close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Khudori. Foto dokumentasi.
icon caption
Khudori. Foto dokumentasi.
Kolom
Selasa, 09 September 2025 10:52

Ketahanan pangan sebagai sasaran pembangunan

Ketahanan pangan semakin penting dalam arus pembangunan nasional. Bagaimana negara bisa mencapainya?
swipe

Setidaknya ada dua hal penting ihwal pembangunan ketahanan pangan tahun ini. Pertama, untuk pertama kalinya Indeks Ketahanan Pangan (IKP) masuk sebagai sasaran utama pembangunan pangan, seperti tertuang di Perpres 12/2025 tentang RPJMN 2025-2029. Melengkapi itu, kedua, pada akhir Agustus lalu diluncurkan IKP dan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (FSVA) 2025 oleh Badan Pangan Nasional. Apa maknanya? Ini menandai semakin pentingnya isu ketahanan pangan dalam arus pembangunan nasional. 

Yang menarik, IKP dan FSVA kali ini menggunakan indikator baru. Sebanyak 12 buah. Bukan hanya jumlahnya bertambah 3 buah dari tahun sebelumnya, indikator yang dipakai lebih sederhana, tapi lebih tajam dan akurat merepresentasikan kondisi ketahanan dan kerentanan terhadap rawan pangan di suatu daerah. Juga kesinambungan data. Salah satu indikator yang diubah adalah pengukuran pertumbuhan balita. Semula menggunakan prevalensi gizi kurang diganti prevalensi stunting. Ini untuk mengukur kerawanan pangan dan gizi kronis serta mendukung program pemerintah dalam mengentaskan stunting. 

Selain itu, pemutakhiran indikator digunakan guna memperkuat cadangan pangan, meningkatkan kualitas ketersediaan dan konsumsi pangan warga berbasis sumber daya lokal, dan keamanan pangan (segar dan siap saji). Ditambah volatilitas harga pangan, kualitas makanan, dan ketersediaan protein dan energi dari sumber pangan lokal, yang semua ini menjadi prioritas pemerintahan Prabowo. Mencakup tiga aspek (ketersediaan, keterjangkauan, dan pemanfaatan pangan), IKP jadi indikator penting guna mengukur capaian pembangunan ketahanan pangan di suatu wilayah, mengukur kinerja daerah memenuhi urusan wajib, dan salah satu alat menentukan prioritas pembangunan daerah. 

Lebih dari itu, IKP juga bisa dijadikan menentukan prioritas intervensi program. Oleh karena itu, pemerintah pusat dan daerah memiliki kepentingan yang sama akan keberadaan IKP. Bagi pusat, IKP bisa dipakai mengevaluasi capaian ketahanan pangan dan gizi kabupaten/kota dan provinsi. Sekaligus memberi gambaran peringkat capaian ketahanan pangan daerah. Bagi daerah, IKP selain sebagai rapor kinerja pembangunan ketahanan pangan juga menuntun prioritas intervensi program agar bisa naik kelas.

Secara umum, ketahanan pangan pada 2025 lebih baik dari 2024. Ini ditandai oleh wilayah rentan rawan pangan (prioritas 1-3) yang turun: dari 92 kabupatan/kota (17,9%) pada 2024 jadi 81 kabupaten/kota (15,76%) pada 2025. Sementara wilayah tahan pangan (prioritas 4-6) naik: dari 422 kabupaten/kota (82,1%) pada 2024 jadi 433 kabupaten/kota (84,24%) di 2025. Meski ada perbaikan, wilayah timur Indonesia, daerah 3TP (terdepan, terluar, tertinggal, perbatasan), dan wilayah kepulauan masih menjadi langganan rentan pangan. Seluruh kabupaten/kota di Papua Pegunungan masuk rentan rawan pangan. Lalu, NTT jadi provinsi dengan jumlah kabupaten/kota rentan rawan pangan terbanyak: 18. 

Wilayah rentan rawan pangan rerata memiliki rasio konsumsi per kapita terhadap ketersediaan pangan tinggi, rasio cadangan beras pemda terhadap cadangan beras pemda menurut regulasi rendah, rasio ketersediaan protein hewani per kapita per hari terhadap standar kebutuhan rendah, prevalence of undernourishment (PoU) tinggi, dan persentase keamanan pangan (segar dan siap saji) sesuai standar rendah. Agar naik kelas ke wilayah tahan pangan lima indikator berkinerja rendah ini harus jadi prioritas intervensi program.

Untuk memastikan ketersediaan pangan perlu aneka upaya simultan: menaikkan produksi pangan sesuai potensi lahan, biodiversitas, dan kearifan lokal. Meningkatkan indeks pertanaman juga urgen. Membangun cadangan pangan ‘hidup’ lewat pemanfaatan pekarangan, kebun, lahan tidur, lahan marginal, talun, dan pengembangan unggas dan ternak kecil jadi keniscayaan. Untuk memastikan daerah memiliki kapasitas intervensi tatkala ada gangguan akses pangan, cadangan pangan dan lumbung desa harus dibangun.

Pangan bisa saja tersedia, tapi kalau warga tidak memiliki akses ekonomi (baca: daya beli) mereka tidak mampu menjangkau. Cadangan pangan daerah harus dipastikan tersedia memadai, didistribusikan merata, dan siap dialirkan untuk intervensi pasar kala harga tinggi. Dipadu perbaikan sistem logistik untuk menjamin pemerataan pangan yang aman dan terjangkau, fasilitasi distribusi untuk meningkatkan kelancaran perdagangan pangan antarwilayah, dan pembangunan infrastruktur dasar (pasar, jalur transportasi, pelabuhan) akan memastikan keterjangkauan pangan. Bansos diracik sebagai pelengkap.

Pada aspek pemanfaatan harus dipastikan penjaminan keamanan dan mutu pangan lewat regulasi dan standar terkait keamanan, mutu pangan, dan pengawasan keamanan pangan sebelum produk beredar dan saat diedarkan. Tak kalah penting adalah penyediaan sarana dan prasarana serta SDM pendukung penjaminan keamanan dan mutu pangan, seperti mobil laboratorium keliling, rapid test kit, dan laboratorium pengujian yang luas dan merata.  Lalu, pengarusutamaan produksi dan konsumsi pangan lokal, pengembangan industri pangan lokal berbasis UMKM, dan advokasi konsumsi pangan B2SA (beragam, bergizi, seimbang dan aman). Akses pada air bersih menyempurnakan aneka upaya itu.

Untuk naik kelas, tentu daftar pekerjaan rumah tiap daerah berbeda. Dari IKP dan FSVA diketahui prioritas intervensi tiap daerah harus difokuskan ke mana. Ada kalanya prioritas intervensi itu tak ada yang baru. Termasuk daftar penguatan aspek ketersediaan, keterjangkauan, dan pemanfaatan itu sejatinya relatif tak ada yang baru. 

Yang dibutuhkan bukan resep baru, canggih, dan tidak membumi. Yang diperlukan adalah mengintervensi apa yang seharusnya diintervensi. Kemampuan kepala daerah dan pimpinan dinas pangan dalam mendaftar PR dan fokus intervensi akan menentukan orkestrasi program. Bila semua daerah bergerak dalam orkestrasi ada harapan ketahanan pangan nasional naik.


 

img
Khudori
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan