sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Dua direksi perusahaan swasta diperiksa soal mafia kasus di MA

Kedua direksi dari perusahaan swasta yang dipanggil KPK diperiksa sebagai saksi.

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Rabu, 08 Jan 2020 11:56 WIB
Dua direksi perusahaan swasta diperiksa soal mafia kasus di MA

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap dua direksi perusahaan swasta terkait kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA) pada 2011 hingga 2016. Keduanya ialah Direktur PT Fortune Mate, Aprianto Soesianto dan Direktur Utama PT Multi Bangun Sarana, Donny Gunawan.

"Keduanya akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka NHD (Nurhadi)," kata Plt Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri, saat dikonfirmasi melalui pesan singkat di Jakarta, Rabu (8/1).

Dalam mengusut perkara itu, KPK sebelumnya telah menjadwalkan pemeriksaan terhadap Nurhadi dan dua tersangka lainnya yakni Rezky Herbiyono dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT), Hiendra Soenjoto pada Selasa (7/1).

Namun, ketiganya mangkir dari pemeriksaan tersebut. Dengan demikian, ketiga tersangka itu telah kali kedua mangkir dari pemeriksaan penyidik. Sebelumnya, ketiganya mangkir dari pemeriksaan KPK pada Jumat (3/1).

Dalam perkaranya, Nurhadi diduga kuat telah menerima sejumlah uang dan cek dari Hiendra melalui menantunya Resky untuk menangani perkara di MA. Setidaknya, KPK telah mengidentifikasi penerimaan berupa 9 lembar cek dengan total Rp46 miliar yang masuk ke kantong Nurhadi.

Adapun sumber penerimaan Nurhadi berasal dari penangan kasus perdata PT MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero) atau PT KBN, dan perkara perdata saham di PT MIT.

Dalam penanganan perkara itu, Hiendra diduga meminta memuluskan penanganan perkara Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Kasasi Nomor: 2570 K/Pdt/2012 antara PT MIT dan PT KBN.

Kedua, pelaksanaan eksekusi lahan PT MIT di lokasi milik PT KBN oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara agar dapat ditangguhkan.

Sponsored

Selain itu, Nurhadi juga diminta Hiendra untuk menangani perkara sengketa saham PT MIT yang diajukan dengan Azhar Umar. Hiendra diduga telah memberikan uang sebesar Rp33,1 miliar kepada Nurhadi melalui Resky. Penyerahan uang itu dilakukan secara bertahap, dengan total 45 kali transaksi.

Beberapa transaksi juga dikirimkan Hiendra ke rekening staf Resky. KPK menduga, penyerahan uang itu sengaja dilakukan agar tidak dicurigai adanya penggelembungan pengiriman uang. Sebab, nilai transaksinya memang terbilang besar.

Sedangkan penerimaan gratifikasi, Nurhadi diduga telah menerima gratifikasi berupa uang sebesar Rp12,9 miliar melalui Resky. Uang tersebut, diperuntukkan guna memuluskan penanganan perkara terkait sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK di MA dan permohonan perwalian. Uang itu diterima Nurhadi dalam rentang waktu Oktober 2014 hingga Agustus 2016. 

Sebagai pihak penerima, Nurhadi dan Resky disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) lebih subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan Hiendra sebagai pihak pemberi, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b subsider Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Berita Lainnya
×
tekid