close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi Google. Foto AFP/Tobias Schwarz
icon caption
Ilustrasi Google. Foto AFP/Tobias Schwarz
Bisnis
Jumat, 16 September 2022 12:47

KPPU usut dugaan monopoli Google

Penyelidikan ini diputuskan dalam rapat komisi, 14 September, yang menindaklanjuti hasil penelitian inisiatif Sekretariat KPPU.
swipe

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyelidiki dugaan pelanggaran Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang dilakukan Google LLC dan anak usahanya di Indonesia. Pangkalnya, perusahahaan berbasis di Amerika Serikat (AS) itu disinyalir menyalahgunakan posisi dominan, penjualan bersyarat, dan praktik diskriminasi dalam distribusi aplikasi secara digital.

Penyelidikan ini diputuskan dalam rapat komisi, 14 September 2022, yang menindaklanjuti hasil penelitian inisiatif Sekretariat KPPU. Proses penyelidikan akan dilakukan selama 60 hari kerja ke depan dengan tujuan mendapatkan bukti yang cukup, kejelasan, dan kelengkapan dugaan pelanggaran UU.

Penelitian inisiatif terkait Google, yang berfokus pada kebijakan penyedia jasa dan produk internet itu dalam kewajiban penggunaan Google Pay Billing (GPB) di berbagai aplikasi tertentu, dilakukan KPPU selama beberapa bulan terakhir. GPB adalah metode atau pembelian produk dan layanan digital dalam aplikasi (in-app purchases) yang didistribusikan di Google Play Store.

"Dari penggunaan GBP tersebut, Google mengenakan tarif layanan/fee kepada aplikasi sebesar 15-30% dari pembelian," jelas Direktur Ekonomi Kedeputian Bidang Kajian dan Advokasi KPPU, Mulyawan Ranamanggala, dalam keterangan resminya, Kamis (15/9).

Menurut Mulyawan, beragam jenis aplikasi dikenakan kewajiban menggunakan GBP. Misalnya, aplikasi yang menawarkan langganan (seperti pendidikan, kebugaran, musik, atau video), yang menawarkan digital items yang dapat digunakan dalam permainan, yang menyediakan konten atau kemanfaatan (seperti versi bebas iklan), dan yang menawarkan cloud software and services (seperti jasa penyimpanan data dan aplikasi produktivitas).

"Kebijakan penggunaan GPB tersebut mewajibkan aplikasi yang diunduh dari Google Play Store harus menggunakan GPB sebagai metode transaksinya dan penyedia konten atau pengembang aplikasi wajib memenuhi ketentuan yang ada dalam GPB tersebut. Google juga tidak memperbolehkan penggunaan alternatif pembayaran lain di GPB. Kebijakan penggunaan GPB tersebut efektif diterapkan pada 1 Juni 2022," tuturnya.

Berdasarkan penelitian, Google Play Store juga menjadi platform distribusi aplikasi terbesar di Indonesia dengan pangsa pasar mencapai 93%. Meski terdapat beberapa platform lain yang juga mendistribusikan aplikasi, Google Play Store sulit disubstitusi mengingat mayoritas pengguna akhir atau konsumen di Tanah Air mengunduh aplikasinya via Google Play Store.

Selain itu, aplikasi yang terkena kewajiban menggunakan GBP tidak bisa menolaknya karena terancam sanksi penghapusan aplikasi atau tak diperkenankan dilakukan pemutakhiran (update). Artinya, akan kehilangan pelanggan.

"Kewajiban ini ... sangat memberatkan pengembang aplikasi di Indonesia karena pengenaan tarif yang tinggi, yaitu 15%-30% dari harga konten digital yang dijual. Sebelum kewajiban penggunaan GPB, pengembang atau developer aplikasi dapat menggunakan metode pembayaran lain dengan tarif di bawah 5%. Selain mengakibatkan kenaikan biaya produksi dan harga, kewajiban ini juga mengakibatkan terganggunya user experience konsumen atau pengguna akhir aplikasi," paparnya.

Selain kewajiban menggunakan GPB, KPPU juga menduga Google melakukan praktik penjualan bersyarat (tying) atas jasa dalam 2 model bisnis berbeda dengan mewajibkan pengembang aplikasi membeli aplikasi Google Play Store (marketplace aplikasi digital) dan Google Play Billing (layanan pembayaran) secara bundling

Kemudian, didapati Google hanya bekerja sama dengan salah satu penyedia payment gateway/system untuk pembelian di aplikasi, sedangkan beberapa penyedia lain di Indonesia tak mendapatkan kesempatan sama dalam menegosiasikan metode pembiayaan. Perlakuan berbeda diterapkan bagi digital content provider global: Google membuka provider bekerja sama dengan payment system alternatif.

Dengan demikian, berdasarkan analisis KPPU, berbagai perbuatan Google tersebut dapat berdampak pada upaya pengembangan konten lokal yang tengah digalakkan pemerintah. Dalam menyusun penelitian ini, KPPU mendengarkan pendapat berbagai pihak dan menyimpulkan, kebijakan Google merupakan bentuk persaingan usaha tidak sehat di pasar distribusi aplikasi secara digital.

"KPPU menduga Google telah melakukan berbagai bentuk praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat berupa penyalahgunaan posisi dominan, penjualan bersyarat (tying in), dan praktik diskriminatif," tutup Mulyawan.

img
Erlinda Puspita Wardani
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan