sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Akhir pekan di Hong Kong kembali diwarnai protes

Unjuk rasa bertajuk "Medical Workers Resisting Tyranny" direncanakan akan digelar di Chater Garden pada Sabtu (26/10) malam.

Valerie Dante
Valerie Dante Jumat, 25 Okt 2019 16:52 WIB
Akhir pekan di Hong Kong kembali diwarnai protes

Hong Kong bersiap untuk menghadapi akhir pekan yang diwarnai unjuk rasa damai. Sejauh ini tidak ada tanda bahwa demonstran antipemerintah akan menghentikan gerakan mereka di kota itu.

Sebelumnya, ratusan pengunjuk rasa mengadakan aksi protes untuk mendukung Catalonia pada Kamis (24/10). Beberapa dari mereka mengibarkan bendera Catalonia dan membawa spanduk bertuliskan, "A fight for freedom together".

Hong Kong kini berada di bulan kelima protes, yang telah menjerumuskan kota itu ke dalam krisis politik terburuknya dalam beberapa dekade terakhir.

Unjuk rasa bertajuk "Medical Workers Resisting Tyranny" direncanakan akan digelar di Chater Garden pada Sabtu (26/10) malam. Protes lainnya yang menyerukan penentangan terhadap kebrutalan polisi, solidaritas terhadap muslim dan jurnalis, akan berlangsung pada Minggu (27/10) di Distrik Kowloon.

Dalam demonstrasi pada Minggu (20/10), polisi menyemprotkan meriam air ke arah sekelompok kecil orang di sebuah masjid di Kowloon. Tindakan itu menuai kritik dari komunitas muslim di Hong Kong.

Polisi mengeluarkan pernyataan yang mengatakan bahwa insiden itu sangat disayangkan dan tidak disengaja. Sejumlah petinggi polisi dan perwakilan pemerintah pergi menemui para pemimpin muslim keesokan harinya untuk meminta maaf.

Hong Kong dikembalikan dari Inggris ke China pada 1997 di bawah formula "Satu Negara, Dua Sistem". Formula tersebut memungkinkan kota itu mempertahankan kebebasan yang tidak dapat dinikmati di Tiongkok, termasuk sistem peradilan independen dan hak untuk menggelar demonstrasi.

Namun, banyak warga Hong Kong yang marah pada apa yang mereka anggap sebagai upaya Beijing untuk mengikis kebebasan kota tersebut.

Sponsored

Dukungan Wapres AS

Wakil Presiden Amerika Serikat Mike Pence pada Kamis menuduh China membatasi hak dan kebebasan di Hong Kong. Pence menegaskan, Washington tidak mencari konfrontasi atau ingin menghancurkan hubungan dengan Beijing.

Meskipun begitu, dalam pidatonya, Pence mengkritik China, menyebutnya sebagai negara "pengawas" dengan aksi militer yang semakin provokatif. Dia menyebut Taiwan sebagai opsi yang lebih baik bagi rakyat Tiongkok dan meminta Beijing untuk menangani protes prodemokrasi di Hong Kong.

"Hong Kong adalah contoh nyata dari apa yang dapat terjadi jika Tiongkok merangkul kebebasan. Namun, selama beberapa tahun terakhir, Beijing justru meningkatkan intervensi di kota itu melalui tindakan-tindakan yang membatasi hak dan kebebasan rakyat Hong Kong," tutur dia.

Dia menegaskan, AS mendukung para pengunjuk rasa di Hong Kong.

"Kami mendukung Anda. Kami terinspirasi oleh Anda. Kami mendesak Anda untuk tetap berada di jalur protes tanpa kekerasan," ujar Pence.

Pence mengkritik NBA karena gagal membela diri setelah China mengecam manajer klub Houston Rockets Daryl Morey yang mentwit dukungan terhadap gerakan prodemokrasi Hong Kong.

Bintang Los Angeles Lakers, LeBron James, mengkritik twit Morey, mengatakan bahwa ada konsekuensi negatif dari langkahnya.

"Beberapa pemain NBA terkemuka, yang secara rutin menggunakan kebebasan mereka untuk mengkritik AS, kini kehilangan suara ketika terkait kebebasan dan hak-hak orang lain," lanjut dia.

NBA, ujar dia, telah bertindak sebagai anak perusahaan yang dimiliki oleh rezim otoriter China.

Selain itu, Pence juga menyayangkan langkah Nike karena menarik seluruh merchandise Houston Rockets dari toko-tokonya di China dan mengatakan bahwa langkah itu sangat tidak sesuai dengan semangat AS.

Pemerintah Tiongkok mengutuk gerakan antipemerintah di Hong Kong dan menuduh kekuatan asing sebagai pihak yang memicu kerusuhan. Kementerian Luar Negeri China telah berulang kali memperingatkan negara-negara lain untuk tidak campur tangan urusan Hong Kong, menegaskan bahwa itu merupakan persoalan internal. (Reuters, Al Jazeera dan NPR)

Berita Lainnya
×
tekid