sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Pefindo ikut turunkan rating Agung Podomoro

Setelah Moody's dan Fitch, kini PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menurunkan rating PT Agung Podomoro Land Tbk. (APLN)

Annisa Saumi
Annisa Saumi Kamis, 01 Agst 2019 17:07 WIB
Pefindo ikut turunkan rating Agung Podomoro

Setelah lembaga pemeringkat internasional Moody's Investors Service (Moody's) dan Fitch Ratings (Fitch) menurunkan peringkat utang PT Agung Podomoro Land Tbk. (APLN), kali ini giliran PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) yang menurunkan peringkat APLN.

Direksi Agung Podomoro Land dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (31/7) mengatakan Pefindo menurunkan peringkat APLN dan obligasi berkelanjutan APLN tahap III tahun 2014 serta obligasi berkelanjutan I APLN tahap IV tahun 2015 senilai Rp550 miliar menjadi BBB dan A-.

"Sedangkan prospek untuk peringkat perseroan direvisi menjadi credit watch dengan implikasi negatif dari negatif," tulis direksi APLN, Rabu (31/7).

Sementara itu, Pefindo dalam rilisnya mengatakan penurunan peringkat itu dilakukan karena meningkatnya risiko refinancing dan likuiditas perseroan terkait dengan pinjaman sindikasi sebesar Rp1,3 triliun serta Obligasi I/2014-2015 fase III sebesar Rp451 miliar dan Obligasi I/2014-2015 fase IV sebesar Rp99 miliar yang akan jatuh tempo masing-masing pada 30 September 2019, 19 Desember 2019, dan 25 Maret 2020. 

APLN semula bermaksud untuk membiayai kembali utang yang akan jatuh tempo tersebut, termasuk Obligasi I/2014 sebesar Rp750 miliar yang telah jatuh tempo, menggunakan fasilitas pinjaman sindikasi baru sebesar Rp2,6 triliun. APLN pun telah menggunakan sebagian dari fasilitas pinjaman sindikasi baru untuk membayar Obligasi I/2014. 

"Namun, kami memahami ketersediaan dana tahap kedua yang akan digunakan untuk membiayai kembali utang sindikasi sebesar Rp1,3 triliun, yang seharusnya jatuh tempo pada Juni 2020 dan dipercepat ke Juni 2019, menjadi tidak tersedia setelah salah satu bank mundur dari keikutsertaannya dalam sindikasi," kata Pefindo dalam rilis mereka, Rabu (31/7). 

Pemberi pinjaman dari pinjaman sindikasi Rp1,3 triliun setuju untuk memperpanjang tanggal pembayaran hingga 30 September 2019. 

Pefindo pun menyebut pada 31 Maret 2019, saldo kas APLN adalah sebesar Rp1,2 triliun. Saldo tersebut didapatkan melalui divestasi Hotel Sofitel Bali, di mana APLN menerima kas sebesar Rp983 miliar. 

Sponsored

Pefindo pun menjelaskan, prospek APLN yang diubah menjadi “credit watch dengan implikasi negatif” adalah untuk mengantisipasi peningkatan ketidakpastian terkait kemampuan APLN. 

"Pandangan kami terhadap fleksibilitas keuangan APLN adalah terbatas untuk membiayai kembali utang yang akan jatuh tempo dalam 12 bulan ke depan," tulis Pefindo.

Hal tersebut mengingat leverage keuangan yang tinggi, memberi sedikit ruang bagi APLN untuk menarik utang baru, serta terbatasnya aset yang belum dijadikan jaminan oleh Perusahaan. 

Upaya pendanaan

Sebelumnya, pada 22 Juli 2019, Corporate Secretary APLN Justini Omas menyatakan APLN sedang berupaya untuk memperoleh pendanaan, baik dari bank sindikasi baru maupun dari pemegang saham untuk memenuhi kewajiban utang yang akan jatuh tempo. 

APLN juga sedang dalam proses penjualan salah satu properti komersial yang diharapkan dapat direalisasi pada semester II-2019. Hasil dari penjualan tersebut akan digunakan untuk mengurangi jumlah utang.

Pefindo melihat ada beberapa faktor yang akan membatasi peringkat APLN antara lain, leverage keuangan yang tinggi yang menyebabkan proteksi arus kas perusahaan menjadi lemah, risiko eksekusi terkait dengan proyek reklamasi, dan karakteristik industri properti yang sensitif terhadap perubahan keadaan makro ekonomi.

Jika APLN tak berhasil mengatasi masalah refinancing dan likuiditas mereka dalam waktu satu atau dua bulan ke depan, bukannya tak mungkin Pefindo akan kembali menurunkan peringkat APLN lebih dari satu tingkat. 

"Prospek dapat direvisi menjadi stabil apabila APLN berhasil mengatasi risiko pembiayaan kembali dan likuiditas terkait dengan seluruh utang perseroan untuk 12 bulan ke depan," kata Pefindo.

Kenaikan peringkat tersebut, ujar Pefindo, mewajibkan APLN untuk secara signifikan memperbaiki leverage keuangan dan proteksi arus kas ke tingkat yang sepadan dengan peringkat BBB+ secara berkelanjutan.

Kinerja semester I-2019

Di tengah ketidakmampuan APLN membayar utang, APLN mencatatkan penurunan pendapatan pada semester I-2019 ini. Pada laporan keuangan APLN (tidak diaudit), tercatat pendapatan APLN mengalami penurunan sebesar 27,6% dari Rp2,497 pada semester I-2018, menjadi Rp1,956 triliun pada semester I-2019.

Penurunan pendapatan ini ditekan oleh penjualan sektor apartemen yang merosot 111% dari penjualan semester pertama 2018 sebesar Rp1,43 triliun menjadi Rp679 miliar pada paruh pertama tahun ini.

Selain itu, penurunan penjualan rumah tinggal juga turut menekan pendapatan APLN sebesar 111,3% dari Rp201,6 miliar pada semester I-2018, menjadi Rp98 miliar pada semester I tahun ini.

Walau mencatatkan penurunan pendapatan, laba bersih perseroan melesat 131,8% menjadi Rp143,3 miliar pada paruh pertama tahun ini, dari Rp61,8 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya.


 

Berita Lainnya
×
tekid