Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan sejumlah temuan negatif yang dilakukan PT Freeport Indonesia (PTFI). Salah satunya kekurangan kewajiban bayar ke negara sebanyak US$1,61 juta.
Anggota IV BPK, Rizal Djalil mengatakan, permasalahan kekurangan sebanyak US$1,61 juta tersebut, mengenai kekurangan penerimaan negara berupa PNBP dan kelebihan pencairan jaminan reklamasi.
BPK juga menemukan beberapa temuan yang signifikan, yakni, adanya penggunaan hutan lindung seluas 4.535,93 hektar tanpa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).
"Juga adanya pembuangan limbah tailing yang mengakibatkan kerusakan ekosistem," jelas Rizal saat konferensi pers Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan PT Freeport Indonesia oleh BPK di kantornya, Rabu (19/12).
Berdasarkan pemantauan tindak lanjut yang dilakukan oleh BPK, IPPKH seluas 4.535,93 hektar sudah pada tahap finalisasi oleh Kementerian LHK dan selanjutnya akan ditagihkan PNBP IPPKH beserta kewajiban total sebesar Rp460 milliar.
Sedangkan permasalahan pembuangan limbah tailing, PTFI telah membuat roadmap sebagai rencana aksi penyelesaian permasalahan tersebut dan sudah dilakukan pembahasan dengan Kementerian LHK.
Selain itu, Kementerian ESDM dan Kementerian LHK sudah membuat pembaruan regulasi terkait dengan pengelolaan usaha jasa pertambangan sesuai dengan rekomendasi BPK. "Sehingga potensi penyimpangan pada masa yang akan datang dapat dicegah dan tidak terjadi kembali," kata Rizal.
BPK juga menyerahkan sepenuhnya kepada Pemerintah mekanisme penyerahan saham sebesar 10% kepada masyarakat Papua. Tetapi diharapkan tidak menimbulkan masalah dan penyimpangan.
"BPK menyarankan supaya kepemilikan saham 10% untuk masyarakat Papua tidak dilakukan melalui setoran penyertaan modal tetapi menggunakan pola perhitungan dividen," paparnya.
Hal itu sekaligus menghormati dan mengapresiasi kebijakan Presiden Republik lndonesia terkait proses divestasi 51% saham PTFI. Sesuai dengan hasil rapat terbatas tentang percepatan divestasi saham PT Freeport Indonesia pada 29 November 2018.
Terpisah, Head of Government Relations and Corporate Communications PT Inalum, Rendi Witular menjelaskan kekurangan PNBP tersebut sudah dibayarkan oleh PT Inalum sebagai pemegang saham lama.
Rendi menegaskan posisi pembayaran PT Inalum sebagai pemegang saham lama atau 9,36%, dan bukan yang saat ini menjadi pemegang saham 51%. "Inalum sebagai pemegang saham lama sebesar 9,36%. PNBP juga sama," ujarnya.
Dari pembayaran PNBP IPPKH sebesar Rp460 miliar, Inalum hanya membayarkan dengan porsi 9,36% atau sebesar Rp43,05 miliar untuk pelunasan PNBP IPPHK, setelah penandatanganan divestasi 51%, yang rencananya dilakukan, Kamis (20/12).
Pembayaran pelunasan PNBP itu, kata Menteri KLHK Siti Nurbaya Bakar, boleh dibayarkan dengan rentang waktu 1-24 bulan. Hal itu berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 91/PMK.02/2009 tentang cara pengenaan, pemungutan, dan penyetoran penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan.
Secara rinci, dalam bleid PMK 91/2009, pasal 3, menyebutkan, dalam hal terjadi keterlambatan penyetoran PNBP Penggunaan Kawasan Hutan, Wajib Bayar dikenakan denda administrasi 2% per bulan dan bagian dari bulan dihitung satu bulan untuk paling lama 24 bulan