sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Pandemi Covid-19: Ketangguhan UMKM kembali diuji

Bagaimana cara pelaku UMKM beradaptasi di tengah pandemi Covid-19 agar tetap cuan?

Tim copywriter
Tim copywriter Kamis, 09 Apr 2020 17:05 WIB
Pandemi Covid-19: Ketangguhan UMKM kembali diuji

Atinah, 47 tahun, duduk bersedekap. Matanya menatap jalan di salah satu kompleks perkantoran di wilayah Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Kudapan donat kampung, pastel, dan risol yang ia buat dan bawa dari rumah masih utuh di wadahnya.

Biasanya ada saja pegawai kantor yang mampir ke tempatnya berjualan untuk membeli. Tapi sejak ada kebijakan bekerja, beribadah, dan belajar di rumah, dagangannya sepi pembeli. “Kalau biasanya bisa Rp200.000. Sekarang baru dapat Rp50.000. Sudah tiga mingguan seperti ini,” Atinah berkesah, Rabu (8/4).

Atinah menjadi tulang punggung keluarga sejak suaminya meninggal beberapa tahun lalu. Dua anaknya masih bersekolah. Si sulung baru menyelesaikan ujian akhir SMK, sementara yang bungsu masih duduk di bangku kelas satu SMK.

Wanita paruh baya berperawakan gemuk itu bingung bagaimana cara membiayai sekolah anaknya jika situasi tidak segera berubah. Ia berharap si sulung bisa segera dapat kerja dan membantu membiayai sekolah sang adik nantinya.

“Ya mudah-mudahan saja bocah (si sulung) cepat dapat kerja. Tapi bingung juga kalau kayak begini. Mau kerja di mana? Katanya, malah banyak yang dipecat-pecatin,” ucap Atinah sembari mengusap peluh yang menetes dari kening.

Beda dengan 1998

Atinah merupakan salah satu dari sekian pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang bisnisnya terpukul pandemi Covid-19. Pembatasan aktivitas ekonomi dan sosial membuat kemampuan UMKM menghadapi gejolak menjadi terbatas.

Sektor UMKM yang terpukul akibat pandemi Covid-19 sudah diprediksi Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2E LIPI). Kepala P2E LIPI, Agus Eko Nugroho memperkirakan, sektor UMKM yang punya kaitan erat dengan industri pariwisata menjadi lini yang paling terpukul akibat dampak Covid-19.

Sponsored

“Menurut data yang kami peroleh, UMKM yang bergerak di usaha makanan dan minuman mikro akan berada di angka 27%. Lalu terhadap usaha kecil akan berada di angka 1,77% dan usaha sedang di angka 0,07%,” tutur Agus kepada wartawan di kantornya bulan lalu.

Senada dengan itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, UMKM yang biasanya menjadi bantalan ekonomi negara di tengah krisis, kini justru menjadi sektor yang paling terpukul. Sekarang, ketahanan (resilience) UMKM menghadapi krisis betul-betul tengah diuji.

“Tahun 1997-1998 UMKM masih resilience. Sekarang UMKM terpukul paling depan karena ketiadaan kegiatan di luar rumah oleh semua masyarakat,” tutur Ani, sapaan akrab Menkeu, saat video conference di Jakarta, Rabu (1/4).

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjawab pertanyaan wartawan usai mengikuti Rapat Koordinasi (Rakor) tentang Kebijakan Stimulus ke-2 Dampak COVID-19 di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (11/3/2020). Foto Antara/Muhammad Adimaja/ama.

Sebagai perbandingan, pada 1997-1998 ketika Indonesia mengalami krisis akibat runtuhnya konglomerasi perbankan, UMKM justru "kebal". Tidak hanya bertahan, UMKM bahkan bertumbuh. Data BPS pada 1998-1999 menunjukkan, jumlah UMKM di Indonesia tumbuh dari 36,8 juta unit menjadi 37,9 unit di tahun berikutnya.

Saat itu UMKM menjadi sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Pada 1998, UMKM menyerap 57,34 juta (88,66%) dari total tenaga kerja Indonesia, sementara perusahaan sedang 6,9 juta (10,78%), dan perusahaan besar hanya 364.000 (0,56%).

Data ini menunjukkan UMKM merupakan salah satu unit usaha yang kebal tekanan krisis. Di tengah gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) saat itu UMKM justru tetap menyerap tenaga kerja terbanyak dibandingkan sektor usaha lainnya.

Kala itu bahkan UMKM dinobatkan sebagai 'penyelamat ekonomi nasional'. Ini selaras yang diungkapkan Joseph Alois Schumpeter, ahli ekonomi Amerika, bahwa pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat tergantung pada ketahanan UMKM saat menghadapi krisis.

Sebaliknya, saat ini, seperti yang diungkapkan Ani di atas, sektor UMKM justru menjadi yang paling terpukul. Bisnis-bisnis kecil mengalami penurunan pendapatan yang drastis lantaran penerapan physical distancing.

 

Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM), pada 2017 ada sekitar 116,43 juta tenaga kerja yang menggantungkan kehidupannya dari sektor UMKM. Saat ini, sekitar 62,9 juta unit UMKM terancam kehilangan penghasilan lantaran pandemi bernama SARS-Cov2 itu.

From zero to hero

Selalu ada peluang saat krisis. Kala sejumlah industri terpukul, tak sedikit sektor UMKM yang sanggup mengantongi cuan. Mereka beradaptasi dengan pandemi dan bertahan di tengah masa krisis ini.

Salah satu caranya dengan memaksimalkan bisnis daring. Ini dilakukan Eunike Selomith dan Joycellyne Stefanie. Dua bersaudara ini sama-sama menciptakan produk kesehatan bernama dr soap dan menjualnya secara daring sejak 2015.

Semula, penjualan secara daring dilakukan karena dr soap ditolak beberapa toko luring (offline). Mereka kemudian memutuskan menjual produk dr soap secara daring dengan memanfaatkan platform marketplace, salah satunya Tokopedia. Tokopedia menjadi pilihan karena sudah ada lebih 7,6 juta warga Indonesia dengan lebih 250 juta produk berjualan di platform ini. Dari situ, kisah Eunike, bisnisnya mulai meroket. Nama dr soap kini dikenal hingga ke Papua, bahkan mancanegara.

Varian produk dr soap meliputi cairan pembersih gadget, sanitizer pembersih dudukan toilet, cairan antibakteri penyegar kain, cairan antiseptik, disinfektan multifungsi, deterjen cair premium, dan sabun cuci tangan. Produk dr soap terbuat dari bahan nabati yang diracik dengan bahan premium pilihan di laboratorium, ramah lingkungan, dan dikemas secara menarik.

“Setiap produk dr soap aman untuk digunakan oleh siapapun, termasuk ibu hamil atau orang dengan kulit sensitif. Produk kami juga sudah bersertifikasi halal, tidak mengandung SLS, NLS, EDTA dan paraben serta memiliki nomor Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) di Kementerian Kesehatan RI,” ujar Eunike.

Di tengah pandemi, dr soap meraih untung karena melonjaknya penjualan produk. Sejumlah produk dr soap, seperti cairan pembersih gadget, hand sanitizer, dan pembersih multifungsi, paling banyak dicari masyarakat.

Seiring perkembangan bisnis Eunike dan Stefanie, pada tahun 2019, Engelin Rosafina dan Lani Natalia bergabung sebagai Partner dr soap untuk mendirikan perusahaan distribusi. Dengan menggandeng puluhan mitra distributor dan pengecer, dr soap kini tersebar lebih dari 500 ritel offline dan online di seluruh Indonesia.

Kisah sukses penjualan daring juga dialami PT Victoria Care Indonesia (Herborist). Merek ini menjajakan produk kosmetik, wewangian dan produk perawatan tubuh seperti lulur, sabun mandi, dan yang terbaru adalah penyanitasi tangan.

Pandemi Covid-19 justru menjadi peluang bagi Herborist untuk meningkatkan pendapatan. Perusahaan berinisiatif memproduksi penyanitasi tangan dengan harga terjangkau.

“Awalnya, kami membuat cairan antiseptik khusus untuk kebutuhan sanitasi pabrik kami. Melihat perkembangan Covid-19 di Indonesia, kami menggerakkan 2/3 tim produksi untuk fokus membuatnya secara massal,” ujar COO PT Victoria Care Indonesia, Sumardi Widjaja.

Produksi penyanitasi tangan itu sekaligus untuk membantu masyarakat mendapatkan produk kesehatan dengan mudah.

Herborist berkolaborasi dengan pemerintah daerah, salah satunya Pemprov Jateng, guna menyalurkan bantuan berupa 5.000 liter penyanitasi tangan kepada instansi kesehatan, seperti puskesmas. Foto dokumentasi Tokopedia.

Semula, Herborist merupakan usaha distribusi kosmetik, toiletries, dan parfum. CEO PT Victoria Care Indonesia, Billy Hartono Salim merintis usaha ini pada 1998 karena melihat tingginya kebutuhan produk kosmetik, toiletries dan parfum. Baru pada 2001, Billy memutuskan memproduksi sendiri melalui sejumlah merek, kemudian lewat Herborist pada 2007.

Sejak bergabung sebagai Official Store Tokopedia, Herborist telah menjual lebih dari 47.000 produk kepada masyarakat dari Sabang sampai Merauke. Bahkan sudah memiliki tim khusus untuk menangani penjualan online, yang tadinya hanya tiga orang kini hampir 40 orang.

“Kami melihat adanya potensi besar dalam memanfaatkan baik platform offline maupun online untuk memasarkan produk Herborist, sehingga bisa berjalan beriringan dan saling melengkapi satu sama lain,” kata Sumardi.

Untuk membantu mengurangi dampak Covid-19, Herborist juga berkolaborasi dengan pemerintah daerah. Salah satunya dengan Pemprov Jateng, guna menyalurkan bantuan 5.000 liter penyanitasi tangan kepada instansi kesehatan, seperti puskesmas.

“Harapannya, supaya kami bersama seluruh pihak dapat membantu memutuskan mata rantai penyebaran Covid-19 di Indonesia,” kata Sumardi.

Upaya serupa dilakukan dr soap. Perusahaan ini berkolaborasi dengan lembaga kemanusiaan dan organisasi perkumpulan dokter guna menyalurkan bantuan hand sanitizer kepada sejumlah instansi kesehatan dan masyarakat luas.

“Kami terus mengeksplorasi peluang kerja sama dengan berbagai instansi, besar maupun pemula, untuk memudahkan pengadaan produk sanitasi. Harapannya, kami dapat menggencarkan produksi sesuai kebutuhan, sehingga dapat membantu masyarakat menjaga kesehatan dan kebersihan di tengah pandemi Covid-19,” tambah Eunike.

Infografik berjuang di tengah pandemi Covid-19. Alinea.id/Dwi Setiawan.

Berita Lainnya
×
tekid