sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

FITRA soroti pola penanganan Covid-19 di Jateng

Salah satunya, terkait buruknya data warga miskin.

Fatah Hidayat Sidiq
Fatah Hidayat Sidiq Rabu, 22 Apr 2020 12:09 WIB
FITRA soroti pola penanganan Covid-19 di Jateng

Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menilai, pola komunikasi dan penyebaran informasi terkait kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Pemprov Jateng) dalam menanggulangi coronavirus anyar (Covid-19) cenderung asimetris. Sebab, pernyataan pejabat tidak diiringi kesiapan birokrasi.

"Misalnya, terkait imbauan Gubernur untuk mengisi formulir pendataan bagi warga terdampak Covid-19 kepada RT/RW setempat atau layanan hotline penghubung lewat nomor tertentu. Namun, nomor tersebut masih belum bisa dihubungi," ucap Analis Data Fitra Jateng, Maulin Niam, melalui keterangan tertulisnya, Rabu (22/4).

FITRA juga menyoroti data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) di seluruh kabupaten se-Jateng yang hanya memuat hingga kecamatan. Padahal, masyarakat bisa mengakses data hingga penerima berdasarkan nama dan alamat (by name by address) dengan memasukkan nomor kartu keluarga (KK) di laman caribdt.dinsos.jatengprov.go.id/public/dashboard.

Kriteria DTKS dalam menghitung penduduk miskin pun berbeda dengan Badan Pusat Statistik (BPS). Formula DTKS berdasarkan kelompok pendapatan di suatu wilayah, penduduk sangat miskin (desil I) dan miskin (desil II), sebagai fokus sasaran program. Sedangkan BPS, menggunakan standar garis kemiskinan sebagai batas. 

"Perbedaan metode ini tentu menghasilkan data yang tidak sama. Sebagai contoh, menurut data BPS, jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah pada tahun 2019 sebanyak 3,743 juta. Sedangkan DTKS menyebutkan, 2,348 juta (desil I dan desil II). Selisih 1,4 juta tentu bukan jumlah yang sedikit," jelasnya.

Di sisi lain, banyak desa mendata kembali warga miskin, khususnya penerima bantuan langsung tunai (BLT), belakangan ini karena datanya tak memadai. Hal itu, menurut dia, terjadi lantaran kewenangan pendataan ada di pemerintah daerah (pemda).

"Sementara, desa seringkali mendapatkan kritikan dari warga tentang penerima BLT yang salah sasaran. Ini yang menyebabkan perangkat desa enggan berurusan dengan data bantuan karena akan jadi tumpuan kritik warganya," bebernya.

Sebenarnya, ungkap Maulin, terdapat data daftar penerima bansos dan hibah hingga nama dan alamat dalam lampiran IV Peraturan Daerah (Perda) Nomor 17 Tahun 2019 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jateng 2020. Namun, cenderung berbasis pengajuan proposal ataupun aspirasi dewan.

Sponsored

"Sedangkan DTKS, selama ini menjadi basis data utama penerima PKH (Program Keluarga Harapan), KIS (Kartu Indonesia Sehat), dan BPNT (bantuan pangan nontunai), yang menjadi urusan pemerintah pusat," katanya.

Karena itu, FITRA Jateng mendesak pemerintah provinsi (pemprov) serta pemda membuka data bansos sesuai jenis program, sumber dana, dan penerimanya. "Karena adapula bansos dan hibah dari APBD yang dikelola oleh organisasi perangkat daerah (OPD) selain Dinsos (Dinas Sosial)," ucapnya.

FITRA Jateng juga mendorong Dinsos proaktif dan menjadi sektor terkemuka terkait bansos. Dinsos pun diminta membuka DTKS, khususnya menyangkut jenis program, kegiatan, jumlah penerima hingga tingkat desa untuk mencegah konflik karena kesimpangsiuran informasi.

Berikutnya, menjadikan DTKS sebagai basis data awal bagi pihak-pihak yang melakukan pendataan jaring pengaman sosial. Lalu, mendesak desa memanfaatkan dana desa dan alokasi dana desa (ADD). "Untuk membentuk forum data desa dan melakukan pemetaan kemiskinan partisipatif," tutup Maulin.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid