sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Wakil Ketua DPR: Jangan gunakan 1 aplikasi untuk bayar SPP sekolah

Jangan salahkan jika kebijakan tersebut menjadi kontroversi sehingga menyebabkan hal yang seharusnya bermanfaat menjadi mudarat

Fadli Mubarok
Fadli Mubarok Kamis, 20 Feb 2020 12:27 WIB
Wakil Ketua DPR: Jangan gunakan 1 aplikasi untuk bayar SPP sekolah

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad angkat suara ihwal kontroversi pembayaran SPP sekolah menggunakan layanan dompet digital milik Gojek, yakni Gopay.

Layanan ini sontak ramai diperbincangkan banyak pihak lantaran dikaitkan konflik kepentingan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim. Nadiem merupakan mantan bos Gojek.

Menurut Dasco, layanan itu sebenarnya cukup positif. Alasannya untuk mempermudah masyarakat. Namun demikian, ia menyarankan agar kebijakan ini sebaiknya tidak hanya dalam satu platform digital.

"Kalau cuma satu aplikasi (Gopay) yang dianjurkan, bisa ada prasangka yang kurang bagus. Sementara Pak Menteri mau bekerja dengan bagus," kata Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (20/2).

Oleh karena itu, politikus Partai Gerindra ini mengimbau agar Nadiem bisa mengkaji secara optimal terlebih dahulu sebelum mengeluarkan kebijakan. Jangan salahkan jika kebijakan tersebut menjadi kontroversi sehingga menyebabkan hal yang seharusnya bermanfaat menjadi mudarat.

"Saya imbau agar sebelum mengeluarkan kebijakan terlebih dahulu dikaji dengan mendalam," tegas Dasco.

Sebelumnya, diberitakan masyarakat sudah bisa membayar SPP sekolah lewat layanan dompet digital Gojek, yaitu Gopay, per 17 Februari 2020. Layanan ini telah terintegrasi dengan 18 lembaga pendidikan seperti pesantren, madrasah, sekolah dan tempat kursus di Tanah Air.

Bukan hanya membayar SPP, lewat fitur baru Gojek, yakni GoBills, masyarakat juga bisa menggunakan layanan Gopay untuk keperluan membeli buku, seragam, dan kegiatan ekstrakurikuler.

Sponsored

Tidak lama setelah Gojek mengumumkan layanan barunya ini, serangan deras datang untuk Nadiem. Kecurigaan adanya abuse of power atau penyalahgunaan wewenang sebagai mendikbud mengemuka. Ini lantaran ia mantan bos Gojek.

Mantan Sekretaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Said Didu misalnya, merepons layanan baru Gojek itu. Said mengomentari Nadiem lewat akun Twitter pribadinya, @msaid_didu.

Said mengatakan, jika Nadiem mengarahkan pembayaran SPP menggunakan Gopay tanpa tender, sama saja telah korupsi. Said mengingatkan agar Nadiem tidak seenaknya mengarahkan sesuatu selaiknya pebisnis. Pasalnya, ia telah menjadi seorang menteri yang mengelola uang negara.

"Pak Nadiem yang terhormat, sekadar mengingatkan, uang yang Bapak kelola adalah uang rakyat. Anda tidak bisa seenaknya seperti saat Bapak sebagai pebisnis," tulis Said.

Sementara itu, Nadiem sendiri telah mengklarifikasi layanan yang telah menjadi polemik ini. Dikatakan Nadiem, metode pembayaran SPP untuk sekolah swasta bukanlah urusan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

"Itu enggak ada urusannya sama Kemendikbud sama sekali. Sekolah swasta menerima apa pun cara pembayaran," kata Nadiem dalam salah satu acara.

Nadiem menampik layanan tersebut berkaitan dengan dirinya. Segala tuduhan untuk dirinya terkait hal ini, berbau politis.

Gojek juga telah melakukan klarifikasi. Manajemen Gojek menyatakan pembayaran SPP dan biaya pendidikan lainnya melalui fitur Gobills merupakan inisiatif perluasan penggunaan layanan dan tidak berkaitan dengan kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

"Sejak awal 2019 GoPay telah menjalin kerja sama dengan 50 SMK di Jakarta Utara untuk menerapkan transaksi non-tunai melalui kode Quick Response," kata Head of Corporate Communication GoPay (Gojek) Winny Triswandhani dalam keterangan tertulis yang di terima di Jakarta, Selasa.

GoPay telah membantu Madrasah Ibtidaiyah (MI) Miftahul Akhlaqiyah menjadi madrasah pertama di Indonesia yang menggunakan Quick Response Indonesia Standard (QRIS), sehingga dapat menerima pembayaran dari dompet digital manapun melalui satu kode QR.

"Jadi inisiatif ini tidak ada kaitannya dengan Kemendikbud," ujar dia.

Selain untuk pembayaran biaya pendidikan, fitur layanan tersebut juga bisa digunakan membayar berbagai macam tagihan serta layanan publik lainnya. Sebagai contoh pembayaran PDAM, listrik hingga zakat.

"Ke depan kami akan terus memperluas layanan pembayaran digital ini dan terbuka untuk berkolaborasi dengan seluruh pihak yang memiliki kesamaan misi untuk meningkatkan pembayaran nontunai di Indonesia," katanya. (Ant)

Berita Lainnya
×
tekid