Paparan sehari-hari terhadap bahan kimia tertentu yang digunakan dalam pembuatan plastik, terkait dengan lebih dari 356.000 kematian global akibat penyakit jantung pada 2018. Hal itu merupakan temuan dari para peneliti di Universitas New York dalam jurnal Lancet eBioMedicine (April, 2025) berjudul “Phthalate exposure from plastics and cardiovascular diseasee: Global estimates of attributable mortality and years life lost”.
Bahan kimia yang dimaksud adalah ftalat, yakni sekelompok senyawa kimia yang ditambahkan ke plastik untuk membuatnya lebih lunak dan lentur. Ftalat digunakan secara global, tetapi kawasan Timur Tengah, Asia Selatan, Asia Timur, dan Pasifik menyumbang bagian terbesar dari angka kematian.
“Selama beberapa dekade, para ahli telah mengaitkan masalah kesehatan dengan paparan ftalat tertentu yang ditemukan dalam kosmetik, deterjen, pelarut, pipa plastik, pengusir serangga, dan produk lainnya,” tulis situs New York University Langone Health.
“Bahan kimia ini terurai menjadi partikel mikroskopis dan tertelan, dan penelitian telah menghubungkan paparan ini dengan peningkatan risiko kondisi, seperti obesitas, diabetes, masalah kesuburan, hingga kanker.”
Dalam penelitian terbaru, para peneliti fokus pada jenis ftalat yang disebut di-2-etilheksil ftalat atau di-2-ethylhexyl phthalate (DEHP), yang digunakan untuk membuat wadah makanan, peralatan medis, dan produk plastik lainnya lebih lembut dan fleksibel.
Para peneliti menggunakan data kesehatan dan lingkungan dari lusinan survei populasi untuk memperkirakan paparan DEHP berasal dari lebih 200 negara dan wilayah. Informasi tersebut mencakup sampel urin yang mengandung produk dekomposisi kimiawi yang ditinggalkan oleh aditif plastik.
Data kematian diperoleh dari Institut Metrik dan Evaluasi Kesehatan, sebuah kelompok penelitian di Amerika Serikat yang mengumpulkan informasi medis global untuk mengidentifikasi tren dalam kesehatan masyarakat.
Penelitian ini menemukan, di kawasan gabungan Asia Tmur dan Timur Tengah serta kawasan gabungan Asia Timur dan Pasifik, masing-masing menyumbang sekitar 42% dan 32% dari kematian akibat penyakit jantung yang terkait dengan DEHP. India punya jumlah kematian tertinggi, yakni 103.587 kasus, diikuti China sebesar 60.937 kasus dan Indonesia 19.761 kasus.
Dengan jumlah yang tinggi itu, para peneliti menduga, negara-negara tersebut menghadapi tingkat paparan bahan kimia yang lebih tinggi karena mengalami ledakan produksi plastik dengan pembatasan manufaktur yang lebih sedikit dibandingkan kawasan lain.
“Ada ketidaksetaraan yang jelas dalam bagian dunia mana yang menanggung beban risiko jantung yang meningkat akibat ftalat,” kata salah seorang peneliti, Leonardo Trasande dalam situs New York University Langone Health.
Dalam penelitian lain, paparan DEHP telah terbukti memicu respons imun yang berlebihan, sehingga menyebabkan peradangan di arteri jantung. Seiring waktu, bisa memicu risiko serangan jantung atau strok.
Dalam analisis terbaru penelitian ini, para peneliti memperkirakan paparan DEHP berkontribusi pada 356.238 kematian (13%) dari total kematian global akibat penyakit jantung pada 2018 di antara pria dan perempuan berusia 55 hingga 64 tahun.
“Dengan menyoroti hubungan antara ftalat dan penyebab utama kematian di seluruh dunia, temuan kami menambah bukti luas bahwa bahan kimia ini menghadirkan bahaya besar bagi kesehatan manusia,” ujar salah seorang peneliti Sara Hyman, dikutip dari situs New York University Langone Health.
Dilansir dari New York Times, menurut ahli jantung dari pusat kesehatan global di WashU Medicine, Mark Huffman, diperlukan lebih banyak penelitian untuk memahami hubungan antara ftalat dan kesehatan jantung, serta faktor-faktor lain yang mungkin berperan.
Profesor epidemiologi dan ilmu lingkungan di Universitas Michigan, Sung Kyun Park pun mengatakan, beberapa penelitian memang menunjukkan adanya hubungan antara ftalat dan penyakit kardioaskular. Namun, belum ada bukti kuat kalau bahan kimia ini secara langsung menyebabkan masalah jantung.
Di sisi lain, para ahli menyarankan untuk mengemas makanan dalam wadah logam, keramik, atau kaca untuk menghindari paparan ftalat di plastik.
“Hindari plastik sebisa mungkin. Mengurangi penggunaan makanan olahan dapat mengurangi tingkat paparan bahan kimia,” kata Leonardo Trasande, dikutip dari CNN.
“Jangan pernah menaruh wadah plastik di microwave atau mesin pencuci piring karena panas dapat merusak lapisannya, sehingga lebih mudah diserap.”