Myanmar dinilai tidak berkomitmen urus repatriasi Rohingya
Ajang KTT ASEAN pada November diharapkan dapat mendesak Myanmar untuk menjelaskan mengapa repatriasi Rohingya mandek.

Wakil Indonesia untuk ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR) Yuyun Wahyuningrum mengatakan bahwa tidak adanya komitmen Myanmar menjadi penghambat terbesar repatriasi pengungsi Rohingya di Bangladesh kembali ke Rakhine State.
"Tidak ada komitmen di dalam negeri, itu menyebabkan timbulnya masalah. Jadi yang utama memang harus ada komitmen kuat dari pemerintah Myanmar untuk proses repatriasi ini," jelas dia usai acara "ASEAN and the Right to Peace" di CSIS, Jakarta, pada Kamis (24/10).
Pemerintah Myanmar, lanjutnya, gagal menjamin hak-hak keamanan, kebebasan bergerak dan penghidupan pengungsi Rohingya.
Yuyun berharap di KTT ASEAN pada 31 Oktober-4 November, para pemimpin negara ASEAN dapat mendesak pemerintah Myanmar untuk menjelaskan mengapa repatriasi tidak berjalan.
"Setelah itu, ASEAN juga harus memikirkan langkah selanjutnya. Jadi kalau rencana A tidak berjalan, mereka harus melakukan sesuatu," tutur Yuyun. "Selama ini ASEAN hanya mengikuti usulan saja tapi tidak ada hasil."
Menurut dia, ASEAN perlu menentukan sampai titik mana mereka harus mengubah strategi terkait repatriasi pengungsi Rohingya dari kamp pengungsian Cox's Bazar.
"Semakin lama, situasi hidup di Cox's Bazar sudah tidak layak lagi untuk dihuni pengungsi. Mereka sudah berada di sana sejak dua hingga tiga tahun lalu, mau sampai berapa lama lagi?," kata dia.
Untuk mengatasi segala persoalan repatriasi, Yuyun menilai bahwa kunci utamanya ada di kemauan Myanmar untuk meminta bantuan.
Dalam laporan tim penilaian kebutuhan awal (PNA) dari ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian Assistance (AHA Centre), salah satu poin rekomendasinya menyatakan bahwa pemerintah Myanmar perlu meminta negara anggota ASEAN untuk berkontribusi dan memperbolehkan badan ASEAN lain untuk mengobservasi proses repatriasi.
"AICHR merupakan salah badan ASEAN, kita seharusnya bisa melakukan observasi dan memberikan rekomendasi kepada pemerintah Myanmar," ungkap dia.
Namun, tambah dia, saat ini ada keengganan dari pihak Myanmar untuk meminta bantuan dan kurangnya keinginan politik untuk segera memulangkan para pengungsi Rohingya.
"Menurut saya masalahnya ada di Myanmar. ASEAN sudah siap membantu, tapi pertolongan itu hanya bisa disampaikan kalau pihak penerima setuju dengan usulan kami," jelas Yuyun.
Yuyun menegaskan, perlu ada tekanan dari komunitas internasional terhadap pemerintah Myanmar agar mereka bertindak dan mengurus persoalan repatriasi. Selain dari tingkat internasional, dia menyebutkan bahwa tekanan pun sepatutnya datang dari dalam negeri.
"Semua pemerintah bertanggung jawab atas rakyatnya, jadi kalau warganya sendiri tidak menyerukan persoalan repatriasi pengungsi Rohingya, pemerintah tidak merasa memiliki kewajiban untuk menyelesaikannya," kata dia.

Derita jelata, tercekik harga pangan yang naik
Senin, 21 Feb 2022 17:25 WIB
Menutup lubang “tikus-tikus” korupsi infrastruktur kepala daerah
Minggu, 13 Feb 2022 15:06 WIB
Segudang persoalan di balik "ugal-ugalan" RUU IKN
Minggu, 23 Jan 2022 17:07 WIB
Mewujudkan e-commerce inklusif bagi penyandang disabilitas
Kamis, 30 Nov 2023 16:09 WIB
Potret kebijakan stunting dan pertaruhan Indonesia Emas 2045
Senin, 27 Nov 2023 16:01 WIB