sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Bayang-bayang Morales jadi ujian pemimpin baru Bolivia

Morales yang telah mengundurkan diri kini berada di Meksiko, negara yang menawarkannya suaka.

Khairisa Ferida
Khairisa Ferida Kamis, 14 Nov 2019 17:11 WIB
Bayang-bayang Morales jadi ujian pemimpin baru Bolivia

Mantan Presiden Evo Morales memperingatkan para pejabat Bolivia untuk tidak menodai diri mereka dengan darah rakyat. Pernyataan tersebut muncul setelah para pendukungnya turun ke jalan-jalan untuk menyokongnya.

Protes di La Paz, kota utama negara itu, pecah pada Rabu (14/11) di tengah penolakan Morales dan para pendukungnya terhadap presiden sementara Jeanine Anez (52). Para pengunjuk rasa yang membawa bendera pribumi disambut oleh polisi antihuru-hara dan keduanya terlibat dalam konfrontasi singkat.

Di Meksiko, di mana dia diberikan suaka politik, Morales mengklaim kerusuhan saat ini adalah bagian dari perjuangan antikolonial dan antiimperialis yang telah diperjuangkan oleh penduduk asli Bolivia selama bertahun-tahun.

Morales juga menyatakan keinginan untuk kembali ke Bolivia jika rakyat memintanya.

"Jika rakyat meminta, kami siap kembali. Kami akan kembali cepat atau lambat," kata dia.

Bolivia telah diguncang oleh kerusuhan sejak muncul dugaan ketidakberesan dalam pemilu yang digelar pada 20 Oktober. Morales dan partainya disebut mencurangi pemilu, sebuah tuduhan yang telah dibantah oleh tokoh berhaluan kiri tersebut.

Pada Minggu (10/11), Morales memutuskan mundur sebagai presiden setelah hampir 14 tahun berkuasa. Dia mengklaim dirinya sebagai korban kudeta yang diatur oleh politikus sayap kanan dan angkatan bersenjata negara itu.

Ada pun oposisi bersikeras bahwa mereka terlibat dalam perjuangan untuk demokrasi dan perdamaian.

Sponsored

Morales, presiden Bolivia pertama yang berasal dari kalangan pribumi, telah lama menikmati dukungan atas kebijakannya untuk mengurangi kemiskinan dan mendukung penduduk asli. 

Menurut CIA World Factbook, orang pribumi membentuk sekitar 20% dari populasi Bolivia, sementara 68% dari negara tersebut memiliki keturunan Amerindian, kependekan dari orang Indian di Amerika.

Rigoberta Menchu, salah seorang aktivis hak-hak masyarakat adat Amerika yang menonjol, menyatakan dukungannya terhadap Morales.

"Kami dengan penuh semangat mengutuk kudeta di Bolivia, yang dilakukan oleh tentara dan oligarki yang menentang pemerintah saudara kami Evo Morales," twit Menchu, yang memenangkan Nobel Perdamaian atas apa yang dilakukannya di negara asalnya, Guatemala.

Di markas Morales di El Alto, tidak jauh dari La Paz, situasi jauh lebih tenang. Banyak orang di sana meyakini bahwa yang sebenarnya terjadi adalah upaya kudeta. Beberapa berpendapat sudah waktunya untuk menggelar pemilu baru.

Anez, mendeklarasikan diri sebagai presiden sementara pada Selasa (12/11). Dia menjelaskan bahwa dirinya berada pada urutan berikutnya sebagai presiden sementara setelah tiga orang di atasnya berhenti. Tetapi, sekutu Morales meninggalkan ruang legislatif selama pemungutan suara, memicu kekurangan jumlah minimum anggota parlemen yang diperlukan untuh mengesahkan deklarasinya.

Sejak itu, Anez telah menunjuk anggota kabinet serta sejumlah orang untuk memimpin angkatan bersenjata.

Dalam pidato pertamanya sebagai presiden sementara pada Rabu, Anez menekankan bahwa berada pada posisi sementara. Dia berencana untuk menyelenggarakan pemilu baru secepat mungkin.

"Ini adalah pemerintahan transisi," kata Anez dalam wawancaranya dengan CNN. "Jelas, sesegera mungkin, kami akan mengadakan pemilu agar rakyat Bolivia dapat memiliki presiden yang dipilih secara demokratis."

Amerika Serikat pada Rabu telah mengumumkan dukungannya terhadap Anez. Dan Morales dengan cepat mencela keputusan pemerintahan Trump.

"Kudeta yang telah memicu kematian saudara-saudara saya di Bolivia adalah plot politik dan ekonomi yang berasal dari AS," kata Morales. (CNN dan Reuters)

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid