sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kadin: Kebijakan upah jangan beratkan pelaku usaha dan rugikan tenaga kerja

Kebijakan kenaikan upah minimum pada satu periode sebaiknya menargetkan pada industri dengan laju pertumbuhan ekonomi terbesar.

Erlinda Puspita Wardani
Erlinda Puspita Wardani Selasa, 22 Nov 2022 16:37 WIB
Kadin: Kebijakan upah jangan beratkan pelaku usaha dan rugikan tenaga kerja

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyambut baik kebijakan kenaikan upah minimum yang ditetapkan pemerintah saat ini, di tengah lonjakan inflasi sesuai dengan mekanisme dan regulasi yang berlaku. Meski demikian, Kadin juga mengimbau agar pemerintah tetap mempertimbangkan antara kebijakan tersebut dengan keberlangsungan usaha pada setiap sektor agar tidak kontraproduktif.

Seperti diketahui, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan upah minimum yang mulai berlaku sejak 16 november 2022 melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022. 

Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid tidak menampik dengan tantangan ekonomi global yang dipicu konflik geopolitik terus mendorong naiknya inflasi. Hal ini juga jelas terbukti, pada Oktober 2022, inflasi di Indonesia sudah mencapai 5,71% yang bisa berdampak kepada kenaikan harga-harga bahan pokok dan daya beli masyarakat.

Di sisi lain, industri dalam negeri juga menghadapi tantangan yang sama namun dengan dampak yang berbeda-beda. Arsjad mencontohkan dengan adanya konflik geopolitik, berdampak pada penurunan permintaan global yang memengaruhi ekspor Indonesia.

Alhasil, kinerja ekspor tercatat menurun 10,99% pada September 2022 menjadi US$24,8 miliar dibandingkan pada bulan sebelumnya. Imbasnya, sektor industri padat karya sebagai penopang penyerapan tenaga kerja di Indonesia menjadi lesu karena permintaan yang menurun.

“Kami mengapresiasi kebijakan pemerintah terkait kenaikan upah minimum. Namun harus disadari, tidak semua sektor memiliki pertumbuhan dan iklim bisnis yang sama saat ini. Kebijakan kenaikan upah minimum pada satu periode sebaiknya menargetkan pada industri dengan laju pertumbuhan ekonomi terbesar atau winning industry pada periode tersebut. Jika tidak, kebijakan kenaikan upah tersebut akan memberatkan pelaku usaha,” jelas Arsjad dalam keterangan resmi yang diterima Alinea.id, Selasa (22/11).

Kemudian Arsjad juga menambahkan, merujuk pada pertumbuhan ekonomi di triwulan III-2022, secara kumulatif pertumbuhan industri tekstil dan pakaian jadi mengalami pertumbuhan hingga 11,38%. Pertumbuhan ini berbeda dengan industri makanan dan minuman yang hanya naik sedikit yaitu 3,66%. Namun yang terjadi pada beberapa waktu ini, industri garmen melakukan pemangkasan karyawan dengan pemutusan hubungan kerja (PHK) karena adanya perlambatan permintaan ekspor yang mencapai 30% hingga 50%.

“Oleh karen itu, pemerintah perlu merumuskan kebijakan pengupahan yang lebih tertarget, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan karakter setiap sektor industri,” lanjutnya.

Sponsored

Menurutnya, kebijakan pengupahan harus bersifat adil, tidak memberatkan pelaku usaha dan tidak merugikan tenaga kerja. Karena baik pelaku usaha maupun tenaga kerja, keduanya merupakan siklus pertumbuhan ekonomi yang tidak dapat dipisahkan.

Lebih anjut Arsjad menyampaikan, industri yang berorientasi pada ekspor seperti industri alas kaki dan pakaian jadi berbeda dengan industri yang berorientasi pada impor, seperti makanan dan minuman yang mengandalkan bahan baku sereal, industri plastik, dan perlengkapan elektronik.

“Dalam situasi pelemahan ekonomi global yang bakal berlanjut pada tahun depan, kami berharap agar kebijakan kenaikan upah dibarengi dengan pemberian insentif bagi industri yang terkena dampak gejolak ekonomi global, seperti industri padat karya dan yang berorientasi pada ekspor,” kata dia.

Arsjad menegaskan, keberlangsungan usaha di tengah situasi ekonomi saat ini penting untuk dilindungi agar dapat memastikan ketersediaan lapangan pekerjaan, mengurangi pengangguran, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Karena itu, pihaknya mengedepankan dialog sosial dan musyawarah untuk mufakat demi mencapai titik tengah antara tenaga kerja dan industri.

“Dari perspektif legal standing, pengupahan juga memiliki landasan hukum melalui PP 36/2021. Artinya, ada dualisme dasar hukum dengan hadirnya Permenaker No 18/2022. Namun, pada dasarnya kami berharap adanya kebijakan yang secara holistik, adil, dan inklusif yang mempertimbangkan semua kepentingan pihak terkait,” tandasnya.

Berita Lainnya
×
tekid