sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Badan Geologi hadapi kendala petakan kawasan rawan bencana di Sulteng

Luasnya area dan masih terbatasnya pengetahuan dalam likuifaksi membuat proses pemetaan membutuhkan waktu lebih lama.

Valerie Dante
Valerie Dante Rabu, 10 Okt 2018 19:07 WIB
Badan Geologi hadapi kendala petakan kawasan rawan bencana di Sulteng

Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), masih berusaha memetakan kawasan rawan gempa, tsunami, dan likuifaksi di Sulawesi Tengah (Sulteng). Proses pemetaan diperkirakan baru akan rampung dalam tiga pekan ke depan.

Proses pemetaan ini merupakan bagian tahapan rekonstruksi dan rehabilitasi, pascabencana yang terjadi di Palu dan Donggala.

"Tingkat kedetailannya sedang kita kembangkan karena sebuah pemetaan itu harus dilihat dari berbagi aspek," jelas Sekretaris Badan Geologi Kementerian ESDM, Antonius Purbo, di Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), di Jakarta, Rabu (10/10).

Purbo mengatakan, kendala terbesar yang dihadapi saat ini, ada di pemetaan kawasan dengan potensi likuifaksi, dikarenakan daerah bencana yang luas dan memerlukan perincian. Pemetaan ini akan membantu Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) dalam menentukan daerah layak huni tetap (huntap), maupun hunian sementara (huntara).

"Kita tidak bisa melakukan rekomendasi berdasarkan gambaran kasar. Sekarang kita sedang dalam rangka mendetailkan peta likuifaksi Palu 2012, yang masih kurang detail," lanjutnya.

Menurut estimasi Purbo, pemetaan yang dilakukan Badan Geologi baru akan selesai dalam tiga pekan ke depan. Selain likuifkasi, pemetaan kawasan rawan bencana gempa bumi dan tsunami pun sedang dilakukan oleh tim Badan Geologi.

Belum adanya formula, konsepsi, atau hitungan yang pasti dalam likuifaksi, kata Purbo, membuat pemetaan potensi likuifaksi di daerah Palu & Donggala membutuhkan waktu lebih lama. Berbeda dengan gempa bumi yang sudah diteliti sejak lama, penelitian likuifaksi baru dimulai tahun 2012, setelah terjadi bencana di Padang. Akibatnya, ilmu baru ini belum memiliki pedoman.

"Prinsip Badan Geologi itu pengin melihat ketebalan sedimen berapa, baru kita dapat memberikan rekomendasi akurat," kata Purbo menerangkan.

Sponsored

Saat ini, lanjut dia, timnya di lapangan sedang membedakan mana tanah yang murni likuifaksi dan mana yang tidak. Pasalnya, satu daerah memiliki watak yang berbeda-beda, ada yang sangat rawan dan ada yang tidak rawan. Karenanya diperlukan pemetaan mikrozonasi untuk melihat perincian kondisi tanah di setiap daerah. 

Kondisi relokasi

Purbo mengatakan, Dirjen ATR Abdul Kamarzuki meminta Badan Geologi untuk meninjau empat tempat potensi lokasi huntap, yakni di daerah Balaroa, Duyu, dan Sigi. 

"Belum bisa diputuskan, harus di-cek dulu," katanya.

Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho, mengatakan Pemerintah Provinsi Sulteng telah berkoordinasi dengan Pemerintah Kota Palu, Pemerintah Daerah Sigi, dan Donggala, terkait dengan huntara. 

"Korban yang kehilangan rumah, semuanya setuju bahwa mereka minta direlokasi khususnya di daerah Balaroa, Petobo, dan Jono Oge. Tapi Gubernur minta agar pernyataannya tertulis, agar tidak timbul permasalahan di kemudian hari," kata Sutopo menjelaskan. 

Pemkot Palu menyiapkan lokasi alternatif untuk kawasan relokasi di Duyu, yang diperuntukkan bagi korban dari Perumnas Balaroa, serta di Ngata Baru untuk korban di Petobo. Lahan yang hendak digunakan, merupakan lahan hak guna bangunan (HGB) yang ditidurkan. 

"Mengenai hal ini akan dimintai kebijakan Kementerian Agraria dan Tata Ruang agar bisa dimanfaatkan untuk relokasi," ucapnya.

Berita Lainnya
×
tekid