close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Pengunjuk rasa antipemerintah bereaksi saat polisi antikerusuhan menembakkan gas air mata di Hong Kong, Minggu (24/5/2020). Foto Antara/Reuters/Tyrone Siu
icon caption
Pengunjuk rasa antipemerintah bereaksi saat polisi antikerusuhan menembakkan gas air mata di Hong Kong, Minggu (24/5/2020). Foto Antara/Reuters/Tyrone Siu
Dunia
Rabu, 01 September 2021 15:47

Buntut demo antipemerintah, para aktivis Hong Kong dipenjara

Para terdakwa mengaku bersalah menghasut orang lain untuk mengambil bagian dalam pertemuan ilegal pada 2019.
swipe

Tujuh aktivis demokrasi Hongkong pada Rabu (01/9) dijatuhi hukuman hingga 16 bulan penjara karena peran mereka dalam sebuah pertemuan ilegal pada puncak protes anti-pemerintah pada 2019.

Para terdakwa mengaku bersalah, termasuk saat mengorganisir dan menghasut orang lain untuk mengambil bagian dalam pertemuan ilegal pada 20 Oktober 2019. Saat itu, puluhan ribu demonstran turun ke jalan dan polisi menembakkan gas air mata serta meriam air untuk membubarkan mereka.

Para aktivis termasuk Figo Chan, mantan anggota Front Hak Asasi Manusia Sipil (CHRF); Raphael Wong dan Avery Ng dari partai politik Liga Sosial Demokrat; mantan legislator Cyd Ho, Yeung Sum, Albert Ho dan Leung Kwok-hung yang dikenal di Hong Kong sebagai "Rambut Panjang" dijatuhi hukuman sekitar 11 bulan sampai 16 bulan penjara.

Selain Raphael Wong, ada pula para terdakwa lainnya menjalani hukuman penjara sehubungan dengan kasus perakitan ilegal lainnya. Hakim Amanda Woodcock mengatakan kepada Pengadilan Distrik bahwa konstitusi mini kota menjamin kebebasan berkumpul, prosesi dan demonstrasi, namun hal itu tidak mutlak.

"Pembatasan diterapkan untuk kepentingan keselamatan publik, ketertiban umum dan perlindungan hak dan kebebasan orang lain," katanya, mengacu pada peristiwa demonstrasi 20 Oktober.

Hukuman tersebut merupakan terbaru yang dijatuhkan sehubungan dengan demonstrasi disertai kekerasan yang mengguncang pusat keuangan global pada 2019. Demonstrasi dipicu oleh pengetatan kontrol Beijing atas bekas jajahan Inggris itu, yang dijanjikan kebebasan luas ketika dikembalikan ke pemerintahan China pada 1997.

Beijing memberlakukan undang-undang keamanan nasional tahun lalu yang menurut para kritikus ditujukan untuk membasmi perbedaan pendapat. Beberapa pegiat demokrasi mengatakan ruang untuk suara oposisi menyusut.

"Kami berharap semua orang mengerti bahwa ini adalah penuntutan politik," kata Chan Po-ying, ketua Liga Sosial Demokrat, di luar pengadilan.

img
Sita Aisha Ananda
Reporter
img
Fathor Rasi
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan