Setidaknya ada tiga situasi yang berbahaya bagi pendaki. Tersesat, bertemu binatang buas, dan hipotermia. Yang disebutkan terakhir, kadang dianggap sepele padahal cukup berbahaya, sehingga perlu pengetahuan cukup untuk mengatasinya.
Yang perlu diketahui, ketika kabut mulai menuruni lereng gunung dan suhu turun drastis menjelang malam, bukan hanya jaket tebal dan tenda kokoh yang jadi penyelamat pendaki. Makanan—dan cara mengelolanya—menjadi salah satu kunci utama agar tubuh tetap hangat dan terhindar dari hipotermia.
Bagi para pendaki berpengalaman, mencegah hipotermia bukan hanya soal pakaian berlapis atau sleeping bag berkualitas tinggi. Asupan kalori dan waktu makan menjadi bagian penting dalam strategi bertahan di medan ekstrem. Tubuh yang kekurangan energi akan kesulitan menghasilkan panas, dan di ketinggian, proses ini bisa menjadi persoalan hidup dan mati.
Pentingnya kalori tinggi dan makanan hangat
Saat berada di suhu dingin, tubuh secara alami membakar lebih banyak energi untuk mempertahankan suhu inti. Karena itu, makanan dengan kandungan kalori tinggi—seperti kacang-kacangan, cokelat, keju, dan karbohidrat kompleks—menjadi andalan. Hindari makanan rendah lemak atau rendah kalori, karena meskipun terasa sehat, tidak cukup membantu tubuh melawan hawa dingin.
Makanan hangat sangat penting, terutama saat malam. Sup instan, nasi, atau mie rebus bisa menjadi pembeda antara tidur nyaman atau menggigil semalaman. Membawa kompor ringan dan bahan bakar cadangan sangat dianjurkan mengingat satu mangkuk makanan hangat bisa menjadi 'penghangat internal' yang sangat efektif.
Dikutip Antara, dokter spesialis penyakit dalam dari Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) dr. Faisal Parlindungan Sp.PD, menyarankan para pendaki memastikan kebutuhan kalori tubuh tercukupi selama melakukan pendakian di daerah dengan suhu rendah.
Makanan tinggi kalori seperti cokelat, kacang-kacangan, dan makanan berlemak dapat dikonsumsi untuk membantu tubuh menghasilkan panas.
Ia juga menyarankan agar pendaki menghindari minuman beralkohol dan berkafein yang bisa mempercepat hilangnya panas tubuh.
"Tetap bergerak untuk menjaga sirkulasi darah. Jika harus berhenti, cari tempat yang terlindung dari angin dan gunakan lapisan tambahan untuk mencegah kehilangan panas," katanya.
Jadwal makan dan camilan malam hari
Satu kesalahan umum pendaki adalah membiarkan perut kosong terlalu lama. Terlebih saat tidur, tubuh tetap bekerja keras menjaga suhu. Oleh karena itu, penting untuk mengonsumsi makanan ringan berkalori tinggi sebelum tidur, seperti biskuit cokelat atau energy bar. Ini membantu menjaga metabolisme tetap aktif sepanjang malam.
Selain itu, frekuensi makan juga penting. Idealnya, makan dalam porsi kecil namun sering sepanjang hari. Kombinasikan karbohidrat, protein, dan lemak agar tubuh mendapatkan energi yang stabil. Air panas dengan madu atau teh jahe juga membantu menghangatkan tubuh dan memperlancar sirkulasi darah.
Logistik, penyimpanan, dan kesiapan
Manajemen makanan saat mendaki juga menyangkut soal penyimpanan. Gunakan wadah tertutup rapat untuk mencegah makanan basah atau rusak akibat suhu dingin. Simpan camilan di kantong dalam jaket agar tetap hangat dan mudah diakses saat istirahat singkat.
Jangan lupakan air. Dehidrasi bisa mempercepat munculnya gejala hipotermia. Di suhu dingin, rasa haus sering kali tak terasa, padahal tubuh tetap membutuhkan cairan. Minum air hangat secara berkala menjadi strategi terbaik.