close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi anak sekolah. Foto: Pixabay
icon caption
Ilustrasi anak sekolah. Foto: Pixabay
Sosial dan Gaya Hidup
Kamis, 03 Juli 2025 10:33

Tips menangani anak yang masih suka bicara seperti balita

Menurut para psikolog anak, bicara bayi pada usia yang tidak semestinya bukan berarti anak mengalami kemunduran perkembangan.
swipe

Seorang ibu menulis surat di Washington Post untuk bertanyak kepada pakar parenting, tentang tingkah laku anaknya yang suka berbicara seperti balita yang baru belajar bicara, padahal sebenarnya ia sudah bisa berbicara normal.  

Awalnya ia mengira anaknya itu sedang mencari perhatian, tetapi setelah ia renungkan, ia justru meragukan perkirannya itu.

"Dia punya saudara kembar dan seorang kakak, tetapi tidak satu pun dari mereka pernah melakukan ini. Tidak ada bayi di rumah atau keluarga besar kami yang bisa membuatnya merasa bersaing."

"Saya kira ini adalah perilaku mencari perhatian, tetapi kami menghabiskan banyak waktu bersama, baik sebagai keluarga maupun berdua. Kami mungkin menghabiskan waktu paling banyak bersamanya karena dia selalu ingin menemani salah satu dari kami dalam tugas rutin atau acak sementara dua lainnya lebih suka tinggal di rumah. Kami juga memasak, membuat kue, jalan-jalan, dan open house bersama (anehnya dia menyukainya)," ujarnya.

Ibu tersebut sudah mencoba berbagai cara: memperingatkan, mengabaikan, bahkan menyampaikan konsekuensi logis. Kadang berhasil, tapi hanya sementara. Beberapa hari kemudian, gaya bicara bayi itu kembali muncul.

Fenomena ini sebenarnya tidak aneh dalam dunia parenting. Banyak orang tua yang bertanya-tanya, mengapa anak yang sudah besar masih suka berbicara seperti bayi? Apakah ini tanda regresi? Apakah anak kekurangan perhatian? Atau sekadar cari perhatian?

Mengapa anak bicara seperti bayi?
Menurut para psikolog anak, bicara bayi pada usia yang tidak semestinya bukan berarti anak mengalami kemunduran perkembangan. Justru, ini bisa menjadi kode dari anak bahwa ia sedang mengalami kebutuhan emosional tertentu yang belum terungkap. Gaya bicara bayi bisa jadi cara aman anak untuk meminta perhatian, kasih sayang, atau bahkan sekadar bermain-main dengan identitas dirinya.

Yang perlu diingat, suara bayi ini mungkin terlihat "menyebalkan", tapi bisa jadi itu adalah bentuk komunikasi nonverbal yang penting.

Bukan soal atensi semata
Menariknya, dalam kasus yang dilaporkan oleh seorang ibu ini, sang anak justru mendapat waktu eksklusif paling banyak dibandingkan saudara-saudaranya. Mereka sering melakukan aktivitas bersama, dari memasak, jalan-jalan, hingga ikut open house. Ini menunjukkan bahwa "bicara bayi" bukan semata soal kurang perhatian, tapi mungkin terkait hal lain: tekanan sosial di sekolah, rasa ingin tetap kecil di tengah tekanan untuk cepat dewasa, atau mungkin hanya kesenangan bermain peran.

Tips menghadapinya tanpa emosi
Daripada memaksa anak “berhenti” bicara seperti bayi, pendekatan yang lebih bijak adalah mencari tahu alasan di balik perilaku itu. Berikut beberapa pendekatan yang bisa Anda coba:

Gunakan Pendekatan Kolaboratif dan Proaktif (CPS)
Metode yang dikembangkan psikolog Dr. Ross Greene ini sangat cocok untuk kasus seperti ini. Caranya:

Ajak anak berdialog dengan tenang. Misalnya:
"Ibu perhatikan kamu kadang berbicara seperti bayi, terutama saat minta sesuatu. Bisa cerita kenapa kamu suka bicara begitu?"

Dengarkan dengan rasa ingin tahu, bukan untuk mengoreksi.

Setelah memahami sudut pandangnya, barulah Anda bisa menawarkan solusi bersama.

Pendekatan ini membangun komunikasi dua arah yang sehat dan saling menghargai, bukan relasi kuasa.

Latih diri untuk mendengarkan aktif
Tahan dulu keinginan untuk langsung "memperbaiki" perilaku anak. Coba jadikan situasi ini sebagai momen untuk mengenal anak lebih dalam. Tanyakan perasaannya, dengarkan dengan empati, dan jangan buru-buru menyimpulkan. Banyak orang tua terjebak pada cerita mereka sendiri (“dia pasti manja” atau “dia cari perhatian”), padahal belum tentu benar.

Hindari ancaman atau sanksi yang tidak relevan
Mengatakan "kalau bicara kayak bayi, kamu nggak boleh ke taman bermain" mungkin menghentikan perilaku sementara, tapi tidak menyentuh akar persoalan. Bahkan bisa membuat anak merasa tidak dimengerti dan makin frustrasi.

Ubah Fokus dari “Hentikan” Menjadi “Pahami”
Ingat, tujuan Anda bukan sekadar menghentikan suara bayi, tapi membangun hubungan komunikasi yang lebih jujur dan terbuka. Suara bayi hanyalah gejala—tugas Anda adalah mencari tahu penyebabnya.

Buat kesepakatan, bukan aturan sepihak
Setelah Anda memahami alasan anak, ajak dia membuat kesepakatan: kapan gaya bicara itu boleh digunakan (misalnya saat bermain drama), dan kapan ia harus menggunakan gaya bicara normal. Ini melatih anak mengenali konteks sosial dan menyesuaikan diri.

Bukan Masalah Besar, Tapi Peluang Besar
Suara bayi mungkin bukan masalah besar secara klinis, tetapi bisa menjadi peluang besar bagi Anda untuk melatih empati, komunikasi, dan membangun koneksi emosional yang dalam dengan anak. Jangan biarkan rasa jengkel menutup kemungkinan untuk memahami anak lebih baik.

Seperti kata pepatah parenting modern: "Children don't always say what they feel, but they always show it." Kadang lewat tangisan, kadang lewat diam, dan kadang... lewat suara bayi yang membuat kita garuk-garuk kepala.(WP,Nzherald)

img
Fitra Iskandar
Reporter
img
Fitra Iskandar
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan