sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Mengulik kekuatan syair balada dalam musik indi

Kekuatan karya musik balada ada dalam guratan lirik yang menggugah empati pendengarnya.

Firda Cynthia
Firda Cynthia Sabtu, 25 Jul 2020 09:47 WIB
Mengulik kekuatan syair balada dalam musik indi

Lirik atau syair lagu terangkai dari deretan kata-kata yang memiliki makna. Musik balada merupakan musik yang berbentuk narasi musik. Secara khusus, balada merupakan karakteristik dari puisi dan lagu populer dari Kepulauan Inggris pada abad pertengahan sampai ke-19.

Budayawan Herry Dim menjelaskan, yang diangap musik murni yaitu musik yang tidak menagandung lirik. Sementara, musik yang mengandung lirik masuk ke dalam kategori balada.

Secara historis, narasi yang dibawa musik balada mulai berubah sejak seabad lalu.

"Saat abad ke-19 industri sudah masuk, narasi dan pengkisahan legenda bergeser hanya tentang kisah-kisah percintaan. Kisah-kisah seperti inilah yang mulai bergerak ke arah populer," paparnya dalam webinar "Semiotika Musik Indonesia: Musik Indie dan Budaya Literasi dalam Syair Balada", Jumat (24/7).

Balada perlahan kembali pada fitrahnya di pertengahan abad ke-20. Ditandai dengan munculnya gerakan pemuda yang muak dengan kemapanan dan perang pada 1960-an. 

Beberapa tahun belakangan, kata Herry, revolusi dalam bermusik kembali terjadi dengan maraknya musik balada yang sekadar berkutat tentang "cinta kasih."

Dia juga menggarisbawahi perbedaan musik balada dan musik populer. Perbedaannya terletak pada tolok ukur keluaran (output) dari para pendengar.

"Yang membedakan (balada) dengan lagu-lagu populer biasa, yaitu mereka ukurannya adalah orang akan suka atau tidak suka. Sedangkan lagu balada, ukurannya adalah empati. Kekuatannya dari kata-kata yang kemudian 'membetot' rasa ingin mengubah situasi. Di situlah kita melakukan pendidikan kepada publik," jelas pelukis sekaligus jurnalis asal Bandung itu.

Sponsored

Perkembangan budaya dan kemajuan digital yang diikuti masifnya penggunaan media sosial, menurutnya, juga dapat menjadi kunci untuk saling mendukung eksistensi musik balada secara independen (indi).

"Di balik industri YouTube itulah yang penting, bisa dengan memberi tanda like dan subscribe. Saya membayangkan kalau jejaring seniman (musik balada) bisa saling mendukung kawannya yang membuat karya," tuturnya.

Sementara itu, gerilyawan kesenian, Ary Juliant, berpendapat, maraknya kemunculan pemusik berlabel indi justru memunculkan salah kaprah pada konsep indi. Alih-alih berorientasi pada semangat membangkitkan empati, justru orientasinya kepada industri.

"Jelinya orang industri justru memberikan bias pada makna indi yang bukan lagi sebuah gerakan, melainkan sebagai gaya musik," jelasnya.

Senada dengan Herry, Ary menilai, distribusi karya musik balada melalui jalur indi sangat memungkinkan di era digital, salah satunya melalui platform YouTube.

"Zaman media sosial ini adalah zaman indi. Banyak tokoh-tokoh baru lahirnya dari medsos, lewat jalur YouTube," ucapnya.

Akademisi sekaligus peminat semiotika, Alex Sobur, menambahkan, narasi dalam musik balada berisikan suara-suara protes sosial. Eksistensi musik balada yang kini mulai muncul ke permukaan akan membuat masyarakat mengenal mereka.

"Hukum alam yang akan memilih antara musik yang mencerahkan masyarakat atau yang abal. Juga kualitas musik dari kekuatan lirik dan melodi. Tidak lagi ditentukan apakah mereka indi label atau mayor label," ujarnya.

Dirinya menilai, narasi perlawanan, pembebasan, dan perjuangan untuk menyetarakan orang-orang termarjinalkan dalam musik balada kurang tepat dibedah melalui semiotika, melainkan dengan pendekatan analisis wacana kritis.

Kata Alex, budaya literasi dalam syair balada perlu dibangun agar tetap menjadi musik alternatif khalayak. Karenanya, diperlukan kerja sama apik di berbagai bidang, terutama pendidikan seperti di sekolah. Sebab, musik selama ini hanya dikenal sebagai hiburan.

Berita Lainnya
×
tekid