sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Sering akses media sosial? Hati-hati bisa jadi tanda depresi

Penelitian pada tahun 2017 menyimpulkan, menghabiskan lebih banyak waktu di media sosial berkaitan dengan perasaan terisolasi secara sosial.

Alia Kirana
Alia Kirana Jumat, 29 Jun 2018 17:00 WIB
Sering akses media sosial? Hati-hati bisa jadi tanda depresi

Sering membandingkan diri sendiri dengan orang lain di media sosial merupakan salah satu perilaku yang berhubungan dengan depresi.

Era sekarang, Anda tentu sering berselancar di linimasa Facebook, Twitter, atau Instagram, kan? Saat melihat beberapa teman mengunggah foto tentang liburan, mobil baru, atau pernikahan mereka, apa yang Anda rasakan? 

Apakah Anda pernah berpikir bahwa kehidupan mereka jauh lebih baik? Anggap saja Anda pernah berpikir demikian. 

Namun, tahukah Anda membandingkan diri sendiri dengan orang lain di media sosial berkaitan dengan depresi?

Jawabannya Ya. 

Sebuah penelitian baru mengungkapkan bahwa perbandingan semacam itu merupakan salah satu dari lima perilaku di media sosial yang berkaitan dengan kondisi kesehatan mental. Demikian menurut sebuah penelitian yang dipresentasikan pada sebuah pertemuan oleh Association for Psychological Science, di San Francisco, seperti ditulis Live Science.

Dalam studi tersebut, para peneliti menganalisis data dari sekitar 500 mahasiswa yang aktif menggunakan Facebook, Twitter, Instagram, dan atau Snapchat. Para peneliti juga meminta semua mahasiswa untuk menyelesaikan survei secara online untuk mengetahui perilaku di media sosial dan gejala depresi.

Para peneliti menemukan alasan orang menggunakan media sosial seperti untuk membunuh rasa bosan, hiburan, atau mencari informasi tidak terkait dengan depresi. Tetapi bila melihat bagaimana mereka menggunakan media sosial, memang berhubungan dengan kondisi tersebut.

Sponsored

Sebagai contoh, peneliti menemukan bahwa orang dengan depresi lebih mungkin melakukan lima hal. Pertama, membandingkan diri sendiri dengan orang lain yang dianggap lebih baik.

Kedua, menggunakan media sosial begitu banyak sehingga berdampak negatif pada pekerjaan atau perkuliahan. Ketiga, terganggu pada foto yang tidak menarik di media sosial. 

Keempat, orang dengan depresi lebih kecil kemungkinannya untuk mengunggah foto diri sendiri dengan orang lain. Kelima, orang yang depresi memiliki lebih dari 300 followers di Twitter.

Bicara lebih jauh tentang perilaku nomor empat, hal itu mungkin berkaitan dengan kecenderungan orang depresi untuk mengisolasi diri. Demikian kata Anthony Robinson, penulis studi sekaligus mahasiswa psikologi di Texas State University.

Para peneliti berharap temuan ini dapat meningkatkan kesadaran tentang perilaku di media sosial yang berkaitan dengan depresi. Robinson juga menekankan bahwa tidak baik membandingkan diri sendiri dengan orang lain yang hanya tampak lebih baik.

"Orang cenderung membuat diri mereka terlihat lebih baik daripada yang sesungguhnya di media sosial," kata Robinson.

Live Science menyebutkan ini bukanlah studi pertama yang menghubungkan antara penggunaan media sosial dengan gejala depresi. Sebuah studi dari University of Houston (2012) juga menemukan sering menghabiskan waktu untuk membuka Facebook berkaitan dengan gejala depresi.

Selain itu, sebuah studi tahun 2017 menemukan menghabiskan lebih banyak waktu di media sosial berkaitan dengan perasaan terisolasi secara sosial.

Jadi, karena penelitian terhadap 500 mahasiswa tersebut masih baru, diperlukan lebih banyak penelitian terhadap orang-orang usia dewasa dan tua. Para peneliti juga mengatakan bahwa penggunaan media sosial bukanlah melulu hal buruk.

Berita Lainnya
×
tekid