sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Sadar kesalahan masa lalu, Taliban tidak mau monopoli kekuasaan lagi

Taliban mengaku tidak akan menggunakan formula yang sama untuk memerintah seperti ketika mereka berkuasa 20 tahun lalu.

Fitra Iskandar
Fitra Iskandar Sabtu, 24 Jul 2021 10:37 WIB
Sadar kesalahan masa lalu, Taliban tidak mau monopoli kekuasaan lagi

Dengan AS dan NATO menarik pasukannya, Taliban disebut semakin mengokohkan cengkramannya dan memperluas kekuasaannya. Musuhnya dan Barat melihat Taliban ingin berkuasa di Afghanistan. Taliban sendiri membantah klaim itu. 

Taliban mengaku tidak ingin memonopoli kekuasaan, tetapi bersikeras tidak akan ada perdamaian di Afghanistan sampai ada pemerintahan baru yang dirundingkan di Kabul dan presiden Ashraf Ghani digulingkan.

Juru bicara Taliban Suhail Shaheen, yang juga anggota tim perunding kelompok itu, menjelaskan sikap pemberontak tentang apa yang harus terjadi selanjutnya di negara yang sekarang berada di jurang konflik yang lebih ganas.

Minggu ini, perwira tinggi militer AS Jenderal Mark Milley mengatakan pada konferensi pers Pentagon bahwa Taliban memiliki “momentum strategis”, dan dia tidak mengesampingkan pengambilalihan sepenuhnya oleh Taliban. Namun, kata dia, hal itu tidak bisa dihindari.

"Saya tidak berpikir permainan akhir belum ditulis," katanya.

Dalam perkembangan terakhir kini, Taliban dengan cepat merebut wilayah dalam beberapa pekan terakhir, merebut perlintasan perbatasan strategis dan mengancam ibu kota provinsi, saat tentara AS dan NATO terakhir meninggalkan Afghanistan.

Warga Afganistan yang mampu mengajukan ribuan visa untuk pergi, karena khawatir akan terjadi kekacauan.

Kenangan terakhir kali Taliban berkuasa sekitar 20 tahun yang lalu menghantui warga. Mereka menegakkan aturan pelarangan pendidikan untuk anak perempuan, dan melarang perempuan bekerja.  Memori itu memicu ketakutan akan kembalinya Taliban.

Sponsored

Taliban sudah berubah?

Penarikan AS-Nato lebih dari 95 persen selesai dan akan selesai pada 31 Agustus. Shaheen mengatakan bahwa Taliban akan meletakkan senjata mereka ketika pemerintah yang dinegosiasikan yang dapat diterima semua pihak dipasang dan pemerintah Ghani hilang.

“Saya ingin memperjelas bahwa kami tidak percaya pada monopoli kekuasaan karena pemerintah mana pun yang berusaha memonopoli kekuasaan di Afghanistan di masa lalu, bukanlah pemerintah yang berhasil,” kata Shaheen. Kepemimpinan lima tahun Taliban di masa lalu juga masuk dalam penilaiannya itu. “Jadi kami tidak ingin mengulang formula yang sama.”

Namun Shaheen kembali menegaskan Taliban menolak Ghani untuk memerintah, karena Ia memenangi pemilihan pada 2019 dengan penipuan dan kecurangan.

Setelah pemungutan suara itu, baik Ghani maupun saingannya Abdullah Abdullah menyatakan diri mereka sebagai presiden. Setelah kesepakatan kompromi, Abdullah sekarang No.2 di pemerintahan dan mengepalai dewan rekonsiliasi.

Ghani sering mengatakan dia akan tetap menjabat sampai pemilihan baru. Para pengkritiknya menuduhnya hanya berusaha mempertahankan kekuasaan, menyebabkan perpecahan di antara para pendukung pemerintah.

Akhir pekan lalu, Abdullah memimpin delegasi tingkat tinggi ke ibu kota Qatar, Doha, untuk melakukan pembicaraan dengan para pemimpin Taliban.

Shaheen menyebut pembicaraan itu awal yang baik, tetapi dia mengatakan tuntutan berulang kali pemerintah untuk gencatan senjata sementara Ghani tetap berkuasa sama saja dengan menuntut penyerahan Taliban.

“Mereka tidak ingin rekonsiliasi, tetapi mereka ingin kami menyerah,” katanya.

"Sebelum gencatan senjata apa pun, harus ada kesepakatan tentang pemerintahan baru yang dapat diterima oleh kami dan warga Afghanistan lainnya,” katanya."Maka tidak akan ada perang."

Shaheen mengatakan di bawah pemerintahan baru ini, perempuan akan memiliki kebebasan yang lebih besar.

Namun, ada sejumlah laporan lain dari distrik-distrik yang dikuasai Taliban, bahwa Taliban memberlakukan pembatasan keras terhadap perempuan, bahkan membakar sekolah.(Sumber: Independent.ie)

Berita Lainnya
×
tekid