sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Pengamat melihat kejanggalan pada larangan bank fasilitasi transaksi kripto

Padahal sejak awal Bappebti merumuskan kripto sebagai komoditas investasi.

 Ratih Widihastuti Ayu Hanifah
Ratih Widihastuti Ayu Hanifah Selasa, 08 Feb 2022 13:30 WIB
Pengamat melihat kejanggalan pada larangan bank fasilitasi transaksi kripto

Pengamat investasi menilai, pernyataan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) soal larangan perdagangan aset kripto, menandakan adanya ketidakselarasan antarinstansi pemerintah. 

Pasalnya, kripto telah dirancang sebagai komoditas oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) di bawah Kementerian Perdagangan. 

"Di satu sisi Bappebti berupaya memfasilitasi industri ini, tetapi di sisi lain, ada institusi lain yang punya pandangan lain. OJK dan Bappebti ini ngobrol dululah, tren aset kripto ini kan sudah jalan beberapa tahun terakhir,” ungkap peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda dalam keterangan tertulis dikutip Alinea.id, Selasa (8/2).

Menurut Nailul, Bappebti telah merancang aturan terkait perdagangan dan pedagang kripto secara resmi. Artinya, selama transaksi dilakukan oleh pedagang kripto terdaftar dan diawasi Bappebti, skema perdagangan kripto layaknya komoditas ataupun produk derivatif lainnya.

Di lain sisi, dia memahami sudut pandang OJK yang masih mempersepsikan bahwa aset kripto berpotensi sebagai alat tukar layaknya uang fiat, karena namanya adalah cryptocurrency. Sedangkan alat tukar resmi adalah rupiah sebagaimana diatur perundang-undangan.

“Tetapi kan sejak awal ketika Bappebti memfasilitasinya, kesepakatannya di Indonesia hanya boleh digunakan sebagai aset investasi. Bukan alat transaksi,” jelas Nailul.

Oleh karena itu, dia menilai ada kejanggalan dengan imbauan dari otoritas agar perbankan tidak memfasilitasi transaksi aset kripto, padahal sejak awal Bappebti merumuskan kripto sebagai komoditas investasi.

“Bagaimana bisa investor membeli atau berinvestasi aset kripto kalau tidak bisa menggunakan rekening bank sebagai jembatan untuk beli atau jual aset kripto ke pedagang kriptonya? Kan ini aset digital, masa iya beli dan jualnya lewat pedagang langsung secara offline,” tegasnya.

Sponsored

Lebih jauh, Nailul sepakat bahwa otoritas dan Satgas Waspada Investasi (SWI) berhak melarang sejauh perdagangan itu bersifat ilegal, termasuk dilakukan oleh pedagang kripto yang tidak terdaftar.

“Selama ini Bappebti sudah merilis mana saja pedagang kripto dan koin kripto yang terdaftar dan berizin resmi di Bappebti. Seharusnya itu sudah cukup jadi acuan untuk melakukan pengawasan dan mengendalikan keterlibatan bank,” tambah Nailul.

Sementara itu, Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi mengungkapkan adanya gesekan dengan OJK akan berdampak pada telatnya peluncuran bursa kripto. Sebab hal ini karena fungsi lembaga keuangan, atau bank nantinya akan sebagai kustodian untuk perdagangan aset kripto.Kustodian ini paling penting posisinya.

Ia mengaku heran launching bursa kripto ini molor terus dari semester II-2021 lalu, rupanya ada deadlock antara Bappebti dan OJK dalam melaksanakan perdagangan aset kripto yang diakui negara, dalam hal ini bursa kripto. Karena kata dia, dengan kendala itu akan membuat dampak lanjutan seperti kian sulitnya aset kripto diterima di masyarakat.

“Bahkan akan makin berjamuran aktivitas perdagangan kripto yang sulit dipantau keamanannya. Negara makin sulit untuk meregulasi aset kripto ini,” ungkap Ibrahim.

Sedangkan Ketua Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) Teguh K. Harmanda mengungkapkan, pihak asosiasi menghargai pernyataan dari otoritas. Namun, menurutnya, asosiasi telah berupaya untuk menempatkan perdagangan kripto sesuai aturan main dan melengkapi perlindungan hukum.

“Bahwa sudah semestinya kita harus menjaga industri agar tumbuh secara sehat, contohnya pada industri aset kripto yang sudah menerapkan rekomendasi terhadap APU/PPT, adanya pelaporan yang diwajibkan oleh Bappebti setiap harinya, dan melaporkan jika menemukan transaksi mencurigakan,' tegas Teguh.

Sehingga Teguh sendiri yakin sekali, bahwa transaksi aset kripto yang berjalan saat ini sudah seirama dengan mitigasi risiko.

"Hanya yang kita khawatirkan bersama pada industri keuangan secara luas,” ucap Teguh.

Sebagai tambahan informasi, buntut permasalahan ini berawal dari Pernyataan Otoritas Jasa Keuangan atau OJK terkait pelarangan pihak perbankan memfasilitasi transaksi kripto menuai kritik. 

Atas pelarangan tersebut kripto telah dikukuhkan sebagai salah satu komoditas yang diperdagangkan dengan pengawasan di bawah Bappebti.

Dengan pengawasan tersebut, pihak OJK telah meminta kepada industri perbankan agar penggunaan rekening bank tidak dijadikan sebagai penampung dana dari kegiatan melanggar hukum, termasuk kripto. Hal itu merupakan buntut dari maraknya penipuan investasi dan kejahatan bermodus skema Ponzi.

Berita Lainnya
×
tekid