sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Bapanas ungkap penyebab harga gabah dan beras masih tinggi

Yang terpenting adalah bagaimana strategi yang dilakukan Bulog dapat menjaga harga beras agar stabil.

Gempita Surya
Gempita Surya Senin, 17 Apr 2023 19:20 WIB
Bapanas ungkap penyebab harga gabah dan beras masih tinggi

Badan Pangan Nasional (Bapanas) telah menugaskan Perusahaan Umum (Perum) Bulog untuk melakukan stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP) komoditas beras selama 2023 minimal 1,2 juta ton. Dalam pelaksanaannya, Bapanas dan Bulog juga berkolaborasi dengan sejumlah pihak guna memastikan stok dan harga beras di pasaran tidak mengalami lonjakan.

Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Bapanas, I Gusti Ketut Astawa, mengatakan, pihaknya telah menyalurkan SPHP beras sebanyak ratusan ribu ton hingga Maret 2023 untuk meredam laju peningkatan harga di tingkat konsumen.

"Pada 2023 ini sudah kita tetapkan bahwa cadangan pangan, khususnya beras, sebanyak 2,4 juta ton dengan ending stoknya adalah 1,2 juta ton. Ini sudah kami tugaskan kepada Bulog," kata Ketut dalam Alinea Forum bertajuk "Memperkuat CBP dari Pengadaan Dalam Negeri" yang ditayangkan daring, Senin (17/4).

Melalui penugasan tersebut, Bulog melakukan penyerapan untuk memenuhi stok beras. Meski demikian, ada beberapa faktor yang menyebabkan harga gabah dan beras masih tinggi, padahal harga pembelian pemerintah (HPP) telah dinaikkan. HPP gabah kering panen saat ini sebesar Rp5.000 per kilogram, sedangkan beras di gudang Bulog Rp9.950 per kilogram.

Ada sejumlah faktornya yang membuat harga gabah dan beras masih tinggi di pasar. Pertama, kata Ketut, sebagian besar penggilingan tak memiliki stok saat masa panen 2023. Di sisi lain, mereka harus tetap menjaga jejaring distribusi dan pelayanan. Mau tidak mau mereka tetap membeli gabah meski harganya tinggi.

"Bisa dibilang mereka sebagai price maker. Tapi itu untuk menjaga operasional penggilingan tetap berjalan dan pelayanan terhadap jejaring distribusi tetap berjalan," kata Ketut. 

Kedua, sebagian stok padi disimpan para rumah tangga petani atau produsen. Di Lombok, kata Ketut, 30% produksi gabah disimpan petani. Sementara di Bangli, Bali, 40% gabah dikonsumsi sendiri oleh petani. 

"Memang betul ada beberapa analisis. Setelah kami turun ke lapangan, mereka berproduksi, tapi 40% digunakan untuk sendiri. Jadi, ini ada kemungkinan juga berpengaruh pada sisi surplus," tutur Ketut.

Sponsored

Faktor ketiga, prognosis neraca beras nasional yang dibuat Bapanas belum memasukkan kebutuhan cadangan pangan. Kalau kebutuhan cadangan beras nasional diperhitungkan, produksi tahunan masih kurang. Namun, diakui Ketut, produksi beras tiap tahun masih terbilang surplus setelah dikurangi konsumsi.

Terakhir atau yang keempat, impor beras khusus jumlahnya menurun. Ia menyebut beras Jasmine yang selema ini diimpor ternyata bisa diganti dari produksi dalam negeri. Ia menjelaskan, memang ini belum jelas benar. Akan tetapi, penurunan impor itu juga berpengaruh pada pasokan beras.

Meski demikian, bagi Ketut, yang terpenting adalah bagaimana strategi yang dilakukan Bulog dapat menjaga harga beras tetap stabil.

"Jangan sampai harga di tingkat eceran juga akan semakin tinggi. Ini harus kita jaga sehingga kami tugaskan Bulog, bagaimana Bulog berstrategi agar serapan dalam negeri juga bisa dioptimalkan," tuturnya.

Ketut mengajak para petani agar mendorong suplai beras kepada Bulog. Tujuannya, mengurangi impor dan mendorong pemenuhan stok cadangan pangan beras menggunakan produksi dalam negeri.

Guna menyeimbangkan stok beras, Ketut merekomendasikan pola jungkat-jungkit. Maksudnya, dengan perlahan menutup keran impor ketika pemenuhan cadangan beras dalam negeri mulai membaik. Sebaliknya, apabila cadangan belum terpenuhi, keran impor tetap dibuka sehingga stok beras seimbang.

"Saat ini, cadangan pangan harus kita penuhi terlebih dahulu. Itu poin pentingnya, sehingga ada alat untuk mengintervensi, memberi bantuan, menjaga stabilisasi harga bisa dilakukan oleh Bulog. Kalau tidak, ini juga akan menghambat program pemerintah dalam hal bantuan kepada masyarakat yang membutuhkan juga akan menghambat dalam rangka stabilisasi harga di pasar," tukas Ketut.

Berita Lainnya
×
tekid