sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Paceklik industri bioskop, hati-hati masuk saham BLTZ dan FILM

Pandemi Covid-19 telah membuat pendapatan PT Graha Layar Prima dan PT MD Pictures turun, sebagian operasional juga terhenti.

Annisa Saumi
Annisa Saumi Sabtu, 18 Jul 2020 21:06 WIB
Paceklik industri bioskop, hati-hati masuk saham BLTZ dan FILM

Paceklik bisnis bioskop dan perfilman sepertinya masih panjang. Apalagi pembukaan bioskop di Jakarta yang semula dijadwalkan pada 29 Juli 2020, kembali ditunda akibat kasus Corona Virus Desease 2019 (Covid-19) terus meningkat.

Bisnis emiten-emiten yang bergerak di industri layar lebar, yakni PT Graha Layar Prima Tbk. (BLTZ) selaku pengelola jaringan bioskop CGV dan PT MD Pictures Tbk. (FILM) yang memproduksi film, harus babak belur akibat pagebluk.

BLTZ terpaksa menutup seluruh jaringan bioskopnya sejak 23 Maret 2020. Dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), manajemen BLTZ menyampaikan perseroan mengalami penurunan laba bersih lebih dari 75% akibat penutupan bioskop tersebut per 30 Juni 2020 jika dibandingkan dengan tahun 2019.

Direktur BLTZ Deoksu Yeo mengatakan saat penutupan sementara ini, sejumlah langkah-langkah pencegahan penyebaran Covid-19 terus dilakukan perseroan. Selain itu, perseroan saat ini menyusun strategi untuk menstabilkan bisnis setelah berhentinya kegiatan operasional.

"Salah satunya adalah kolaborasi dengan para pelaku industri film dalam mempersiapkan film-film lokal terbaru yang akan ditayangkan di bioskop CGV setelah pemulihan pandemi Covid-19," ujar Yeo, Rabu (15/7).

Sementara FILM dalam keterbukaan informasi BEI menyatakan pandemi Covid-19 telah membuat sebagian operasional perseroan terhenti. Pihak MD Pictures menyebut masih menunggu kelanjutan Surat Keputusan Edaran dari Dinas Pariwisata untuk sektor-sektor tertentu yang belum bisa melaksanakan aktivitas operasionalnya seperti biasa.

"Apabila bioskop dibuka, tentunya kami akan  mengikuti peraturan kesehatan yang berlaku," kata Corporate Secretary FILM Venkatachari Soundararajan, Rabu (15/7).

Selain operasional yang terganggu, FILM juga mencatat Covid-19 telah membuat perseroan mengalami penurunan total pendapatan 25%-50% per 30 Juni 2020, dibandingkan dengan Juni 2019.

Sponsored

Saat ini, kata Soundararajan, perseroan masuk ke platform digital untuk mempertahankan usaha mereka di tengah pandemi.

"Masyarakat juga lebih cenderung memilih dengan menonton di rumah," tuturnya.

Kondisi ini berbanding terbalik dengan tahun lalu. Sepanjang tahun lalu, industri perfilman Indonesia tumbuh positif. Volume produksi film panjang nasional terus meningkat dan jumlah penonton domestik merangkak naik. 

Tak hanya bioskop, rumah produksi MD Pictures juga bersinar pada tahun lalu. Setidaknya, emiten yang mencatatkan diri di BEI dengan ticker FILM ini mengantongi Rp96,2 miliar untuk salah satu film produksinya, Danur 3: Sunyaruri. Film bergenre horor ini duduk di posisi tiga box office Indonesia setelah sukses memicu adrenalin 2.405.523 penonton.

Prospek industri film semester II-2020

Pandemi Covid-19 ikut menyeret pergerakan kedua harga saham emiten dalam industri film tersebut. Saham BLTZ sempat menyentuh level tertingginya di Rp4.890 per saham pada 15 Januari 2020. Tak bertahan lama, harga saham BLTZ tersungkur ke level Rp3.150 per saham pada 6 Februari 2020 sekaligus memimpin daftar saham terlemah (top losers) dengan ditutup anjlok 25% dalam satu hari. Saat itu, saham BLTZ menyentuh batas penghentian perdagangan saham otomatis (auto rejection) bawah. Kendati demikian, saham yang pertama kali melantai di BEI pada 10 April 2014 itu sanggup merangkak naik dan ditutup di Rp3.600 pada perdagangan Jumat (17/7).

Ilustrasi bioskop. Foto Pixabay.

Sementara itu, saham FILM sempat anjlok ke level terendahnya pada 13 Maret 2020 ke level Rp121 per saham. Anjloknya saham FILM tersebut juga bertepatan dengan anjloknya IHSG hingga 5,01% pada 13 Maret 2020.

Pengamat Pasar Modal Aria Santosa mengatakan kedua emiten masih berada dalam tantangan besar untuk memulihkan kembali pendapatan usaha mereka di era new normal.

"Pemulihan berbagai bidang bisnis secara bertahap memang sedang berjalan. Namun tentu masih perlu waktu untuk perseroan agar dapat menunjukkan kinerjanya," ucap Aria saat dihubungi, Senin (13/7).

Sementara Senior Analyst CSA Research Institute Reza Priyambada mengatakan dengan adanya pandemi Covid-19 dan tantangan dari platform streaming seperti Netflix, mau tidak mau, production house seperti MD Pictures juga harus masuk ke platform streaming online agar bisa bertahan.

"Kalau mengandalkan bisnis konvensional seperti saat ini, maka bisa jadi ada penurunan. Karena jumlah pengunjung dibatasi dan tak banyak juga orang yang datang ke bioskop karena alasan Covid-19," tuturnya dihubungi secara terpisah.

Untuk prospek bisnis bioskop ke depan, Reza melihat bioskop tidak perlu lagi memakai ruang-ruang dengan jumlah besar, kecuali jika memang ada seremonial tayang perdana film.

Reza menyarankan investor untuk mengambil sikap hati-hati atau wait and see jika ingin membeli kedua saham dalam industri film tersebut. Dia menyarankan investor untuk melihat perkembangan bisnis di semester II-2020.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid