sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Bank Dunia: Hanya 6 negara yang memiliki kesetaraan gender sempurna

Belgia, Denmark, Prancis, Latvia, Luksemburg, dan Swedia adalah negara-negara yang mencetak skor sempurna.

Valerie Dante
Valerie Dante Senin, 04 Mar 2019 13:14 WIB
Bank Dunia: Hanya 6 negara yang memiliki kesetaraan gender sempurna

Laporan dari Bank Dunia membuktikan bahwa dunia memang tengah bergerak menuju kesetaraan gender, tetapi geraknya sangat lambat. Menurut laporan itu, saat ini, hanya enam negara di dunia yang memberi kesetaraan gender.

Meski rendah, angka itu merupakan peningkatan dari angka nol yang tercatat pada satu dekade lalu ketika Bank Dunia memulai penelitian terkait seberapa efektif suatu negara menjamin kesetaraan hukum dan ekonomi antargender.

Namun, dengan tingkat kemajuan seperti itu, menurut kalkulasi CNN, perempuan baru akan mencapai kesetaraan penuh di area-area yang diukur oleh Bank Dunia pada 2073.

Belgia, Denmark, Prancis, Latvia, Luksemburg, dan Swedia mencetak skor 100 dalam laporan "Women, Business and the Law 2019" Bank Dunia.

Di antara negara-negara itu, Prancis mengalami peningkatan terbesar selama dekade terakhir karena telah menerapkan hukum kekerasan dalam rumah tangga, memberikan hukuman pidana bagi pelecehan seksual di tempat kerja, dan memperkenalkan cuti berbayar bagi orang tua.

Tetapi negara-negara di Timur Tengah dan Afrika Sub-Sahara memiliki skor rata-rata 47,37, yang berarti mayoritas negara di wilayah tersebut hanya memberi perempuan setengah hak hukum yang dimiliki laki-laki di wilayah tersebut.

Studi ini bertujuan untuk mengembangkan pemahaman terkait bagaimana pekerjaan dan kewirausahaan perempuan terpengaruh akibat diskriminasi hukum.

Selain itu, laporan tersebut menyoroti bagaimana perempuan harus menghadapi hukum dan peraturan diskriminatif di dalam karier mereka, membatasi kesempatan kerja mereka. Studi tersebut tidak mengukur faktor sosial, budaya, atau seberapa efektif hukum ditegakkan di negara masing-masing.

Sponsored

Kriteria yang dianalisis adalah pergi ke tempat kerja, memulai bisnis, dibayar, menikah, punya anak, menjalankan bisnis, mengelola aset, dan mendapatkan pensiun.

Sejumlah kriteria tersebut dipecah menjadi pertanyaan seperti, "Bisakah seorang wanita bepergian di luar rumahnya dengan cara yang sama seperti seorang pria?" dan "Apakah ada UU yang secara khusus menangani kekerasan dalam rumah tangga?"

Secara keseluruhan, rata-rata peringkat global berada di angka 74,71, sebuah peningkatan lebih dari empat setengah poin dibandingkan sepuluh tahun lalu.

Namun, studi menunjukkan bahwa di negara dengan skor rata-rata, wanita hanya menerima tiga perempat dari hak hukum yang diterima pria.

Amerika Serikat mencetak skor 83,75, menempatkannya di luar peringkat 50 besar dunia. Sedangkan Inggris mencapai skor 97,5, Jerman 91,88, dan Australia dengan skor 96,88.

"Jika perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai potensi penuh mereka, dunia tidak akan hanya menjadi lebih adil, tetapi juga lebih sejahtera," tutur Presiden Interim Bank Dunia Kristalina Georgiva. "Perubahan memang sedang terjadi, tetapi perubahan itu tidak berjalan cukup cepat. Sekitar 2,7 miliar wanita masih dilarang secara hukum untuk memiliki pilihan pekerjaan yang sama dengan pria."

Menurut laporan terpisah dari McKinsey Global Institute yang dirilis pada 2015, menambal kesenjangan gender dalam dunia kerja dapat menyumbang US$28 triliun bagi produk domestik bruto (PDB) global, jumlah yang hampir setara dengan gabungan ekonomi AS dan China.

Hukum masih mengekang

Dalam kategori "memiliki anak" AS memiliki skor sangat rendah yakni 20. Kategori tersebut menganalisis UU seputar urusan cuti hamil, cuti ayah, dan cuti orang tua.

Laporan itu memaparkan bahwa pembuat kebijakan yang tertarik untuk mempertahankan perempuan agar tidak keluar dari pekerjaan setelah memiliki anak dapat menjadikan skor ekonomi mereka dalam indikator tersebut sebagai acuan awal reformasi.

Skor keseluruhan Arab Saudi, 25,63, adalah yang terburuk di dunia. Sementara Sudan, Uni Emirat Arab, Suriah, Qatar, dan Iran semua mendapat skor di bawah 35.

Laporan tersebut menyoroti tren yang lebih positif di Asia Selatan, Asia Timur, dan Afrika Sub-Sahara, tiga wilayah yang paling berkembang dibandingkan dengan kondisi mereka pada satu dekade yang lalu.

Negara dengan perkembangan paling signifikan adalah Republik Demokratik Kongo, yang pada 10 tahun lalu memiliki skor 42,50 dan melonjak menjadi 70 pada 2017.

"Sebagian peningkatan ini didasarkan pada reformasi UU yang memungkinkan perempuan yang sudah menikah untuk membuka bisnis, membuka rekening bank, mendapatkan pekerjaan, dan memilih tempat tinggal dengan cara yang sama yang dimiliki laki-laki," jelas laporan tersebut.

Persyaratan hukum yang menyatakan istri harus mematuhi suami mereka juga dihapus dari negara itu.

"Kesetaraan gender adalah komponen penting dari pertumbuhan ekonomi," jelas Georgiva laporannya. "Wanita adalah setengah dari populasi dunia dan kami memiliki peran dalam menciptakan dunia yang lebih makmur. Tapi kami tidak akan berhasil memainkan peran itu jika hukum membatasi gerak kami."

Georgiva memaparkan ada banyak UU dan peraturan yang terus mencegah perempuan untuk memasuki dunia kerja atau memulai bisnis. Diskriminasi tersebut dapat memiliki efek jangka panjang pada keterlibatan perempuan dalam membangun ekonomi dan partisipasi mereka dalam angkatan kerja.

"Dengan menyoroti isu ekonomi, Bank Dunia mendorong pemerintah untuk menjamin partisipasi penuh dan setara bagi kaum perempuan."

Sumber : CNN

Berita Lainnya
×
tekid