sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Survei Bank DBS: Pola konsumsi masyarakat Indonesia di 2023 mulai bergeser

Ia memperkirakan konsumen masih memiliki kekhawatiran terkait inflasi walaupun sudah mengalami penurunan.

Erlinda Puspita Wardani
Erlinda Puspita Wardani Kamis, 23 Feb 2023 06:48 WIB
Survei Bank DBS: Pola konsumsi masyarakat Indonesia di 2023 mulai bergeser

Bank DBS Indonesia menyebutkan, rata-rata konsumsi per kapita di Indonesia terus meningkat secara stabil setiap tahunnya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tercatat adanya kenaikan sebesar 3,6% dari Rp1,28 juta per bulan pada September 2021 menjadi Rp1,33 juta pada Maret 2022.

Berawal dari data tersebut, DBS Group Research melakukan survei pada lebih dari 700 responden Indonesia dari berbagai kelas pemasukan di November 2022, DBS Group Research mendapati peningkatan konsumsi masyarakat terhadap produk makanan menjadi 50,1% pada 2022 dari yang sebelumnya 49,2% pada 2020. Kenaikan tersebut dipicu adanya imbauan masyarakat untuk stay at home guna mencegah penyebaran COVID-19.

Riset ini pun meneliti bagaimana inflasi dan ancaman resesi mengubah pola pengeluaran dan konsumsi masyarakat yang tidak hanya terjadi pada saat pandemi dari 2020-2022, namun juga terlihat pada saat inflasi 2013-2015. Peningkatan inflasi 8% pada Juli 2013 dan Desember 2014 dipicu oleh kenaikan harga Premium dan Diesel pada Juni 2013 dan November 2014. Ini disertai dengan kebijakan Bank Indonesia (BI) untuk menaikkan suku bunga dari 5,75% pada Januari 2013 menjadi 7,5% pada Desember 2015. Akibatnya, pengeluaran konsumsi rumah tangga Indonesia menurun dari 5,7% pada awal 2013 menjadi 4,9% pada akhir 2015. Setelah itu, pola konsumsi bergeser ke produk non-makanan yang meningkat masing-masing menjadi 50% dan 52,5% pada tahun 2014 dan 2015, dari 49,3% di 2013. Hal ini terjadi atas dasar tingginya pengeluaran untuk perabotan rumah tangga.

Sejalan dengan tekanan perekonomian global di 2023, DBS Group Research memprediksi terkait pola konsumsi Indonesia di 2023 dan 2024, antara lain yaitu pertama, ekonomi makro Indonesia masih tergolong kuat di tengah tingginya inflasi.

"Ini karena adanya relaksasi pembatasan mobilisasi masyarakat, ekonomi Indonesia yang tumbuh di atas 5% diiringi pertumbuhan angka investasi, dorongan siklus dari harga komoditas yang tinggi, serta peningkatan permintaan akan restock dan dimulainya kembali kegiatan dalam sektor jasa," ujar Ekonom DBS Group Research, Radhika Rao dalam keterangan resminya," Kamis (23/2).

Menurut Radhika, hal tersebut membantu mengimbangi dampak penurunan pendapatan riil dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Pemerintah juga memperluas subsidi angkutan umum daerah untuk meredam dampak kenaikan harga bahan bakar terhadap daya beli dan memberikan bantuan keuangan bagi rumah tangga berpemasukan menengah ke bawah.

Kedua, Radhika memperkirakan konsumsi akan melambat di 2023 karena meningkatnya angka inflasi, bercermin dari pola inflasi pada 2013-2015 dan hasil survei konsumen Bank DBS Indonesia. Pada periode 2013-2015 terjadi kenaikan tajam akan harga BBM dan inflasi yang menyebabkan penurunan konsumsi dengan jeda sekitar enam bulan. Hal serupa diprediksi akan terjadi pada pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) 2023 akan bertahan di 5%, lebih rendah dari 5,4% pada 2022 lalu.

Ketiga, ia memperkirakan konsumen masih memiliki kekhawatiran terkait inflasi walaupun sudah mengalami penurunan.
"DBS Group Research mendapati bahwa kekhawatiran tersebut didasari atas ketakutan akan meningkatnya harga barang dan jasa, terutama harga BBM dan bahan pokok rumah tangga. Walaupun angka inflasi sudah mengalami penurunan menjadi 5,42% secara tahunan pada November (dari 5,95% dan 5,71% secara tahunan pada bulan September dan Oktober), setengah dari responden mengatakan bahwa kenaikan harga tersebut menambah pengeluaran mereka sebanyak lebih dari 10%," tuturnya.

Selanjutnya menurut Radhika, mayoritas responden merasa tren inflasi akan berlangsung sampai enam bulan ke depan bahkan lebih. Menyikapi hal tersebut, masyarakat akan menyesuaikan kebiasaan pengeluaran mereka dengan kondisi ini.

"Untuk menjawab efek dari naiknya angka inflasi, kebanyakan dari responden lebih memilih untuk lebih banyak menabung atau mengurangi pengeluaran (save more, spend less) dan mencari alternatif barang yang lebih murah. Apabila hal ini terjadi, kita akan melihat perlambatan konsumsi rumah tangga pada 2023," kata Radhika.

Kelima yaitu, adanya pergeseran tren konsumsi Indonesia di 2023 dan 2024 karena inflasi. Radhika mengungkapkan, dalam mengubah pola konsumsinya, mayoritas responden memiliki kecenderungan untuk mendahulukan pengeluaran harian seperti belanja bulanan dan BBM, juga keperluan rumah tangga dibanding berlibur atau membeli baju. Selain itu, responden memilih alternatif produk yang lebih murah dalam kategori pengeluaran harian dan mengurangi frekuensi konsumsi pengeluaran non-pokok seperti rekreasi, makan di luar, dan pakaian.

Berita Lainnya
×
tekid