sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Prancis meluncurkan badan baru yang bertujuan untuk membentuk kembali Islam

Dalam proyeknya, Macron membayangkan langkah-langkah seperti melatih para imam alih-alih membawa mereka dari Turki, Maroko, Aljazair.

Fitra Iskandar
Fitra Iskandar Minggu, 06 Feb 2022 14:08 WIB
Prancis meluncurkan badan baru yang bertujuan untuk membentuk kembali Islam

Presiden Prancis Emmanuel Macron mencoba membentuk corak komunitas Islam di Prancis langsung dengan tangan mereka sendiri. Macron memperkenalkan sebuah badan baru untuk memimpin komunitas Muslim di Prancis. Semua sosok kunci terlibat merupakan figur pilihan pemerintah.

Prancis dan komunitas muslimnya memiliki hubungan yang penuh ketegangan, dan bahkan berdarah dalam titik-titik tertentu, karena serangan terorisme. Ini menjadi motivasi Macron dalam membetuk komunitas muslim di Prancis agar lebih bisa dikendalikan. Ia berharap bisa membasmi bibit terorisme di tubuh komunitas Muslim yang dipengaruhi warna Islam sempalan yang membuahkan ideologi penuh kekerasan dan dianggap membahayakan keamanan.

Kecurigaan yang berkembang di Prancis terhadap muslim cukup berakar dengan ratusan warga Prancis yang pergi berperang bersama jihadis di Suriah dalam beberapa tahun terakhir, dan ribuan tentara Prancis sekarang memerangi ekstremis di Afrika. Situasi ini membuat hanya sedikit orang Prancis yang tidak setuju bahwa radikalisasi adalah bahaya. 

Tetapi para kritikus juga melihat upaya tersebut sebagai taktik politik untuk memikat pemilih sayap kanan ke partai tengah Presiden Emmanuel Macron menjelang pemilihan presiden April.

Badan baru, yang disebut Forum Islam di Prancis, diperkenalkan Sabtu oleh Kementerian Dalam Negeri Prancis. Pendukung mengatakan itu akan menjaga negara - dan 5 juta Muslimnya - aman dan bebas dari pengaruh asing, dan memastikan bahwa praktik Muslim di Prancis mematuhi nilai sekularisme yang dihargai negara itu dalam kehidupan publik. 

Para pengkritiknya, termasuk banyak Muslim yang menganggap agama sebagai bagian dari identitas Prancis mereka, mengatakan inisiatif terbaru pemerintah adalah langkah lain dalam proses diskriminasi yang dilembagakan yang membuat seluruh komunitas bertanggung jawab atas serangan kekerasan terhadap beberapa orang dan berfungsi sebagai penghalang lain di depan umum mereka. Badan baru akan mencakup imam, tokoh berpengaruh dari masyarakat sipil, intelektual terkemuka dan pemimpin bisnis. Semua anggotanya dipilih langsung oleh pemerintah, dan perempuan akan menjadi setidaknya seperempat dari anggotanya, menurut laporan media Prancis.

Badan yang baru diprkenalkan ini menggantikan Dewan Iman Muslim Prancis, sebuah kelompok yang dibentuk pada tahun 2003 oleh mantan Presiden Nicolas Sarkozy, yang saat itu menjabat sebagai menteri dalam negeri. Dewan berfungsi sebagai penghubung antara pemerintah dan para pemimpin agama. Dewan dibubarkan bulan ini oleh pemerintah Macron karena, menurut Menteri Dalam Negeri Gerald Darmanin, dewan tersebut tidak lagi memenuhi perannya dalam komunitas Muslim dan masyarakat Prancis.

 “Kami ingin melancarkan revolusi dengan mengakhiri (pengaruh asing) terhadap Islam,” kata Darmanin dalam wawancara baru-baru ini dengan harian Le Parisien.

Sponsored

“Islam bukan agama orang asing di Prancis, tetapi agama Prancis yang tidak boleh bergantung pada uang asing dan otoritas apa pun di luar negeri,” kata Darmanin. 

Dalam proyeknya, Macron membayangkan langkah-langkah seperti melatih para imam di Prancis alih-alih membawa mereka dari Turki, Maroko atau Aljazair—sebuah rencana yang disetujui banyak komunitas Muslim. Muslim terbelah atas proyek tersebut. 

Beberapa orang percaya yang mengunjungi Masjid Agung Paris untuk salat Jumat dengan hati-hati menyambut gagasan itu sementara yang lain khawatir itu terlalu jauh dalam mencoba mengendalikan iman mereka, atau mengatakan bahwa pemerintah telah memilih lembaga-lembaga Islam tetapi tidak berani menyarankan perubahan seperti itu kepada lembaga-lembaga Kristen. 

Hamoud ben Bouzid, seorang warga Paris berusia 51 tahun, optimis dengan rencana Macron dan upayanya untuk memasukkan suara-suara berbeda dari komunitas Muslim untuk menunjukkan kepada masyarakat luas keragamannya. 

“Kita hidup di negara sekuler, jadi mengapa tidak memperluas forum dan menyuarakan lebih banyak Muslim di Prancis?” kata ben Bouzid. 

“Saya ingin Muslim didengar sebagai warga negara di negara ini, bukan sebagai Muslim. Sebagai warga negara penuh.” 

Umat ​​Muslim di Prancis telah lama mengeluhkan stigmatisme dalam kehidupan sehari-hari, mulai jadi target polisi untuk pemeriksaan identitas hingga diskriminasi dalam pencarian pekerjaan. 

Setiap kali kekerasan ekstremis melanda, oleh penyerang kelahiran asing atau oleh pemuda kelahiran Prancis, Muslim Prancis sendiri dicurigai dan ditekan untuk mengecam kekerasan. 

Islam adalah agama kedua di Prancis, tanpa pemimpin tunggal dan banyak aliran, dari moderat hingga Salafi dengan interpretasi agama yang ketat hingga pemula radikal. 

Tahun lalu parlemen Prancis menyetujui undang-undang untuk memperkuat pengawasan masjid, sekolah, dan klub olahraga. Pemerintah mengatakan itu diperlukan untuk melindungi Prancis dari kelompok Islam radikal dan untuk mempromosikan penghormatan terhadap sekularisme dan hak-hak perempuan. Undang-undang tersebut, yang menimbulkan kekhawatiran di beberapa bagian dunia Muslim, telah digunakan untuk menutup beberapa masjid dan kelompok masyarakat.(DW)

Berita Lainnya
×
tekid