sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Rumah 'rasa' indekos: Incaran milenial berkantong tipis

Strategi pengembang tetap harus memperhatikan kelayakan.

Qonita Azzahra
Qonita Azzahra Jumat, 30 Apr 2021 06:18 WIB
Rumah 'rasa' indekos: Incaran milenial berkantong tipis

Sektor properti terus berinovasi untuk menggaet pembeli. Beragam cara dilakukan, tak terkecuali mempersempit ruang bangunan demi membuat harganya lebih terjangkau.

Salah satu yang cukup heboh di awal bulan lalu adalah rumah mini yang berkonsep kekinian. Rumah yang ditawarkan oleh PT Modernland Realty Tbk. itu terletak di kawasan Cilejit, Tangerang, Banten.

Rumah itu hanya memiliki luas bangunan sebesar 13 meter persegi dan luas tanah 60 meter persegi. Layaknya apartemen bertipe studio, rumah mini itu hanya terdiri dari satu ruang yang dapat difungsikan sebagai kamar tidur, satu kamar mandi dan garasi.

Meski berukuran kecil, rumah yang dibanderol dengan harga Rp150 jutaan itu memiliki konsep rumah tumbuh. Sehingga, sangat mungkin bagi si empunya rumah untuk mengembangkan sendiri bangunan yang dimilikinya itu di masa depan. Misalnya, dengan menambah jumlah kamar.

“Rumah tumbuh adalah salah satu kiat untuk merencanakan dan membangun rumah secara bertahap,” kata Director Marketing Urban Development PT Modernland Realty Tbk. Helen Hamzah kepada Alinea.id, Minggu (7/3). 

Salah satu rumah contoh tipe 27/60 di Modernland, Cilejit, Tangerang. Alinea.id/Qonita Azzahra.

Sementara itu, dia mengklaim, bangunan tipe studio landed home ini dibangun sesuai kebutuhan generasi milenial, terutama yang memiliki anggaran minim. 

Untuk pembelian rumah tipe 13/60 calon konsumen dapat melakukan pembayaran dengan dua cara, yakni melalui sistem KPR (Kredit Pemilikan Rumah) atau langsung melalui developer

Sponsored

Untuk skema KPR, milenial sudah bisa menempati rumah itu dengan cicilan sebesar Rp1.515,066 per bulan dalam jangka waktu 20 tahun. Sedangkan untuk pembayaran melalui developer dapat dicicil selama 4 tahun atau 48 kali dengan besaran sekitar Rp4.000.000.

Berdasarkan pantauan Alinea.id, rumah mini seluas 13 meter persegi ini belum mulai dibangun. Rencananya, pengembang akan mulai pembangunan 100 rumah mini yang berada di Cluster Lintang ini pada akhir tahun 2021. 

Tergolong mahal

Menanggapi hal ini, Ida, seorang Copy Writer di salah satu perusahaan advertising di Jakarta mengaku ogah membeli rumah mini itu. Sebab, dengan ukuran 13 meter persegi dan cicilan sebesar Rp1,5 juta per bulan, menurutnya harga rumah itu tergolong mahal. Selain itu, ukuran rumah juga tergolong sangat kecil untuk dijadikan hunian. 

Dia bilang, ukuran rumah tumbuh paling kecil yang masih nyaman untuk ditinggali paling tidak berukuran 21 meter persegi dan luas tanah 60 meter persegi. Sedangkan ukuran rumah tipe 13 menurutnya lebih seperti luas ruangan indekos. 

“Rumah ukuran 13 meter (persegi) itu kecil banget. Mending ngekos aja si, lebih murah,” celetuknya, saat berbincang dengan Alinea.id, Minggu (25/4).

Selain itu, dengan membeli rumah tumbuh dengan ukuran mini, mau tak mau pihaknya harus menambah ruangan ekstra jika ingin lebih leluasa beraktivitas di dalam rumah. Dengan kata lain, berarti dirinya harus menyediakan bujet ekstra untuk merenovasi rumah mini itu.

“Mungkin kalau untuk yang sudah berkeluarga enggak masalah. Tapi untuk yang tinggal sendiri itu agak boros,” kata perempuan 24 tahun itu.

Berbeda dengan Ida, Hendri (28) menilai bahwa rumah tumbuh dapat dijadikan pilihan ketika dana yang dimiliki milenial untuk membeli atau membangun rumah minim. Meski begitu, rumah tumbuh yang nyaman untuk dihuni setidaknya memiliki luas bangunan sebesar 36 meter persegi dan luas tanah 60 meter persegi. 

Sebab, untuk rumah dengan tipe 36/60 ini sudah tergolong komplit dengan dua kamar tidur, satu kamar mandi, dapur, ruang tamu dan teras kecil. Bahkan, di halaman depan rumah juga dapat ditambahkan garasi untuk menampung mobil.

“Sedikit-sedikit lah renovasinya. Karena sekarang kalau mau beli rumah besar juga bujetnya harus gede,” jelas karyawan swasta itu kepada Alinea.id, melalui sambungan telepon, Senin (26/4).

Sementara itu, Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia Paulus Totok Lusida mengakui, landed house atau rumah tapak yang dikembangkan oleh PT Modernland Realty Tbk. berukuran sangat kecil. 

Bahkan, rumah berukuran 13 meter persegi itu menurutnya adalah ukuran rumah paling kecil dalam sejarah properti Indonesia. Sebab, sebelumnya rumah kecil dengan konsep tumbuh hanya ada yang berukuran 21 meter persegi. 

Ilustrasi. Pixabay.com.

Meski begitu, dia memaklumi konsep rumah tumbuh berukuran kecil itu. Bahkan, menurutnya rumah mini itu merupakan salah satu kreasi dan terobosan pengembang. Utamanya dalam menyediakan rumah dengan harga terjangkau di kala ekonomi masyarakat sedang sulit karena pandemi.

“Dengan konsep rumah tumbuh ini konsumen masih punya space tanah. Jadi sewaktu-waktu dia bisa memperluas ukuran bangunannya,” katanya, kepada Alinea.id, Minggu (18/4).

Tidak hanya itu, selama ini tidak ada aturan baku yang mengatur minimal luas bangunan rumah tumbuh. Hanya saja rumah yang dibangun harus layak huni. 

Hal itulah yang membuat pengembang bebas untuk membangun rumah tumbuh dengan ukuran berapapun. Dengan catatan, pengembang harus bertanggung jawab atas rumah tersebut, termasuk setelah rumah tumbuh itu dibeli oleh konsumen. Selain itu, pembangunan rumah tumbuh juga tidak diperbolehkan melanggar Garis Sempadan Bangunan (GSB).

Totok mencontohkan, rumah yang melanggar GSB misalnya rumah yang dikembangkan hingga persis berada di bibir jalan. “Makanya harus diawasi. Jadi rumah itu enggak melanggar GSB. Kalau dilanggar, kawasan itu bisa jadi pemukiman padat penduduk, kumuh dan semrawut,” tegas dia.

Tidak layak

Dihubungi terpisah, Head of Research & Consultancy Savills Indonesia Anton Sitorus menilai, rumah mini dengan ukuran 13 meter persegi dapat dikatakan jauh dari kata layak. Apalagi untuk keluarga yang sudah memiliki anak. Selain itu, meski berkonsep studio, rumah mini tersebut tidak lantas bisa disamakan dengan apartemen dengan tipe studio.

Sebab, untuk apartemen tipe studio paling tidak memiliki minimal luas bangunan 20 meter persegi. Belum lagi rumah tapak juga sebenarnya tidak bisa didesain seperti apartemen bertipe studio.

“Karena apartemen punya common area yang bisa dimanfaatkan penghuni bersama-sama, sedangkan  rumah tapak enggak. Jadi beda,” urainya kepada Alinea.id, Selasa (13/4).

Oleh sebab itu, Anton menilai, penting bagi pemerintah untuk mengatur luas minimal bangunan dan tanah rumah tapak. Tidak hanya pada rumah bersubsidi yang disediakan pemerintah untuk rakyat dengan ekonomi rendah, namun juga kepada para pengembang. 

Jika tidak diatur, menurutnya banyak celah yang dapat digunakan oleh pengembang untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya tanpa memperhatikan kelayakan rumah bagi penghuninya. 

"Buat yang sesuai standar saja manfaatkan kebijakan DP dan PPN 0% untuk menarik minat konsumen,” sarannya pada para pengembang.

Direktur Utama Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Arief Sabarudin mengakui, sampai saat ini tidak ada aturan khusus terkait ukuran bangunan minimal rumah tapak, baik yang memiliki skema subsidi maupun umum. 

Namun demikian, untuk membangun rumah sehat, pemerintah masih berpedoman pada Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah (Kepmen Kimpraswil) Nomor 403/KPTS/M/2002 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Sederhana Sehat (RS SEHAT). 

Aturan itu menyebutkan rumah dengan ukuran bangunan kurang dari 36 meter persegi diklasifikasikan sebagai rumah tumbuh. Sementara untuk bangunan rumah tipe 21 masuk ke dalam golongan rumah inti minimum dengan luas sedikitnya 18 meter persegi. Adapun untuk rumah sehat, kebutuhan ruang per orang minimal 9 meter persegi. 

“Di bawah itu diklasifikasikan sebagai rumah inti tumbuh (RIT) dengan luas minimal adalah 27 meter persegi,” jelasnya kepada Alinea.id, melalui pesan singkat, Minggu (25/4).

Sementara itu, merespon rumah viral berukuran 13 meter persegi, Arief bilang, seharusnya bangunan dengan ukuran mini tersebut difungsikan sebagai kamar kos. Namun, jika rumah itu hendak diperjualbelikan, hanya diperbolehkan untuk dihuni satu orang saja. Sebab, jika rumah berukuran mini dihuni oleh banyak orang, dia khawatir rumah akan menjadi bangunan yang tidak layak huni.

“Seharusnya memang dibuat pengaturan (dari pengembang) terkait dengan hal itu,” kata dia.

Arief melanjutkan, jika ada rumah subsidi dengan ukuran 13 meter persegi, tidak akan difasilitasi pemerintah. Sebab, menurut peraturan PUPR Nomor 242/KPTS/M/2020, ukuran luas bangunan rumah subsidi berada di antara 21 meter persegi hingga 36 meter persegi dan luas tanah antara 60 meter persegi hingga 200 meter persegi.

Sementara itu, Pengamat Properti Ali Tranghanda justru mengatakan bahwa sah-sah saja jika ada pengembang yang ingin membangun rumah dengan ukuran mini. Pasalnya, memang tidak ada aturan yang mengikat ukuran minimal rumah tapak. 

Meski begitu, rumah dengan ukuran mini belum tentu banyak diminati oleh milenial. Sebab, yang diincar oleh generasi muda saat ini tidak harus rumah dengan harga murah. Karena saat ini, baik milenial yang hidup sendiri maupun yang sudah berumah tangga lebih memilih rumah yang relatif dekat dengan konektivitas publik atau Transit Oriented Development (TOD).

“Malah sekarang harga itu jadi relatif. Mereka tidak lagi jadikan harga sebagai patokan utama,” ujar CEO Indonesia Property Watch itu kepada Alinea.id, Minggu (25/4).

Ada beberapa alasan yang membuat hunian di kawasan TOD menjadi incaran milenial. Pertama, dapat menghemat waktu karena akses ke multi moda transportasi yang memadai. Kedua, menghemat biaya transportasi karena ketergantungan terhadap kebutuhan kendaraan akan berkurang.

Ketiga, mendukung gaya hidup yang lebih sehat karena mengoptimalkan berjalan kaki dan terbatasnya trafik kendaraan bermotor di kawasan. Bahkan, ke depan, hunian di kawasan TOD memiliki prospek yang lebih tinggi, seiring dengan adanya peningkatan infrastruktur dan transportasi publik, khususnya yang berbasis rail way seperti LRT dan MRT.

Ilustrasi Alinea.id/Oky Diaz.


 

Berita Lainnya
×
tekid