sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Indonesia kena getah dari perang dagang AS-China

Negara pemasok barang impor nonmigas terbesar selama Januari–Februari 2018 ditempati China dengan nilai US$7,27 miliar (29,09%)

Hermansah
Hermansah Kamis, 05 Apr 2018 20:04 WIB
Indonesia kena getah dari perang dagang AS-China

Perang dagang antara Amerika Serikat dan China semakin memanas. Ditandai dengan publikasi daftar barang yang telah dinaikkan tarifnya oleh kedua negara.

Kantor Perwakilan Perdagangan AS (USTR) pada Selasa (3/4) mengusulkan sekitar 1.300 produk yang diimpor dari Tiongkok, termasuk industri-industri seperti kedirgantaraan, teknologi informasi dan komunikasi, robotika, dan mesin.

Pemerintah China kemudian membalasnya dengan mengenakan tarif sebesar 25% terhadap produk-porduk dari Amerika Serikat. Terhadap 106 produk AS yang terbagi dalam 14 kategori, di antaranya kedelai, otomotif, pesawat penumpang, dan kimia.

Di era ekonomi terbuka seperti saat ini, perang dagang apalagi antara negara dengan ekonomi besar, tentu akan berdampak terhadap negara lain. Berdasarkan data tradingeconomics.com, gross domestic bruto (GDP) Amerika Serikat pada 2016 mencapai US$18.624 triliun. Sementara GDP China pada 2016 sebesar US$11.199 triliun.

GDP sendiri merupakan salah satu indikator penting dalam kegiatan perekonomian seperti ekspor dan impor. Tidak heran kalau kebijakan ekonomi yang diterapkan kedua negara berdampak langsung atau tidak langsung terhadap perekonomian negara lain.

Sebenarnya, defisit perdagangan Amerika Serikat-China sudah terjadi sejak 1985. Namun perkembangannya, jumlahnya semakin melebar.

Analis dari Mandiri Sekuritas Leo Rinaldy mengatakan defisit perdagangan AS dengan China telah melonjak 348% sejak 2000. Lebih jauh lagi, China sudah berada di puncak klasemen, dan menghasilkan defisit dagang terbesar dengan AS dibandingkan dengan negara lain (US$385 miliar pada 2016). 

Mandiri Sekuritas menduga defisit perdagangan AS dengan China ada pada produk teknologi dan elektronik. Defisit pada produk terkait kedua sektor tersebut mencapai US$200 miliar pada 2016, berporsi 53% dari total defisit perdagangan AS dengan China. Luar biasanya, defisit dari produk-produk itu sudah tumbuh 673% dibanding 2000 atau hampir dua kali lipat dibanding pertumbuhan dari total defisit perdagangan.

Sponsored

Bagaimana dengan ekspor produk teknologi, besi-baja, dan aluminium China ke AS? Ekspor berdasarkan kode 75–77 Standard International Trade Classification (SITC) berada di urutan tiga teratas, berporsi 35% dari total ekspor China US$2.280 miliar pada 2017.

"Meskipun demikian, tujuan ekspor produk teknologi China terdiversifikasi dengan baik, karena ekspor ke AS hanya berporsi seperlima dari produk terkait, dan hanya 9,5% dari total ekspor China. Bahkan dengan menambah ekspor besi-baja serta aluminium China ke AS, angkanya hanya naik sedikit menjadi 9,7%," jelas Leo dalam risetnya. 

Kendati begitu, tetap saja perang dagang antara dua negara tersebut bisa berdampak negatif bagi pelaku usaha dan pekerja di kedua negara. Sejumlah negara juga merasakan dampaknya.

Apalagi perang dagang yang dikobarkan Amerika Serikat ternyata tidak hanya melibatkan China. Tetapi juga semua negara yang dinilai menjadi penyebab defisitnya perdagangan Amerika Serikat, termasuk Indonesia.

Pada  21 Februari 2018, US Department of Commerce (USDOC), institusi yang menentukan perhitungan besaran dumping, mempublikasikan penentuan akhir (final determination) atas penyelidikan anti dumping untuk produk Biodiesel yang berasal dari Indonesia dan Argentina. Sebelumnya pada 19 Oktober 2017 USDOC telah mengeluarkan penentuan besaran dumping sementara (preliminary determination) atas produsen biodiesel Indonesia.

Apabila menemukan adanya kerugian dan hubungan kausalitas antara dumping dan kerugian, maka otoritas AS akan mengeluarkan perintah untuk memberlakukan bea masuk anti dumping/BMAD (Issuance of Orders) kepada US Customs and Border Protection terhadap produk biodiesel Indonesia pada 13 April 2018.

Pemerintah sendiri melalui keterangan tertulisnya tertanggal 22 Februari 2018 menegaskan tetap memperjuangkan kepentingan eksportir Indonesia di tingkat USITC. Melalui submisi dan dengar pendapat untuk membuktikan tidak terdapat kerugian pada industri Biodiesel AS. Import Biodiesel dari Indonesia bukan penyebab dari kerugian tersebut dalam hal USITC menemukan adanya kerugian pada industri biodiesel AS.

Pengamat ekonomi Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan perang dagang juga berpotensi berdampak negatif pada perekonomian global, termasuk Indonesia. Salah satunya adalah melemahkan perekonomian dunia karena kedua negara akan menurunkan volume perdagangan.

Selain itu, investor juga akan memilih berinvestasi pada sejumlah instrumen investasi yang lebih aman. Misalkan saja pada emas.

Bagi Indonesia sendiri, harapan mensubstitusi barang China ke Amerika Serikat nampaknya masih belum bisa diharapkan. Daya saing menjadi penyebabnya. 

Daya saing yang dimaksud terkait dengan kualitas barang, bisa juga karena faktor lainnya. Misalkan saja pada produk hasil pertanian dan pakaian. Indonesia harus bersaing dengan Vietnam dan Bangladesh untuk memperebutkan pasar yang ditinggalkan China. Kedua negara tersebut cenderung memiliki keunggulan bila dibandingkan Indonesia. 

Begitu pula dengan baja dan alumunium. Beberapa perusahaan nasional memang sudah mengekspor produk baja dan alumunium beserta turunannya ke sejumlah negara. Tetapi tampaknya belum bisa menggantikan peran China memasok baja ke pasar Amerika Serikat. "Tidak bisa. Ongkos transportnya mahal. Tidak kompetitif," jelas Direktur Utama PT Krakatau Steel Tbk, Mas Wigrantoro Roes Setiyadi, melalui pesan singkatnya kepada Alinea.id.

Melihat kondisi itu, sangat wajar jika pelaku usaha berharap pemerintah merespons situasi tersebut dengan segera. Jangan sampai terlambat. Pelaku usaha Indonesia masih membutuhkan peran pemerintah untuk menjaga stabilitas dan keberlanjutan usaha dalam negeri.

 

Kekhawatiran tersebut bukannya tanpa alasan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, impor nonmigas Februari 2018 mencapai US$11,95 miliar atau turun 8,41% dibanding Januari 2018, namun jika dibanding Februari 2017 meningkat 34,58%. Impor migas Februari 2018 mencapai US$2,26 miliar atau naik 0,06% dibanding Januari 2018, namun turun 8,59% dibanding Februari 2017.

Dimana negara pemasok barang impor nonmigas terbesar selama Januari–Februari 2018 ditempati China dengan nilai US$7,27 miliar (29,09%), Jepang US$2,73 miliar (10,90%), dan Thailand US$1,63 miliar (6,51%). Impor nonmigas dari ASEAN 20,14%, sementara dari Uni Eropa 9,64%.

Tidak heran kalau pelaku usaha nasional bersikap wait and see terhadap perang dagang yang terjadi antara China dan Amerika Serikat. Kendati begitu, Ketua Umum APINDO Hariyadi B Sukamdani, mengaku beberapa antisipasi telah dilakukan pelaku usaha, khususnya masuknya berbagai komoditas China ke Indonesia.

 

Secara umum, pelaku usaha memang mengkhawatirkan perang dagang tersebut akan berdampak negatif terhadap usaha. Akan semakin banyak barang dari Amerika Serikat atau China yang membanjiri dalam negeri. Apalagi ada kecenderungan barang yang akan masuk ke dalam negeri memiliki kualitas lebih baik dengan harga lebih murah. Hal itu tentunya akan meningkatkan persaingan usaha.

Selain itu, ketidakpastian eksternal yang bisa memengaruhi perekonomian nasional semakin bertambah. "Meningkat ketidakpastiannya, bukan hanya karena perang dagang tetapi juga karena the Fed kelihatannya akan lebih cepat meningkatkan tingkat suku bunga sehingga rupiah akan mengalami pelemahan," kata Ekonom senior Mari Elka Pangestu, seperti dilansir Antara, Kamis (5/4).

Perang dagang global memunculkan kekhawatiran menganggu iklim perdagangan dan ekspor yang dalam satu tahun terakhir membaik. Kekhawatiran perang dagang antara Amerika dan China muncul setelah Presiden AS Donald Trump menerapkan tarif untuk produk impor baja sebesar 25% dan produk aluminium 10%.

Oleh karena itulah, Indonesia perlu merangsang permintaan dari dalam negeri. Pemerintah dapat melakukannya melalui belanja negara yang membantu lapisan masyarakat paling bawah, misalnya melalui program padat karya dana desa dan program keluarga harapan.

Selain itu, juga perlu memperhatikan kepercayaan konsumen (consumer confidence), melalui penyelesaian permasalahan isu-isu mengenai pajak dan ketidakpastian regulasi.

Baca juga artikel 1 Tarif tinggi untuk produk pertanian AS ke China,

artikel 2 Mengukur dampak perang dagang AS-China ke Indonesia

dan artikel 3 Sentimen rasial China tak terkait perang dagang

Berita Lainnya
×
tekid