close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi Alinea.id/Dwi Setiawan.
icon caption
Ilustrasi Alinea.id/Dwi Setiawan.
Bisnis - Perdagangan
Senin, 12 Mei 2025 06:31

Secercah peluang industri ritel terus bertumbuh

GS Supermarket, mengumumkan bakal menutup semua gerainya, hanya akan beroperasi hingga akhir Mei 2025.
swipe

Belum lama ini, ritel yang menjajakan produk makanan asal Korea Selatan, GS Supermarket, mengumumkan bakal menutup semua gerainya, hanya akan beroperasi hingga akhir Mei 2025.

Sebelumnya, gerai ritel pun mengumumkan penutupan operasional mereka. Misalnya, Lulu Hypermarket—jaringan ritel asal Uni Emirat Arab—yang menutup permanen jaringan gerainya di Indonesia pada 30 April 2025.

Matahari Departemen Store juga menutup 13 gerainya yang dianggap punya kinerja buruk sepanjang 2024. Lalu, Alfamart yang menutup kira-kira 400 gerai sepanjang 2024. Pada akhir Juli 2021 lalu, Giant pun menutup semua gerainya di Indonesia.

Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo, dikutip dari Antara, menyebut tingginya biasa operasional dan ketidakmampuan bersaing dengan peritel yang punya skala bisnis lebih besar dinilai menjadi salah satu faktor beberapa toko ritel, terutama di perkotaan, menutup gerainya.

Dampak perang dagang Amerika Serikat dan China pun memengaruhi kondisi ekonomi secara keseluruhan. Di samping itu, Budihardjo mengatakan, pergeseran preferensi konsumen ke platform daring juga menjadi tantangan bagi industri ritel konvensional.

Sementara itu, Direktur Bina Usaha Perdagangan, Kementerian Perdagangan (Kemendag) Septo Soepriyatno, saat berbincang dengan Antara mengatakan, pihaknya optimis sektor ritel di Indonesia tetap mengalami pertumbuhan.

Dalam mengusahakan pertumbuhan tersebut, pihaknya bakal melakukan evaluasi dan harmonisasi regulasi soal aturan distribusi barang secara konvensional dan perdagangan lewat sistem elektronik. Kemudian, Kemendag pun secara bertahap bakal melakukan pertemuan dengan pelaku bisnis ritel guna membahas peluang dan tantangan usaha saat ini.

Pihaknya akan memfasilitasi dan memberi pendampingan berbisnis data kepada para pelaku bisnis ritel supaya lebih sigap beradaptasi dengan ekosistem digital yang kian pesat.

Menurut Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti, e-commerce atau perdagangan elektronik memang memudahkan orang untuk berbelanja, tanpa harus ke toko.

“Tapi biasanya terjadi di kota-kota,” kata Esther kepada Alinea.id, Jumat (9/5).

Sementara masyarakat di desa-desa, kata dia, masih sangat bergantung pada sistem belanja konvensional. Sebab, masih ada keterbatasan akses terhadap teknologi dan rendahnya literasi digital.

“Ada faktor gagap teknologi dan tidak punya smartphone. Jadi mereka masih membutuhkan pergi belanja secara offline,” ujar Esther.

Situasi ini, lanjut Esther, justru menjadi peluang tersendiri bagi pelaku ritel untuk tetap mempertahankan toko fisik di daerah-daerah yang belum terjangkan digitalisasi secara menyeluruh.

"Di desa, pasar offline masih kurang. Ini bisa jadi peluang," tutur Esther.

img
Muhamad Raihan Fattah
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan