sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Batu Gabion pengganti Bambu Getah Getih di Bundaran HI

Anggaran pembuatan instalasi seni Batu Gabion mencapai Rp150 juta, sedangkan Bambu Getah Getih Rp550 juta.

Eka Setiyaningsih
Eka Setiyaningsih Kamis, 22 Agst 2019 18:06 WIB
Batu Gabion pengganti Bambu Getah Getih di Bundaran HI

Anggaran pembuatan instalasi seni Batu Gabion mencapai Rp150 juta, sedangkan Bambu Getah Getih Rp550 juta.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, pemilihan instalasi Batu Gabion pengganti Getah Getih di Bundaran HI merupakan rancangan dari Dinas Pertamanan dan Hutan Kota.

"Itu bagian dari tata taman kota, seperti juga penataan taman-taman yang lain. Jadi normal-normal saja," kata Anies di Gedung DPRD DKI Jakarta, Kamis (22/8).

Instalasi pengganti Getah Getih di Bundaran HI disebut Gabion atau Bronjong. Bronjong tersebut berbentuk anyaman atau keranjang dari kawat yang diisi batu. Gabion merupakan bendungan sementara yang digunakan untuk mencegah masuknya air dan tanah pada galian yang telah dibuat.

"Rancangan dari Dinas Pertamanan dan Hutan Kota, rancangan seperti taman lainnya. Itu untuk mempercantik," katanya.

Bronjong atau Gabion tersebut telah dipasang sejak Minggu (18/8). Dinas Pertamanan dan Hutan Kota mengklaim bahwa instalasi tersebut dapat bertahan lama.

Sebelumnya, Kepala Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Suzi Marsitawati mengatakan bahwa pembangunan instalasi tersebut lebih murah daripada instalasi sebelumnya.

"Kurang lebih Rp150 juta. Dananya dari APBD Dinas Kehutanan. Senimannya kami, yang memasang juga kami sendiri," kata Suzi secara terpisah.

Sponsored

Waduk Pluit mulai mengering karena kemarau panjang. / Antara Foto

Waduk Pluit kering

Sementara itu, Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta mengaku, peringatan dini kekeringan di Ibu Kota sudah mulai dirasakan. Hal ini terlihat dari beberapa waduk di Jakarta yang mulai mengering.

"Waduk Pluit misalnya, bahkan sudah terlihat lumpurnya. Karena dari hulunya yakni Bendungan Katulampa hanya terlihat bebatuan saja. Jadi diperhatikan memang aliran air mulai mengering karena curah hujan tidak ada," ujar Juani pada kesempatan lain.

Juani menyebut, daerah yang paling terdampak kekeringan adalah di persisir Jakarta Utara dan Jakarta Barat. 

"Di sana memang air laut masuk. Ada penurunan tanah. Seperti wilayah pesisir di Marunda dan Cilincing," ucapnya.

Dengan demikian, Dinas SDA berinisiasi untuk mengantisipasi kekeringan berkepanjangan. Salah satunya dengan mengatur debit air di beberapa waduk dan sungai.

Pihaknya juga akan bekerja sama dengan PDAM untuk membuat depo air bersih di kawasan kekeringan. 

"Depo itu penampuangan air atau mobil tangki yang mendatangu pemukiman warga yang kritis air," ujarnya.

Ia mengaku, belum memiliki data lengkap terkait sungai yang mengalami kekeringan. "Nah, dengan kekeringan ini positifnya kami dapat mengeruk lumpur di waduk, jeleknya airnya kurang," katanya.

Selain itu, ia juga mengimbau kepada masyarakat untuk menghemat penggunaan air. "Kalau air tanah banyak diambil, nanti air laut masuk karena ada penurunan. Saat kita butuhkan, kalau habis itu vital sekali. Caranya ya harus menghemat air," katanya.

Sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan peringatan dini kekeringan meteorologis yang disampaikan oleh Stasiun Klimatologi Tangerang Selatan.

Analisis tersebut berdasarkan update 20 Agustus 2019 yakni seluruh Banten dan DKI Jakarta telah memasuki musim kemarau. BMKG mengingatkan agar masyarakat waspada atas ancaman bencana kekeringan. 

Sebagian besar wilayah Banten dan DKI Jakarta akan mengalami kekeringan lebih dari 20 hari hingga lebih dari 60 hari. Sementara hujan diperkirakan baru akan datang pada dasaria III Agustus dan dasaria I September 2019. 

Berita Lainnya
×
tekid