Sri Lanka, negara kepulauan yang dikelilingi Samudra Hindia, tengah berjuang menghadapi kelangkaan garam yang langka. Pasalnya pasokan jauh berkurang setelah hujan lebat. Kondisi ini membuat harganya melambung.
Kelangkaan garam memaksa warga Sri Lanka membayar lebih dari dua kali lipat harga normal. Harga satu bungkus garam seberat 1 kg saat ini antara Rp24 ribu-Rp27 ribu.
Kekurangan garam merupakan krisis terbaru yang melanda Sri Lanka. Negara Asia Selatan tersebut masih dalam tahap pemulihan dari krisis ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang menyebabkannya tidak mampu mengimpor stok minyak dan batu bara yang cukup pada tahun 2022 karena menipisnya cadangan devisa.
Warga Sri Lanka membagikan foto-foto di media sosial yang memperlihatkan rak-rak pasar yang kosong, sementara yang lain mengeluh karena harus berburu garam.
"Terjadi kelangkaan garam yang parah. Rak-rak supermarket kehabisan garam dan konsumen menjadi frustrasi," tulis Jamila Husain, editor Daily Mirror, di X.
Warga lainnya mengatakan dia harus "berburu garam selama beberapa hari terakhir" dan akhirnya menemukannya di kota Boralasgamuwa.
"Bahkan nasi dan kari kesayangan kita pun terancam," tulis Dr Chandana Wickaramasinghe, seorang cendikiawan Sri Lanka.
"Sungguh ironis bahwa negara kepulauan yang dikelilingi lautan terus menghadapi kekurangan garam yang berulang. Dan sekali lagi, untuk sesuatu yang mendasar seperti garam, kita beralih ke India – seperti yang kita lakukan untuk bahan bakar, obat-obatan, dan kebutuhan pokok lainnya," keluhnya..
Kekurangan garam disebabkan oleh produksi dalam negeri di tempat penampungan garam Hambantota, Elephant Pass, dan Puttalam yang menderita akibat hujan lebat dan kurangnya sinar matahari yang cukup sejak 15 Maret.
Hujan lebat baru minggu lalu menghanyutkan hampir 15.000 metrik ton garam yang dipanen yang dimaksudkan untuk dikumpulkan, kata produsen garam di distrik Puttalam. Sekarung garam seberat 50 kg di tempat penampungan sekarang dijual dengan harga sekitar Rp372 ribu, naik berkali-kali lipat dari harga sebelumnya Rp81 ribu.
Puttalam dilaporkan memproduksi sekitar 60 persen garam Sri Lanka.
Fasilitas produksi garam swasta dan publik telah berhasil menghasilkan panen melebihi 100.000 metrik ton selama tahun lalu, tetapi itu tidak cukup untuk memenuhi permintaan nasional.
23 juta penduduk Sri Lanka membutuhkan sekitar 180.000 metrik ton garam setiap tahunnya.
Menurut menteri perdagangan Wasantha Samarasinghe, stok 3.050 metrik ton garam yang dibeli dari India dijadwalkan tiba di Sri Lanka pada hari Rabu.
Ia mengatakan Sri Lanka tidak melonggarkan larangan impor garam setelah pengiriman awal karena permintaan dari industri.
"Kami pertama kali mengimpor sekitar 12.500 ton garam," kata Samarasinghe pada hari Senin.
"Mereka berharap mendapatkan panen pada bulan Maret, dan kemudian pada bulan Mei. Namun pada bulan Mei produksi juga terganggu karena hujan. Mengingat panen yang gagal, kami tidak punya pilihan selain mengimpor garam meskipun kami berupaya mendukung industri lokal," jelasnya.(independent)