sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Pengadilan Eropa anggap Uber sebagai perusahaan transportasi

Putusan Pengadilan Tinggi Eropa itu diprediksi akan berdampak pada regulasi sejumlah negara anggota terkait transportasi berbasis digital.

Syamsul Anwar Kh
Syamsul Anwar Kh Rabu, 20 Des 2017 22:17 WIB
Pengadilan Eropa anggap Uber sebagai perusahaan transportasi

European Court of Justice (ECJ) atau Pengadilan Tinggi Eropa, menetapkan bahwa Uber adalah perusahaan transportasi dan bukan perusahaan digital. Putusan yang dikeluarkan pada Rabu (20/12) ini diharapkan dapat mengakhiri pro-kontra keberadaan Uber dan diprediksi akan memiliki implikasi besar terkait regulasi di seluruh Eropa.


"Layanan yang disediakan oleh Uber menghubungkan individu dengan pengemudi non-profesional ditutupi oleh layanan di bidang transportasi," demikian bunyi putusan ECJ seperti dikutip dari CNBC.

Sebelumnya, Uber menganggap dirinya sebagai wahana informasi layanan masyarakat yang menghubungkan pengemudi dan penumpang melalui inter mediasi melalui aplikasi mereka.

Klasifikasi ini membuat Uber dapat melakukan pelayanan digital dan beroperasi secara bebas serta menguasai pasar Uni Eropa.

Namun, beberapa pemerintah Eropa berpendapat bahwa perusahaan asal Amerika Serikat (AS) itu harus dianggap sebagai perusahaan taksi. Selain itu, Uber harus mematuhi undang-undang transportasi Eropa.

"Keputusan ini tidak akan mengubah banyak hal di sebagian besar negara Uni Eropa di mana kita telah beroperasi di bawah undang-undang transportasi. Namun, jutaan orang Eropa masih terhalang untuk menggunakan aplikasi seperti kita," terang juru bicara Uber menanggapi putusan itu.
 

Sponsored

Kini, Uber menghadapi peraturan di 28 negara anggota Uni Eropa terkait transportasi dan perizinan. Bahkan, Uber tak bisa mengajukan banding atas putusan ECJ.

Kasus ini bermula pada tahun 2014 silam. Kala itu, asosiasi sopir taksi di Barcelona meminta pengadilan kota tersebut untuk mengenakan denda terhadap Uber. Asosiasi menuding perusahaan dari AS itu berkompetisi secara tidak adil terhadap para sopir taksi. Terlebih mereka memiliki layanan UberPop, yang memungkinkan pengemudi tidak berlisensi untuk menjemput penumpang melalui aplikasi. Selanjutnya, kasus ini pun diangkat ke ECJ.

Sejak diperkenalkan di Eropa pada lima tahun yang lalu, terjadi sejumlah bentrokan antara Uber dengan regulator serta perusahaan taksi tradisional. Di Italia misalnya, sebuah pengadilan di Roma memutuskan untuk menunda penggunaan aplikasi Uber. Sedangkan di Denmark, Uber mengatakan akan berhenti beroperasi setelah munculnya regulasi baru.

Meski demikian, Uber membuat sejumlah langkah dan bekerja sama dengan regulator. Terbukti, perusahaan itu masih beroperasi di sebagian besar negara Uni Eropa. Bahkan, tahun lalu mereka meluncurkan UberX di Berlin dan Madrid, meski sebelumnya sempat dilarang di negara tersebut.

Berita Lainnya
×
tekid