sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

UMKM go digital: Mengubah mindset agar naik kelas pasca onboarding

Digitalisasi UMKM tidak hanya soal onboarding namun bagaimana agar usaha bertahan dan berkembang hingga naik kelas.

Kartika Runiasari
Kartika Runiasari Jumat, 19 Agst 2022 17:44 WIB
UMKM go digital: Mengubah mindset agar naik kelas pasca onboarding

Merri Aisir hanyalah seorang admin di sebuah kantor kota metropolitan Jakarta pada era 2007. Semula, wanita berhijab ini kerap membawa makanan kegemarannya dari Sumatera Barat yakni rendang. Tidak hanya saat ke kantor namun juga saat bepergian (travelling). 

Ia pun berinovasi membawa bekal makanan rendang dalam kemasan yang simpel namun tidak bocor. “Saya suka trip tapi makannya susah akhirnya bekal rendang ke mana-mana. Saya awalnya ingin punya produk rendang kemasan yang simpel, menarik, enggak bocor, dan tahan lama,” ujarnya saat berbagi kisah dalam diskusi Hari UMKM Nasional 2022 "Yang Lokal, Yang Juara", Jumat (12/8).

Setelah sukses meramu rendang kemasan, Merri pun terpikir untuk menjual produk tersebut. Target pasarnya di awal hanyalah rekan-rekan kerjanya di kantor. Pada 2009, Merri akhirnya memberi merek Uninam pada makanan yang mendapat predikat terenak di dunia dalam World's 50 Most Delicious Foods versi CNN International ini.

Inovasinya untuk menciptakan rendang kemasan membuat usahanya mendapat banyak pelanggan. Ia akhirnya resign sebagai pegawai pada tahun 2010 untuk mengurus legalitas usahanya. Kemudian, pada Maret 2011, Uninam masuk ke ekosistem digital dengan bergabung sebagai seller di marketplace Tokopedia. 

“Waktu itu saya masih gaptek (gagap teknologi-red) enggak ngerti posting gambar, foto enggak bagus. Karena penasaran saya datang langsung ke kantor Tokopedia di Kebon Jeruk dari rumah saya di Tebet untuk belajar,” ungkapnya.

Dalam membangun bisnisnya, Merri bekerja sama dengan sepupunya di Payakumbuh, Sumatera Barat. Di kampung halamannya itulah rendang Uninam dimasak dan kemudian dikirim ke Jakarta. Merri bertugas memasarkan Uninam di Jakarta, termasuk melalui Tokopedia.

Rendang Uninam diproduksi di Payakumbuh, Sumatera Barat. Dokumentasi.

“Kami bikin sampai sesuai rasa yang saya mau dengan memanfaatkan kelapa di rumah (Payakumbuh). Rendang Uninam tahan lama sampai 10 bulan, tanpa bahan pengawet dan MSG,” ungkapnya.

Sponsored

Sehingga pengiriman ke kota terpencil yang memakan waktu lama pun tetap aman untuk produknya. Meski tanpa bahan pengawet, Merri menjamin rendang yang dikirim bukan stok lama karena persediaan selalu habis. 

Setelah 11 tahun berbisnis Merri pun mengisahkan varian produk yang semula 6 jenis kini bertambah hingga lebih dari 50 jenis. Merri juga sudah menjangkau penjualan ke seluruh Indonesia termasuk Biak, Papua, Pulau Kalimantan, dan tentunya Pulau Jawa. 

“Bahkan lucunya saya pernah kirim dari Jakarta ke Padang, padahal produksinya di Payakumbuh,” selorohnya.

Padahal, Merri hanya bermodal Rp2 juta saat memulai usaha Uninam. Kini omzet UniNam bisa mencapai puluhan juta. Modal Rp2 juta itu termasuk untuk membuat packaging rendang yang rapi dan menarik. Ia juga mengaku tidak mendapat modal dari pinjaman atau utang. 

“Semua hanya dari keuntungan yang saya putar terus,” ungkapnya.

Merri mengaku dengan berjualan daring di Tokopedia ia bisa mendapat pesanan setiap harinya. Apalagi jika ia memasang iklan atau mengikuti kampanye maka penjualan bisa luar biasa besar. 

Ia pun membagikan kunci sukses berjualan daring. Pertama, menyiapkan produk dengan berbagai varian agar toko terlihat menarik dan pelanggan punya banyak pilihan. Kedua, memasang banner dan foto produk dalam laman toko digital semenarik mungkin. Ketiga, merespon setiap pertanyaan konsumen dengan cepat dan ramah. 

“Jangan sampai mengecewakan, kalau barang enggak diterima dengan baik, kurang dari 20 menit saya pasti respon di inbox. Barang juga jangan dikirim lebih dari 24 jam,” sarannya yang menjadi admin toko online-nya, Uninam di Tokopedia, seorang diri.

Selain itu, Merri juga menyarankan agar selalu mengikuti fitur-fitur dan kampanye yang disediakan marketplace. Bahkan, ia juga mem-bundle produknya dan mengkreasikan hampers untuk menarik lebih banyak pembeli.

“Saya punya 10 macam rendang dengan 4 ukuran, rendang daging, basah dan kering, rendang paru, bahkan rendang daun kita ada, untuk vegetarian,” bebernya.

Kisah sukses lain juga dibagikan Pemilik iniTempe, Benny Santoso (26) asal Surakarta. Ia melihat peluang bisnis olahan tempe sejak 2016. Bermula dari niat memberdayakan petani kedelai lokal dari wilayah Grobogan, Jawa Tengah dan Pulaki, Bali. Benny membeli langsung kedelai mentah dari para petani dengan harga yang lebih tinggi dari harga tengkulak.

Produk iniTempe memberdayakan petani di Jawa Tengah dan Bali. Dokumentasi.

Semula saat bisnis masih seumur jagung, pelanggan iniTempe ialah turis asing di Bali, namun saat pandemi melanda, pasar lokal dan platform online Tokopedia justru menjadi penyelamatnya. “Kini lewat Tokopedia, omzet kami mencapai belasan juta. Para petani kedelai pun bisa semakin sejahtera,” kata Benny.

Begitu juga dengan Pemilik UMKM dari Semarang Heritage Brass, Mita Nurul Fajar Indah. Ia sangat peduli dengan pemberdayaan perajin lokal kuningan di Juwana, Jawa Tengah. Mita akhirnya membuat seluruh aksesoris dekorasi rumah dari material kuningan daur ulang.

“Berkat pemanfaatan platform online, saya bisa meneruskan usaha keluarga saya yang sudah berdiri puluhan tahun. Tokopedia berkontribusi signifikan terhadap penjualan Heritage Brass. Omzet kami meningkat dua kali lipat dibanding sebelum bergabung di Tokopedia,” tutup Mita.

Produk kuningan Heritage Brass. Dokumentasi.

Jemput bola

Untuk bertahan di tengah era digital, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) memang tidak bisa hanya mengandalkan jualan dengan cara konvensional seperti menunggu pelanggan datang. Pandemi pada akhirnya memaksa UMKM bertransformasi ke ranah digital.

Asisten Deputi Kemitraan dan Perluasan Pasar Kementerian Koperasi dan UKM, Fixy, menceritakan pada awal 2020 UMKM banyak yang ‘teriak’ karena cash flow-nya hanya cukup untuk 1 sampai 2 bulan. “Keadaan itu memunculkan adaptasi digital, dorongan untuk onboarding, pelanggan enggak datang seperti ke toko fisik,” ungkapnya pada kesempatan yang sama.

Apalagi kala itu permintaan masyarakat pada bisnis food and beverage sangat tinggi. Sejak itu banyak UMKM yang terjun ke ranah digital. Namun seiring pandemi yang mengarah ke endemi, berjualan online sudah menjadi keniscayaan.

Menurutnya, hal ini seiring dengan gaya hidup masyarakat terutama generasi milenial dan generasi Z yang menyukai kemudahan. Karenanya, dia menilai UMKM harus menangkap kebutuhan tersebut dengan masuk ke pasar digital terutama e-commerce. “Supaya UMKM enggak ketinggalan zaman,” ujarnya.

Namun, Fixy menegaskan pemerintah dan stakeholder terkait tidak hanya mendorong UMKM untuk onboarding (go digital). Tetapi, UMKM juga harus mempersiapkan bisnis untuk menjangkau pembeli dengan cakupan lebih luas sehingga membutuhkan stok barang lebih banyak.

“Kalau sudah berbisnis digital yang diinginkan mitra adalah cepat, jangan sampai lama, ada perubahan mindset yang dipersiapkan agar tidak tertinggal dalam hal kecepatan layanan dan pengiriman barang,” ungkapnya.

UMKM juga harus profesional dengan mempersiapkan bisnisnya dengan skala lebih besar untuk memenuhi permintaan pelanggan. Di sinilah, kata dia, pemerintah berperan dengan memfasilitasi permodalan UMKM seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR). Selain itu, kata dia, UMKM bisa juga bermitra dengan peer to peer (P2P) lending yang berinvestasi di UMKM. Pihaknya juga melakukan pendampingan UMKM bersama pelaku e-commerce maupun asosiasi.

Kepala Kebijakan Publik dan Hubungan Pemerintah Tokopedia Hilmi Adrianto menambahkan sebagai perusahaan teknologi lokal buatan Indonesia, Tokopedia berusaha untuk bertransformasi menjadi super ekosistem untuk UMKM termasuk di daerah.

“Ada 12 juta penjual dan 86% pedagang baru kami lihat ada pertumbuhan signifikan UMKM menjelang akhir 2021 rata-rata hampir 1,5 kali lipat,” bebernya.

Menurutnya, peningkatan jumlah penjual cukup merata baik di Indonesia bagian barat, tengah maupun timur. Ia pun mengharapkan kondisi ini dapat mempercepat kontribusi UMKM dalam pemulihan ekonomi nasional.

Kendala daerah terpencil

Namun, salah satu kendala dalam digitalisasi UMKM ada di daerah terdepan, terpencil, dan tertinggal (3T). Asdep Kemitraan dan Perluasan Pasar Kementerian Koperasi dan UKM Fixy menambahkan saat ini ada perbedaan besar kehidupan di kota besar dan kota kecil.

“Konsumen daerah polanya masih senang ke toko, ada kepuasan tersendiri. Di daerah faktornya enggak hanya relaksasi, ada budaya yang berbeda dan relatif enggak ada macet segala sesuatu mudah dan dekat,” ucapnya.

Sementara Hilmi dari Tokopedia menyatakan sebagai negara kepulauan, Indonesia menghadapi kendala akses logistik. Untuk itu, Tokopedia fokus pada UMKM daerah mendapatkan akses logistik lebih baik. Persoalan lainnya, tambah dia, adalah akses bahan baku yang sulit dan lebih mahal.

Karena itu, Tokopedia semakin fokus pada go local agar pertumbuhan tidak hanya di kota besar tapi juga merata ke seluruh daerah. Tokopedia pun menciptakan fitur Dilayani Tokopedia berupa gudang pintar agar UMKM dapat menitipkan produknya. 

“Kami memberi layanan enggak hanya penitipan produk tapi layanan customer service, packaging, sampai pengiriman produk itu sendiri. Sehingga ongkir lebih terjangkau daripada mengirim ke pelanggan yang jauh,” paparnya.

Selain itu, Tokopedia juga membuat komunitas seller yang menjadi wadah diskusi UMKM terkait bahan baku dan wawasan lainnya. Ada pula program Pusat Edukasi Seller untuk meningkatkan literasi digital dan Kumpulan Toko Pilihan yang menyatukan para penjual sesuai daerah pelanggan.

“Sehingga pengguna bisa lihat. Kapasitas bisa dikembangkan untuk cakupan nasional,” tambahnya.

Tokopedia juga mempunyai program Waktu Indonesia Belanja (WIB) lokal yang dilakukan setiap tanggal 25 sampai akhir bulan. Begitu juga dengan teknologi geo-tagging yang membuat masyarakat di daerah mendapatkan eksposur lebih banyak dengan UMKM di daerahnya.

Tumbuh signifikan

Tokopedia sendiri telah bekerja sama dengan Garda Transformasi Formal Usaha Mikro (Transfumi) untuk memberikan sosialisasi dan fasilitasi penerbitan Nomor Induk Berusaha (NIB) bagi pelaku UMKM di Tokopedia, Digitalisasi Warung dan Kelas Akselerasi Digital.

“Kami menyampaikan apresiasi kepada Tokopedia yang senantiasa menjadi mitra pemerintah dalam mengakselerasi transformasi digital UMKM di tanah air. Tiga tahun ke belakang berjuang bersama menghadapi tantangan pandemi, kita memahami pentingnya UMKM untuk mengoptimalkan ekosistem digital, bukan hanya untuk bertahan, namun pulih dan semakin kokoh sebagai salah satu pilar utama ekonomi nasional,” kata Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki.

Ia meyakini peningkatan jumlah UMKM bertransformasi digital akan menjadi pondasi bagi Indonesia untuk dapat mengoptimalkan potensi ekonomi digital, di mana pada tahun 2030 akan mencapai Rp4.531 triliun. Pada Juni 2022, KemenKopUKM mencatat sudah ada sebanyak 19,5 juta pelaku UMKM atau sebesar 30,4% dari total UMKM telah hadir pada platform e-commerce.

Virtual Media Briefing Tokopedia: Hari UMKM Nasional. Dokumentasi.

Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Bima Laga menambahkan Riset Google, Temasek, dan Bain Company mencatat pertumbuhan ekonomi digital akan mencapai nilai lebih dari Rp700 triliun pada 2021 dengan pertumbuhan tahunan (year on year) bisa sampai 50%.

“Transaksi kita secara ekonomi digital masih 5% dari PDB, kita meyakini pertumbuhan akan tercapai at least 48-50% yoy tahun ini seperti riset BI. Di samping itu menurut riset Riset Google, Temasek, dan Bain Company pada 2020-2025 pertumbuhan ekonomi digital masih disumbang e-commerce,” paparnya.

Faktor penyebabnya, kata dia, tak lain adalah penetrasi internet yang mencapai 60-70% dari total penduduk Indonesia yang sebesar 270 juta jiwa. Untuk itu, pihaknya melakukan pelatihan-pelatihan UMKM untuk menangkap besarnya peluang tersebut, terutama dari wilayah Indonesia Timur.

“Daerah Indonesia Timur atau 3T memiliki potensi berkembang dan bisa dimanfaatkan, misal keripik, souvenir perak,” katanya.

Ia pun menegaskan selain onboarding, UMKM perlu meningkatkan kapasitas dengan berjualan online. Sampai Juni 2022, sudah ada 11,9 juta UMKM yang onboarding terutama gara-gara pandemi. Totalnya, sudah ada 19 juta-an UMKM yang menjalankan bisnisnya di ranah digital. 

Namun, ia menegaskan perlu ada kolaborasi terus menerus antara pelaku bisnis, e-commerce, dan pemerintah untuk meningkatkan bisnis digital di tanah air. Menurutnya, UMKM masih membutuhkan bantuan permodalan baik melalui KUR dan lain-lain serta keterampilan manajemen bisnis agar bisa naik kelas.

Ilustrasi Alinea.id/Firgie Saputra.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid