close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Kantor Pusat Ditjen Pajak Kemenkeu, Jakarta, Juli 2019. Google Maps/Muhammad Ravin Alhakim
icon caption
Kantor Pusat Ditjen Pajak Kemenkeu, Jakarta, Juli 2019. Google Maps/Muhammad Ravin Alhakim
Nasional
Minggu, 13 Juni 2021 14:36

Ditjen Pajak benarkan sembako dan pendidikan kena PPN, ini penjelasannya

Wacana pengenaan PPN bahan pokok dan pendidikan tuai polemik.
swipe

Wacana pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) bagi bahan pokok dan pendidikan menuai polemik di tengah masyarakat. Pasalnya, dua komoditas ini semula tidak kena PPN, dan dalam draft revisi UU Nomor 6 Tahun 1993 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) dua komoditas itu dimasukkan jadi barang kena PPN.

Dikutip dari akun Instagram resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan: @ditjenpajakri dibenarkan bahwa revisi UU KUP tersebut mengarah pada pengenaan PPN pada bahan pokok dan pendidikan. Namun, untuk bahan pokok dan pendidikan yang berjenis premium. Tujuannya, untuk memenuhi rasa keadilan dan mengurangi distorsi dan meningkatkan kepatuhan dan pendapat negara.

"Untuk memenuhi rasa keadilan, dan menghilangkan fasilitas yang tidak efektif, sehingga dapat meningkatkan kepatuhan pajak dan optimalisasi pendapatan negara," tulis DJP Kemenkeu dikutip, Minggu (13/6).

Dijelaskan juga bahwa ketentuan PPN yang berlaku saat ini tidak mempertimbangkan jenis, harga, dan kelompok yang mengkonsumsi, sehingga menimbulkan distorsi. Misalnya, saat ini komoditas beras, daging, atau pendidikan tidak kena PPN. Sehingga konsumsi beras premium dan beras biasa sama-sama bebas PPN. 

Begitu juga untuk daging sapi di pasar tradisional dan daging sapi jenis wagyu yang lebih mahal juga tidak kena PPN. Pun juga untuk pendidikan les privat dengan biaya tinggi dan sekolah gratis sama-sama tidak kena pajak PPN.

Padahal, kedua jenis komoditas tersebut memiliki pasar dan daya beli berbeda satu sama lain. Sehingga, dirasa tidak adil jika dua kelas komoditas tersebut sama-sama tidak kena PPN.

"Tidak tepat sasaran. Orang yang mampu bayar justru tidak membayar pajak karena mengonsumsi barang atau jasa yang tidak kena pajak," lanjutnya.

img
Nanda Aria Putra
Reporter
img
Fathor Rasi
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan