sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Desain canggih masa depan ibu kota baru RI

Pembangunan ibu kota pengganti Jakarta secara bertahap di Kalimantan diperkirakan memakan waktu 24 tahun.

Nanda Aria Putra  Alfiansyah Ramdhani
Nanda Aria Putra | Alfiansyah Ramdhani Jumat, 02 Agst 2019 03:00 WIB
Desain canggih masa depan ibu kota baru RI

Pembangunan ibu kota pengganti Jakarta secara bertahap di Kalimantan diperkirakan memakan waktu 24 tahun.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang P.S. Brodjonegoro mengatakan proyek pembangunan ibu kota akan dilakukan bertahap mulai 2021 hingga 2045.

Megaproyek pembangunan ibu kota di Kalimantan itu akan dimulai dari sektor pemerintahan. Istana Negara sebagai kantor Presiden dan perkantoran lembaga negara akan mengawali pembangunan kompleks seluas 2.000 hektare.

“Yang terpenting adalah pada tahun 2024 kita memulai proses pemindahan tersebut, karena zona intinya adalah pusat pemerintahan,” kata Bambang dalam Dialog Nasional III Pemindahan Ibu Kota Negara yang digelar di Kantor Bappenas, Jakarta Pusat, Kamis (1/08).

Selain sektor pemerintahan, pembangunan pada empat tahun pertama juga akan fokus pada pengadaan taman budaya dan kebun botani. Upaya ini dilakukan untuk mewujudkan kota yang menjadi cerminan bangsa dan berstandar internasional.

Tahap kedua, pembangunan akan fokus pada perumahan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang akan dimulai rentang 2025-2029 bersamaan dengan penyediaan fasilitas pendidikan, kesehatan dan sarana publik.

Bambang menyebutkan, pangkalan militer, industri berteknologi tinggi dan diplomatic compound juga akan dibangun pada tahun-tahun tersebut.

Kemudian pada tahap ketiga yakni rentang 2030-2045, pemerintah baru melakukan pembangunan pemukiman non-ASN dan upaya pembentukan ibu kota menjadi metropolitan. 

Sponsored

Selain itu, pemerintah juga berencana untuk membangun taman nasional dan konservasi satwa endemik pulau Kalimantan yaitu orang utan di tahun-tahun tersebut. Mantan Menteri Keuangan Indonesia ini menegaskan pembangunan tidak akan mengabaikan lingkungan melainkan menjadikannya sebagai visi dari berdirinya ibu kota baru. 

“Kita juga harus menerapkan kota dengan pendekatan lingkungan. Karena lokasinya di Kalimantan konsepnya bukan hanya garden city tetapi forest city, bagaimana pun Kalimantan adalah paru-paru dunia,” tutur Bambang.

Menurut data rancangan zonasi dan tahapan pembangunan, ibu kota ini akan memiliki luas lebih dari 442.000 hektare dan melibatkan beberapa pihak termasuk swasta dalam pembangunannya.

Ilustrasi. / Pixabay

Tiga pilar bangsa

Sementara itu, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengatakan Ibu Kota Indonesia yang baru akan dibangun di atas tiga pilar besar. 

Ketiga pilar tersebut merupakan visi yang akan diimplementasikan lewat rancangan perkotaan dengan fokus pemenuhan kebutuhan masyarakat dan upaya pelestarian lingkungan.

Pilar pertama akan diupayakan lewat penerapan filosofis cerminan identitas bangsa yakni Pancasila. Kota ini diproyeksikan akan memiliki lima jalan besar sebagai simbol Pancasila tersebut. 

“Nanti ada lima jalan yang akan kita coba. Akan mencerminkan pancasila tersebut,” ujar Basuki pada kesempatan yang sama.

Penerapan sila-sila yang lain juga dijanjikan pada calon Ibu Kota Indonesia selanjutnya. Mulai dari ruang publik hingga sarana budaya akan dibangun sedemikian rupa sebagai perwujudan dari nilai-nilai Pancasila.

Basuki juga meyakinkan kota ini akan mempertahankan keberadaan hutan Kalimantan sebagai paru-paru dunia. Integrasi atau pembauran ruang-ruang hijau termasuk gedung dan infrastruktur akan dilakukan pada kota yang memiliki konsep city in the forest ini. 

“Berdasarkan hal tersebut beberapa hal lain yang diperhatikan adalah meminimalisir intervensi terhadap alam,” ucap Basuki saat sesi pemaparan rencana.

Selain mempertahankan hutan, aksebilitas terhadap ruang publik dan penyediaan berbagai fasilitas yang menunjang masyarakat juga rencananya akan diadakan. Semua itu adalah upaya untuk mewujudkan keberlanjutan sosial, ekonomi dan lingkungan pada pilar kedua.

Mantan Direktur Jenderal Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum ini juga menjelaskan upaya untuk mewujudkan ibu kota baru sebagai kota yang cerdas, modern dan berstandar internasional sebagai visi ketiga.

Penataan lingkungan yang baik, pemanfaat teknologi dan penggunaan sumber energi terbarukan adalah rencana yang akan dilakukan untuk mewujudkan visi tersebut.

“Sehingga nantinya Ibu Kota Negara dapat menjadi representasi kemajuan bangsa indonesia yang unggul dan menjadi katalis peningkatan peradaban manusia indonesia,” tutur basuki menutup sesi pemaparan rancangan.

Kota ramah pejalaan kaki. / Pixabay

Kota hijau

Pembangunan ibu kota baru harus memiliki syarat mutlak bisa menciptakan kualitas kawasan pedestrian yang teduh dan nyaman bagi pejalan kaki. Apalagi, jika konsep ibu kota baru tersebut adalah kota yang smart, green, beautiful, dan sustainable, serta ramah bagi pejalan kaki.

Founder and Founding Partner of URBAN+ dan anggota Ikatan Ahli Rancang Kota, Sibarani Sofian mengatakan pemerintah harus mulai memikirkan kriteria atau tujuan apa yang akan dicapai dalam master plan ibu kota nanti. Sebab, dari kriteria itulah nantinya akan ditentukan resep untuk merancang kotanya. 

“Kalau kita mau orang mengurangi konsumsi mobil pribadi, berarti dia harus mau naik angkot. Pada saat dia mau naik angkot dia harus berjalan dari bangunannya dengan mudah keluar untuk dapat angkot dan tidak panas,” kata dia.

Ia menjelaskan, hari ini orang tidak mau berjalan kaki jika kawasan teduhnya sedikit. Apalagi, katanya, lokasi ibu kota baru nantinya akan berada di Pulau Kalimantan dengan tingkat kelembaban yang tinggi.

“Hari ini, baseline-nya orang tidak mau jalan kalau shading-nya itu hanya setengah atau dua meter. Kita harus buat shading yang kontinu sepanjang 50 meter dan demikian orang mau jalan,” ucapnya.

Ia mengatakan karena berada di garis khatulistiwa, tingkat kelembaban Kalimantan akan lebih tinggi jika dibandingkan dengan Jakarta. Di Kalimantan, kelembabannya dapat mencapai 80%, sedangkan Jakarta dan Singapura hanya 65% sampai 70%.

Pasalnya, udara dengan tingkat kelembaban yang tinggi tidak hanya membuat orang gerah tetapi juga berkeringat dan lengket. Dan dengan demikian, katanya, orang akan mencari kendaraan atau lokasi yang lebih nyaman.

“Jadi saat kita berkeringat kita enggak akan jalan, kita gunakan mobil, atau berada pada ruangan yang selalu ada air conditioner-nya. Dan pada akhirnya itu akan menghabiskan banyak energi, dan tidak tercapailah tujuan kita untuk mengurangi konsumsi karbon,” ujarnya.

Untuk itu, menurut Sibarani, mulailah dengan membuat sebuah master plan yang dapat diukur kriterianya dan dapat selalu dimonitor, bukan hanya asal estetis dan menarik.

“Kebanyakan desain saat membuat master plan menggunakan paradigma yang sifatnya estetis. ‘Wah bagus, secara visual keren’, Padahal kalau dilihat dari desain urban space-nya mungkin tidak berkinerja dengan baik,” jelasnya.

Ia pun mengatakan sudah ada teknologi yang dapat merancang pemodelan bangunan yang dapat menimbulkan suasana yang sejuk dan nyaman, dengan memanipulasi arah angin.

Ia menjelaskan, pemodelan ini didesain secara komputerisasi dengan mengambil data besaran angin di suatu wilayah dan kemudian disesuaikan dengan bangunan yang akan dibangun sehingga dapat mendistribusikan udara dengan baik.

“Jadi walaupun temperaturnya tidak turun, perception off climet-nya berkurang. Mungkin temperaturnya 32 derajat celcius tapi terasa 29,5 derajat celcius,” tuturnya.

Ilustrasi kota hijau. / Pixabay

Drainase

Membangun drainase atau saluran resapan air menjadi perhatian penting pemerintah dalam merancang pembangunan ibu kota baru negara untuk menghindari banjir.

Bambang Brodjonegoro menegaskan pembangunan sistem drainase yang baik harus menjadi perhatian khusus. “Kita tidak mau ada kasus air yang tergenang dan tidak terserap dengan baik ke dalam tanah dan menyebabkan banjir,” kata dia dalam Dialog Nasional III: Pemindahan Ibu Kota Negara bertema Menuju Ibu Kota Masa Depan: Smart, Green, Beautiful, and Sustainable.

Untuk itu, katanya, dalam master plan dan urban desain yang telah disiapkan telah dirancang sebuah pemodelan sistem drainase yang mengalirkan air hujan langsung pada sumur resapan, sehingga dapat digunakan kembali sebagai air bersih.

“Sistem drainase ini akan meminimalkan air yang terbuang dan waktu resapan yang maksimal dengan menggunakan material berdaya resap tinggi (permeable), green roof di vertical housing untuk menampung dan infiltrasi air hujan dan lokasi untuk urban garden, serta penyediaan daerah resapan dan tampungan air,” jelasnya.

Ia pun mengatakan, dengan dukungan teknologi yang mumpuni dan dalam semangat mengembangkan kota ramah lingkungan dan hemat energi, ibu kota baru akan mengadopsi Circular Water Management System.

Sistem ini nantinya akan mengolah kembali air yang jatuh ke tanah menjadi air bersih yang dapat digunakan warga kota. Selain itu, Bambang juga mengatakan, dengan sistem pengolahan air yang baik, akan menyediakan air siap minum, langsung dari pipa-pipa air yang ada.

“Jadi warga (ibu kota baru) nanti enggak perlu lagi beli air botol kemasan. Bisa langsung minum dari keran,” tuturnya.

Dengan konsep manajemen air cerdas yang kelak diterapkan ini, lanjut Bambang, akan berfungsi pula untuk mendeteksi kebocoran, konsumsi, dan kualitas air. 

Berita Lainnya
×
tekid