya yang besar dalam bisnis teater kendara, terutama untuk film impor. Sementara untuk film lokal dipasok dari rumah produksi Lippo Group (PT First Media Production) dan sejumlah produser Tanah Air.

Drive-thru menurut saya adalah alternatif untuk tidak mematikan industri perfilman. Sekarang dia enggak tahu mau tayang dimana. Cuma persoalannya produser. Ini produser atau pemasarannya mau minta berapa? Kalau harganya sama kayak bioskop, berat juga” ungkapnya.

Rencananya, teater kendara ini dibuka hingga 30 Juni mendatang. Namun bila minat masyarakat masih tinggi, Meikarta akan memperpanjangnya hingga 19 Juli mendatang. Jeffrey mengatakan pihaknya juga tak menutup kemungkinan untuk membuka teater kendara secara permanen.

Sementara itu, Pendiri Ergo and Co Adam Hadziq mengatakan niat awalnya membuka teater kendara adalah untuk mencari alternatif pendapatan lantaran sepinya permintaan di tengah kondisi PSBB. Di sisi lain, ia melihat masyarakat sudah mulai mengalami kejenuhan dalam melakukan isolasi diri di rumah dan membutuhkan hiburan di luar rumah.

“Akhirnya kita brainstorm (diskusi) bareng-bareng sama tim kreatif kita. Muncul lah ide nonton ini. Awalnya kita lihat pemuka agama bicara di depan audiens, tapi nontonnya dari mobil. Kita kepikiran bagaimana kalau kita bisa switch ke entertainment saja,” katanya kepada Alinea.id, Senin (22/6).

Pihaknya tengah melakukan sejumlah persiapan sebelum teater tersebut dibuka seperti perizinan lokasi, hak tayang film, serta audiovisual. Adam mengaku persiapan sudah mencapai 80%.

“Kita tidak bisa menyalahkan pemerintah karena pemerintah cukup hati-hati menangani ini. Banyak hal harus dipikirkan dan kita tidak akan bemain di area abu-abu. Kita tunggu pemerintah kasih izin, begitu keluar kita jalankan,” tegasnya.

Dia menjelaskan pihaknya tak hanya menawarkan tontonan film, tapi juga pengalaman yang berbeda dibandingkan bioskop konvensional. Apalagi, generasi milenial banyak yang belum merasakan pengalaman tersebut. 

Lantaran membutuhkan dana investasi yang besar, pihaknya menjalin kerjasama dengan berbagai sponsor. Adam mengatakan Ergo and Co tak berencana membuka teater tersebut secara permanen lantaran sudah ada pemain mapan yang menguasai pasar bioskop Tanah Air.

“Sebenarnya, secara timing ini juga tidak akan dibuat permanen. Jadi memang kita buat hanya untuk top up event. Ini tidak sampai satu minggu juga karena ini sebagai salah satu bentuk mutual level yang kita lakukan ketika pandemi. Kalau sampai permanen investasinya cukup besar,” terangnya.

Teater kendara besutannya akan mematok harga tiket kurang lebih sebesar Rp350.000. Biaya tersebut tak termasuk makanan dan minuman, namun pengunjung mendapat fasilitas lain, seperti masker gratis dan jasa pencucian kaca mobil. Pihaknya juga telah menjajaki kerjasama dengan perusahaan jasa tiket ternama.

Soal film yang akan diputar, Adam mengatakan genre yang ditawarkan bioskopnya relatif beragam, seperti family, animasi, drama, thriller, action, dan sebagainya dengan komposisi 60% film impor dan 40% film lokal. “Kita lihat impact-nya seperti apa. Selama cukup bagus, ke depannya bisa kita lakukan (buka teater kendara) kembali,” ungkapnya.

Bioskop konvensional mulai bersiap

Manajer Hubungan Masyarakat PT CGV Cinemas Indonesia (BLTZ) Hariman Chalid mengaku pihaknya sudah siap membuka kembali jaringan bioskopnya pada bulan Juli apabila sudah mendapatkan izin dari pemerintah. Bila sudah diizinkan beroperasi, pihaknya akan menayangkan film Hollywood terbaru seperti “Tenet” dan “Mulan” serta film-film dari Korea Selatan. 

“Kalau dari kita strateginya pertama harus mengikuti protokol kesehatan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Pemprov  juga akan mengeluarkan protokol kesehatan di tempat-tempat hiburan lebih spesifik lagi bioskop. Kita tunggu itu dan nanti akan dituangkan dalam Pergub (Peraturan Gubernur). Kita harus taati itu,” tegasnya melalui sambungan telepon, Senin (22/6).

Dia mengatakan persiapan pembukaan kembali bioskop sudah mencapai 90%. Ini meliputi sistem pengaturan kursi sesuai pedoman pembatasan sosial, penanda pemisahan jarak kursi penonton, penyiapan alat pelindung diri (APD) bagi para staf, serta proses rekrutmen pegawai baru.

“Pemasaran kita enggak muluk-muluk, yang paling penting kita kembalikan kepercayaan masyarakat bahwa menonton bioskop aman dan nyaman karena kita telah melakuan tindakan preventif untuk menghindari penyebaran virus corona,” terangnya.

CGV berencana membuka 10 cabang baru pada tahun 2020 di Pulau Jawa dan Sumatera, namun dia enggan mengatakan lokasinya secara spesifik. Menurutnya, pangsa pasar bioskop masih sangat luas lantaran jumlah gedung dan layar yang masih sedikit dibanding jumlah penduduk Indonesia.

Menurut data yang dihimpun oleh filmindonesia.or.id, jumlah gedung bioskop Indonesia baru mencapai 515 gedung per 24 Juni 2020. Jumlah ini tentu jauh lebih sedikit dari jumlah penduduk Indonesia yang diproyeksikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) mencapai 269,6 juta jiwa pada tahun yang sama.

Jumlah gedung bioskop per 24 Juni 2020 (Sumber: filmindonesia.or.id)
Perusahaan Jumlah Gedung
Cinema 21 313
CGV Cinemas 68
Cinemaxx (Cinepolis) 63
New Star Cineplex 26
Independen 20
Jaringan lainnya 25
Total 515
   

Menanggapi kemunculan sejumlah teater kendara, Hariman mengaku tak mempermasalahkannya. “Kita ingin buka akses seluas-luasnya untuk menonton bioskop karena masih banyak kabupaten/kota dan provinsi yang belum ada bioskopnya. Tujuan kita lebih kesana. Untuk drive-in belum berpikir ke sana sih,” terangnya.

Prospek bisnis bioskop pascapandemi

Lembaga riset statistik Statista memperkiran penjualan tiket bioskop di Indonesia hanya sebesar US$37,5 juta (Rp533,68 miliar) pada tahun 2020. Angka ini turun 33,4% dibandingkan tahun sebelumnya lantaran adanya pelarangan operasional bioskop selama pandemi virus korona baru.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara berpendapat industri bioskop memerlukan waktu lama lebih lama untuk pulih pascapandemi. Statista sendiri memprediksi pendapatan tiket bioskop di Indonesia baru akan pulih pada 2021 dengan pertumbuhan mencapai 105,7% dibandingkan tahun sebelumnya. 

Kondisi tersebut diperparah oleh tren menonton film tanpa melalui bioskop yang semakin kuat selama pandemi. Hal ini terlihat dari peningkatan trafik layanan streaming film selama pandemi yang biaya berlangganan dan akses data internetnya lebih murah dibandingkan dengan tiket bioskop. 

Misalnya, PT XL Axiata (Tbk) yang mencatat kenaikan trafik layanan streaming sebesar 66% yang mencakup film, musik, video, dan gim. Di sisi lain, hasil survei McKinsey pada akhir Maret menunjukkan alokasi waktu konsumen Indonesia untuk menonton film dan pertunjukan meningkat 50%.

”Seperti kasus di China pasca-pelonggaran lockdown ternyata bioskop yang sudah buka harus ditutup lagi karena sepi peminat,” kata Bhima melalui pesan singkat, Senin (23/6).

Perlambatan penjualan tiket bioskop juga dipengaruhi oleh berkuranganya daya beli masyarakat kelas menengah yang menjadi pangsa pasar utama bagi bisnis bioskop. 

“Salah satunya ada tekanan pada daya beli masyarakat kelas menengah. Itu juga jadi faktor perlambatan. Ketimbang memilih nonton film, mereka lebih memilih untuk saving dan pemenuhan kebutuhan pokok lebih dulu,” ujarnya.

Bhima berpendapat pelaku usaha bioskop perlu melakukan inovasi untuk menarik minat masyarakat, salah satunya dengan terjun ke bisnis bioskop drive-in. Nilai tambah lainnya dari model bioskop ini adalah memunculkan nostalgia bagi para penonton yang memiliki pengalaman menonton dari kendaraan pada dekade 1960-1980-an silam.

“Dari sisi biaya juga relatif murah, karena penyedia tidak perlu bayar listrik untuk AC dan kursi penonton misalnya. Ini pastinya akan menggeser bioskop yang konvensional,” jelasnya.

Sementara itu, Managing Partner Inventure Yuswohady berpendapat industri bioskop baru pulih satu hingga tiga tahun ke depan. Menurutnya, banyak orang yang masih takut untuk menonton film langsung di bioskop.

Dia menilai pengurangan kapasitas penonton bioskop akan memberatkan biaya operasional bioskop konvensional. Menurutnya, berkurangannya kapasitas penonton akan menggerus pemasukan bioskop, sehingga akan sulit mencapai break even point (impasnya jumlah pendapatan dan pengurangan).

“Menurut saya, memang agak suram masa depannya. Kalau mau mengembalikan minat orang datang ke bioskop dengan diskon tidak akan mempan karena yang menjadi concern pertama konsumen adalah keselamatan,” katanya kepada Alinea.id, Selasa (23/6).

Yuswohady menilai jaminan terlaksananya protokol kesehatan menjadi satu-satunya kunci bagi suksesnya bioskop di era pasca pandemi, baik bioskop konvensional maupun teater kendara.

“Kalau ada satu kasus, semua akan bumi hangus. Image bioskop menjadi sarang penularan Covid-19 akan terbentuk di masyarakat dan orang enggak akan berani (berkunjung),” pungkasnya.

Ancaman lainnya yang menimpa industri bioskop adalah semakin maraknya pelanggan layanan streaming film. Belum lagi, semakin banyak produser film yang memasarkan karyanya melalui layanan streaming dibandingkan bioskop. Terkait teater kendara, menurut Yuswoday, keberadaannya tak akan menggusur bioskop konvensional karena segmentasi pasar yang berbeda. 

Segmen pasar teater kendara lebih sesuai dengan kalangan menengah ke atas karena harganya yang mahal. Sedangkan bioskop konvensional lebih dapat menjangkau pasar yang lebih luas. “Drive-in bisa jadi solusi sementara, tapi bisa juga selamanya. Tergantung dari experience (pengalaman penonton) drive-in apakah mampu mengkompensasi kenikmatan bioskop secara konvensional?” ungkapnya.

Dia juga tak memungkiri harga tiket teater kendara relatif mahal. Menurutnya, ini terjadi karena besarnya nilai investasi lahan parkir mobil serta instalasi teknologi layar dan sound system. Oleh karena itu, dia memprediksi jumlah teater kendara tidak akan sebanyak bioskop konvensional.

Di sisi lain, pengalaman menonton film bersama keluarga, teman, dan pasangan di dalam mobil secara privat ditambah dengan sentuhan teknologi menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengunjung teater kendara.

“Mungkin harga akan bisa diturunkan atau disubsidi dengan harapan pendapatannya dari makanan. Di situ digabung dengan resto atau food court. Experience-nya enggak cuma nonton, tapi juga dinner (makan malam) bareng keluarga atau pacar,” pungkasnya.

Drive-in cinema menjadi salah satu alternatif hiburan di kala pandemi. Alinea.id/Dwi Setiawan.
 

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid