sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Adik Nazaruddin diperiksa kasus korupsi Bowo Sidik

Nasir sempat mangkir saat diperiksa pada kasus suap Pupuk Indonesia dan Humpuss Transportasi.

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Senin, 01 Jul 2019 12:51 WIB
Adik Nazaruddin diperiksa kasus korupsi Bowo Sidik

Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Muhammad Nasir, kembali dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia bakal dimintai keterangan terkait perkara suap bidang pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik (PILOG) dengan PT Humpuss Transportasi dan penerimaan lain yang terkait jabatan.

"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka IND (Indung)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, dalam pesan singkat, Senin (1/7).

Selain Nasir, KPK juga memanggil empat saksi lainnya untuk tersangka Indung, diantaranya: Rati Pitria Ningsi yang merupakan staf Muhammad Nasir serta tiga orang dari unsur swasta yakni Novi Novalina, Tajudin, dan Kelik Tuhu Priambodo.

Ini merupakan panggilan ulang M Nasir yang sebelumnya dia telah mangkir dari pemeriksaan Senin (24/6). Diketahui, Nasir merupakan adik mantan bendahara umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin yang saat ini sedang menjalani hukuman bui karena menjadi terpidana kasus korupsi.

Dalam perkara suap kerja sama pengangkutan di bidang pelayara, KPK menduga Bowo Sidik bersama rekannya Indung telah menerima uang dari Marketing Manager PT HTK Asty Winasti. 

Perkara itu bermula saat perjanjian kerja sama penyewaan kapal PT HTK dengan PT PILOG sudah dihentikan. Namun, terdapat upaya dari PT HTK agar kapalnya dapat digunakan kembali untuk kepentingan distribusi pupuk PT Pupuk Indonesia.

Untuk merealisasikan hal tersebut, pihak PT HTK meminta bantuan kepada Bowo Sidik Pangarso.

Kemudian, pada 26 Februari 2019 dilakukan nota kesapahaman (MoU) antara PT PILOG (Pupuk lndonesia Logistik) dengan PT HTK. Salah satu point MoU itu ialah pengangkutan kapal milik PT HTK yang digunakan oleh PT Pupuk Indonesia.

Sponsored

KPK menduga Bowo menerima fee dari PT HTK atas biaya angkut yang ditetapkan US$2 per metric ton.

Sebelumnya, diduga telah terjadi enam kali penerimaan di berbagai tempat seperti rumah sakit, hotel, dan kantor PT HTK sebesar Rp221 juta dan US$85.130.

KPK menduga, uang tersebut telah diubah Bowo ke dalam pecahan Rp50 ribu dan Rp20 ribu, sebagaimana ditemukan tim KPK dalam amplop di PT Inersia Jakarta.

Dalam temuan tersebut, KPK pun mengamankan 84 kardus yang berisi sekitar 400 ribu amplop berisi uang. Uang itu diduga dipersiapkan Bowo untuk "serangan fajar" pada Pemilu 2019. Pada saat itu, Bowo terdaftar dalam pencalonan anggota DPR RI di Daerah Pemilihan Jawa Tengah II.

Selain perkara suap di bidang pelayaran, KPK telah mengendus dugaan praktik rasuah lainnya yang dilakukan Bowo Sidik. Komisi antirasuah telah mengindentifikasi empat sumber penerimaan gratifikasi oleh eks anggota DPR RI itu.

Keempat sumber penerimaan gratifikasi Bowo Sidik itu ialah pengesahan peraturan menteri terkait gula kristal rafinasi, beberapa kegiatan yang ada di salah satu BUMN, Proses penganggaran revitalisasi empat pasar di Kabupaten Minahasa Selatan, Sulawesi Utara, serta proses penglokasian anggaran pada beberapa kegiatan.

Untuk mendalami sumber penerimaan gratifikasi tersebut, teranyar KPK telah memeriksa eks Dirut PT PLN (Persero) Sofyan Basir. Dari Sofyan, penyidik mendalami pengetahuan sumber gratifikasi Bowo Sidik semasa Sofyan menjabat sebagai perusahaan pelat merah. Namun Febri tidak menjelaskan lebih detil ihwal keterlibatan Sofyan dalam gratifikasi Bowo.

"Tentu yang didalami adalah pengetahuan Sofyan sebagai Direktur Utama terkait sumber penerimaan gratifikasi BSP (Bowo Sidik Pangarso) ini," ucap Febri.

Berita Lainnya
×
tekid